Jakarta - Proses revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang tengah dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), saat ini masih tetap menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk para pemangku kepentingan dunia penyiaran dalam penataan regulasi penyiaran yang lebih detil dan responsif terhadap perubahan zaman. Ketua KPI Pusat Agung Suprio menjelaskan, revisi ini dilakukan untuk mengaktualisasikan P3 & SPS dalam konteks sekarang. Dalam melakukan revisi ini, proses yang dilakukan KPI adalah dengan cara bottom up. Yakni memberi ruang aspirasi bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan, termasuk seperti yang dlakukan KPID Jawa Barat yang mengantarkan aspirasi masyarakat di Jawa Barat. Hal itu disampaikan Agung saat menerima KPID Jawa Barat yang menyampaikan masukan dari  Masyarakat Peduli Penyiaran Jawa Barat untuk revisi P3 & SPS, (4/10). 

 

Sebagai sebuah revisi regulasi yang akan mengikat banyak pihak, KPI tentu harus memperhatikan berbagai kepentingan penyiaran, ujar Agung. Termasuk juga memberi ruang pada kalangan industri penyiaran sebagai obyek yang diatur oleh KPI, serta masyarakat umum sebagai stakeholder utama KPI.

KPI sangat mengapresiasi masukan dari masyarakat di Jawa Barat yang dikawal oleh KPID, ujar Agung. Harapannya, KPID juga dapat mengawal agar P3 & SPS yang ditetapkan nanti senafas dengan aspirasi masyakat Jawa Barat yang disampaikan hari ini.  

 

Dalam pertemuan yang juga digelar secara daring melalui teknologi video conference, turut hadir perwakilan stakeholder penyiaran di Jawa Barat. Diantaranya Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Dadang Rahmat Hidayat, akademisi Universitas Padjajaran Eni Maryani, Dian Wardiana Zuchro, dan M Zen Al Faqih, perwakilan asosiasi penyiaran  Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jawa Barat, Asosiasi TelevisI Siaran Digital Indonesia, serta perwakilan dari Dinas Komunikasi dan Informatika  Jawa Barat. Pada kesempatan ini, Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet yang memimpin delegasi mengungkapkan, bahwa masukan yang disampaikan kepada KPI Pusat ini merupakan hasil diskusi kelompok terpumpun atau Focus Group Discussion bersama beragam pemangku kepentingan penyiaran di Jawa Barat. Adiyana berharap revisi P3SPS bersifat bottom up, menerima masukan dari bawah, sehingga masukan ini dapat menjadi bahan penyempurnaan P3SPS yang sudah dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman, ambigu atau multi tafsir.

Komisioner KPID Jawa Barat bidang Isi Siaran, Jalu Priambodo menyampaikan poin-poin penting masukan tersebut. Diantaranya adalah tentang penguatan perlindungan terhadap kepentingan publik dalam program siaran, penegasan terhadap norma yang berlaku pada semua jenis program siaran, konsistensi pembatasan waktu siaran dengan pasal klasifikasi usia, serta mekanisme penyelesaian konflik isi siaran jurnalistik. 

Sedangkan terkait revisi SPS, Eni Maryani mengingatkan bahwa KPI harus melakukan sinergi kekuatan sebagai lembaaga yang mengawasi konten agar punya pengaruh lebih besar dengan mengikutsertakan banyak pihak dan potensi yang terhimpun di sana. Belajar dari undang-undang yang ada, kita harus menerima bahwa wewenang KPI terletak pada pengawasan konten. Revisi SPS ini harus digunakan untuk menegaskan kewenangannya terkait pengawasan konten, meski tantangannya harus berhadapan tengan industri. Eni juga berharap jika revisi SPS ini sudah ditetapkan, masyarakat ikut disosialisasikan. “Masyarakat juga harus tahu aturan dari KPI yang harus diikuti oleh lembaga penyiaran,” ujarnya. 

Catatan lain yang disampaikan adalah soal lokalitas konten di layar kaca. Komisioner KPID Jawa Barat yang merupakan Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Ellang Gantoni Malik mengingatkan agar KPID diberikan ruang di garis terdepan dalam menjaga lokalitas daerah. “Harapannya P3 & SPS ini mencerminkan karakter kenusantaraan dan NKRInya,” pungkasnya. 

Selain membawa aspirasi masyarakat Jawa Barat untuk revisi P3 & SPS, KPID Jawa Barat juga menyampaikan hasil kajian tentang penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan pribadi, problematika program sinetron serta siaran iklan yang menurut KPID Jawa Barat merupakan pengingkaran terhadap regulasi P3SPS. Adiyana menegaskan, pihaknya berkomitmen akan selalu menjaga mata dan telinga masyarakat Jawa Barat dalam bidang penyiaran./Editor:MR

 

 

Jakarta -- Proses revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012 terus berjalan. Saat ini, pembahasan revisi memasuki tahapan akhir yakni menyelaraskan berbagai masukan dari berbagai instansi, asosiasi hingga kelompok masyarakat ke dalam draft P3SPS yang baru. Terkait hal itu, beberapa asosiasi TV dan radio meminta waktu untuk membahas isi draft revisi P3SPS secara internal. 

Permintaan ini mengemuka dalam pertemuan antara KPI dengan berbagai asosiasi TV dan radio yang berlangsung pada Kamis (30/9/2021). Dalam pertemuan itu, hadir perwakilan dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI), Asosiasi Televisi Digital Indonesia (ATVDI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) dan Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI).

Sebelum pertemuan ini, awal bulan September 2021, secara estapet KPI telah mengundang 72 lembaga dan instansi serta kelompok masyarakat untuk mendengarkan masukan dan pandangan soal perubahan pedoman penyiaran yang dibuat pada 2012 lalu. Pandangan dan masukan dari sejumlah lembaga, instansi dan kelompok masyarakat itu telah dibahas dan dikompilasi KPI bersama ahli dan pakar hukum dalam draft revisi P3SPS. 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, di awal pertemuan, menyampaikan maksud dari perubahan pedoman penyiaran ini ditenggarai kondisi dan dinamika hukum serta sistem penyiaran yang banyak berubah. Karena itu, perlu ada perubahan terhadap P3SPS sebagai upaya antisipasi dan penyesuaian dari adanya perubahan tersebut. “Ini agar produk hukum yang dikeluarkan KPI ada kekuatan landasan hukumnya. Karena itu, kita perlu menyesuaikan,” katanya.

Irsal juga menyampaikan revisi aturan P3SPS sesuai hukum dan UU Penyiaran yang menjadi dasarnya. Dia memahami posisi TV dan radio sebagai obyek hukum karenanya KPI akan mempertimbangkan keinginan dan harapan industri terkait revisi ini.

“KPI punya kebutuhan hukum dan ada hal yang harus diselesaikan melalui revisi ini. Dalam rencana kita dalam antisipasi penyelenggaraan dalam banyak hal mengubah aturan penting seperti pola siaran jaringan dan ini punya kaitan erat dengan revisi,” tuturnya. 

Namun begitu, Irsal menegaskan, proses revisi aturan ini tetap akan berjalan. Karenanya, KPI mempersilahkan industri untuk merumuskan acuan tersebut secara internal. Rumusan tersebut akan diterima KPI sebagai bahan masukan. “Kalau ada permintaan waktu dan sebagainya, waktu yang lebih baik agar bisa diimplementasikan,” ujarnya.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan masukan dari asosiasi sangat penting karena posisi industri sebagai obyek hukum. Menurutnya, KPI sangat menjaga prosedur perubahan aturan ini dengan salah satunya mengundang pihak terkait seperti asosiasiTV dan radio. 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menuturkan bahwa revisi ini untuk mewujudkan konten siaran yang berkualitas. Namun demikian, revisi ini juga harus membawa kemanfaatan maksimal jadi perlu waktu yang cukup memadai. 

“Semangat merevisi tapi semangat dalam proses pembahasan. Teknis harus ada kesepakatan, semangatnya berujung pada kesepakatan yang sama dalam legacy mendorong penyiaran yang lebih baik,” harapnya.

Sementara itu, Wakil dari ATVSI, Gilang Iskandar, berharap revisi P3SPS dapat menunggu perubahan dari UU Penyiaran. Selain itu, ATVSI juga meminta waktu untuk menyelesaikan usulan tentang pedoman penyiaran ini secara internal. “Saat ini, kami sedang usulkan P3SPS jadi biar dulu kami selesaikan,” pintanya.

Ketua Umum ATVNI, Rikard Bagun, mengatakan proses revisi P3SPS dapat berjalan pararel antara draft yang dibuat KPI dengan industri yang ujungnya akan disinkronisasi. Dia pun meminta proses revisi ini tidak berjalan cepat. “Karena saat ini situasinya pandemi, mestinya harus ada pertemuan, kalau bicara lewat zoom kurang rasanya jadi lebih baik ketemu langsung. Kalau dari pihak KPI sedang menyusun, lalu industri memproses, tinggal finalisasi dipadukan dalam sintesa yang kita butuhkan,” katanya.

Ketua Umum ATVDI, Eris Munandar, menyatakan secara prinsip pihaknya sepakat dengan perubahan P3SPS karena memang harus. Namun begitu, dia berharap agar produk ini mendekati sempurna maka harus memperhatikan hal lain yang punya pengaruh yakni revisi UU Penyiaran. “Kita belum jelas apa yang dibongkar habis, kalau revisi ditetapkan maka akan ada adaptasi lagi dan perlu waktu yang tidak sedikit,” ujarnya.

Selain itu, KPI juga mendapat masukan dari perwakilan ATVLI, ATVJI, PRSSNI dan JRKI. Rata-rata masukan yang disampaikan ke KPI hampir sama yakni perlunya waktu dan menunggu perubahan dari UU Penyiaran. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran “Morning Update” di iNews TV. Program ini dinilai melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 karena menayangkan cuplikan adegan ciuman bibir dan perkelahian dengan senjata. Hal itu dijelaskan KPI dalam surat teguran untuk program bersangkutan yang telah disampaikan ke iNews TV, beberapa waktu lalu.

Dalam surat sanksi diterangkan adegan ciuman bibir ditemukan Tim Pemantauan KPI Pusat pada “Morning Update” tanggal 08 September 2021 pukul 09.49 WIB yang menyajikan informasi tentang “Film-Film yang Bertemakan Mimpi”. Dalam informasi itu terdapat cuplikan video seorang pria dan wanita sedang berciuman bibir. Selain itu, pada 30 Agustus 2021 pukul 09.51 WIB, KPI menemukan tayangan video adegan perkelahian antara dua orang pria dan yang saling menodongkan senjata. Dua cuplikan adegan tersebut dinilai telah menabrak 12 pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan ciuman bibir tersebut telah melanggar ketentuan tentang pembatasan siaran bermuatan seksual, penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan, serta kesusilaan. Bahkan, dalam Pasal 18 Standar Program Siaran (SPS) KPI ditegaskan bahwa program siaran yang memuat adegan seksual dilarang menampilkan adegan ciuman bibir.

“Setiap lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelanggaran dan pembatasan program siaran bermuatan seksual. P3SPS ini tidak mentolerir adanya adegan ciuman bibir. Jadi, kami memutuskan memberi sanksi teguran untuk program Morning Update,” jelas Mulyo.

Selain itu, kata Mulyo, acara “Morning Update” dengan klasifikasi R atau remaja ditayangkan pada waktu pagi yang merupakan jam-jam ramah anak. Artinya, harus ada kepekaan dan kehati-hatian sebelum program tersebut tayang. “Apakah isinya sudah layak dan aman serta ramah terhadap anak maupun remaja. Hal ini harus jadi perhatian lebih karena klasifikasi acara ini berlabel R dan tayang pada waktu pagi,” ujarnya.

Berdasarkan ketentuan dalam P3SPS KPI, setiap program berklasifikasi R harus berisikan nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. Selain itu, program dengan kategori R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta iNews dan stasiun TV agar menguatkan quality control dan sensor internal masing-masing TV untuk menghindari kejadian serupa terulang. “Keberadaan anak harus diperhatikan dalam program yang tayang pada jam anak,” katanya. ***

 

Jakarta – Keragaman masyarakat di Indonesia seharusnya dapat tergambar dalam keragaman konten siaran televisi. Publik seharusnya mendapatkan banyak variasi konten siaran baik dalam variasi bentuk program atau pun variasi dan kreativitas dalam sebuah ide cerita. Namun kenyataan saat ini, justru konten siaran di televisi terjebak pada perilaku meniru, atau copy dan paste

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis menyampaikan hal tersebut saat menerima perwakilan Parlemen Remaja dari daerah pemilihan Jawa Barat di kantor KPI Pusat, di Jakarta, (1/10). Dalam memaparkan realitas konten siaran tersebut, Yuliandre juga mengungkapkan bahwa sinetron di Indonesia dikenal sebagai program drama seri paling panjang di dunia. Ini dikarenakan adanya kecenderungan para pengelola televisi untuk memperpanjang jumlah episode sinetron yang berhasil mendapat rating tinggi. “Kita punya pengalaman bagaimana sebuah judul sinetron dapat diproduksi hingga ribuan episode,” ucap Yuliandre sambil menyebut judul sinetron dimaksud. 

Sementara konten-konten luar negeri yang masuk ke ruang-ruang siar kita melalui berbagai platform media, justru punya strategi yang berbeda. Drama korea misalnya, ujarnya, mampu konsisten pada jumlah episode yang tidak terlalu panjang namun memiliki nilai dan pesan yang kuat bagi publik. Kepada perwakilan Parlemen Remaja yang merupakan siswa sekolah menengah atas ini, Yuliandre menegaskan bahwa dunia penyiaran di negeri ini membutuhkan sumber daya manusia dengan skill kreatif yang tinggi agar dapat mengubah wajah layar kaca menjadi tidak saja lebih menarik, tapi juga sarat dengan pesan positif yang kuat bagi publik. Selain itu, tentu saja, orisinalitas konten siaran kita harus lebih ditingkatkan, tegasnya. 

Parlemen Remaja yang dipimpin oleh Ketuanya, M Azhar Zidane, menyampaikan beberapa pertanyaan diantaranya terkait revisi undang-undang penyiaran. Di awal diskusi, Zidane menyampaikan pendapatnya tentang dinamika regulasi penyiaran dan kewenangan regulator yang ditetapkan oleh undang-undang. “Ada penilaian bahwa makin kesini kewenangan KPI sebagai regulator penyiaran makin dikerdilkan. Hal ini dikarenakan tidak adanya kewenangan untuk KPI mencabut izin penyelenggaraan penyiaran,” ujarnya. 

Untuk pertanyaan ini, Yuliandre memaparkan tentang pola pembagian kewenangan antara KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menata penyiaran. “Bagaimana pun juga Kominfo tidak dapat mencabut izin kalau tidak ada rekomendasi dari KPI,” ujarnya. 

Pertanyaan lain disampaikan Joya Josephine mengenai posisi KPI dalam rencana pengaturan konten media multiplatform. Adapun pertanyaan dari Megumi Shallominova tentang kesanggupan KPI menertibkan konten-konten siaran dari luar negeri, termasuk saat dimulainya penyiaran digital ke depan. Selain pertanyaan, Padli Yasin Fadillah selaku perwakilan dari Tasikmalaya mengusulkan tentang pengaturan konten mistik, horror dan supernatural. Padli berpendapat, seharusnya muatan MHS tersebut dapat dimintakan kepada lembaga penyiaran untuk dikemas lebih kreatif. Menurutnya, banyak khazanah lokalitas daerah di Indonesia yang sarat dengan konten MHS. “Jika dikemas lebih kreatif dan edukatif atau dalam bentuk animasi, tentu memungkinkan untuk disiarkan di luar jam 22.00 sehingga dapat ditonton lebih banyak orang,” ujar Padli. 

Yuliandre menjawab dengan gamblang beragam pertanyaan Parlemen Remaja ini. Termasuk menjelaskan bagaimana proses penyusunan regulasi penyiaran yang mengikutsertakan berbagai pemangku kepentingan penyiaran. “KPI tidak membuat regulasi semaunya dan asal ketok saja. Kita harus memastikan seluruh stakeholder memahami regulasi yang disusun, sehingga ikut berkomitmen pula menaati aturan tersebut,” terangnya. Dirinya juga menegaskan bahwa regulasi yang dibuat bukan untuk mempersulit industri penyiaran. Secara pribadi, dia menilai pengaturan terhadap multiplatform media harus segera dibuat. “Tentu tidak adil jika televisi free to air milik dalam negeri harus menaati aturan penyiaran yang demikian ketat, tapi konten siaran dari luar yang hadir melalui teknologi over the top (OTT) dan streaming, dapat disiarkan secara bebas tanpa aturan sama sekali,” ujarnya.  Yuliandre berharap dengan adanya aturan untuk siaran dan konten pada media multiplatform dapat memunculkan ruang kompetisi yang lebih adil dalam dunia penyiaran. /Editor:MR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Trans TV untuk jeli dan berhati-hati ketika memutuskan menayangkan film berklasifikasi R atau remaja dengan konteks kekerasan yang massif. KPI menilai film dengan muatan demikian tidak layak tayang pada jam ramah anak atau di bawah jam 10 malam. 

Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menanggapi surat sanksi teguran tertulis kedua yang diberikan KPI untuk program acara “Bioskop Spesial Trans TV: Homefront”, Senin (27/9/2021). 

Mulyo menjelaskan alasan pihaknya memberi sanksi teguran kedua untuk program acara berklasifikasi R ini lantaran adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Pelanggaran tersebut ditemukan pada 02 Agustus 2021 mulai pukul 19.30 WIB yakni berupa adegan saling tembak-menembak menggunakan senjata api dengan intensitas yang tinggi. 

“Memang jika melihat konteks filmnya adalah drama aksi dan pastinya akan banyak tembak-menembak. Namun yang harus diperhatikan secara menyeluruh dari isi film seperti ini adalah waktu penayangannya. Semestinya, jam yang pas untuk menayangkan film ini di atas jam 10 malam atau dewasa. Saya rasa, klasifikasi R yang diberikan untuk film ini tidak tepat,” ujar Mulyo.

Menurut Mulyo, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dan remaja dalam setiap aspek produksi siaran. Ini artinya, semua bentuk film yang akan ditayangkan pada waktu R harus sesuai dan ramah terhadap mereka. “Muatan dan gaya penceritaan serta muatannya mesti selaras dengan perkembangan psikologis mereka,” tukas Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran ini.

Dia menyampaikan bahwa program siaran dengan klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. 

“Ini yang harus kita perhatikan dan pahami bahwa tidak semua film dengan klasifikasi R itu tepat dan manfaat untuk penonton usia dini atau remaja. Saya pikir aturan penyiaran ini harus dipahami secara utuh dan jelas oleh lembaga penyiaran. Aturan ini untuk melindungi penonton seperti mereka dan karenanya kehati-hatian perlu dikedepankan sebelum penayangan,” tandas Mulyo Hadi. ***

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.