- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 10569
Jakarta - Kala itu adalah tahun 2008, publik Indonesia dihebohkan dengan berita duka meninggalnya mantan presiden Indonesia ke–2, Soeharto. Sepuluh jam kemudian, Indonesia kehilangan sosok pentingnya, ia adalah pria yang berjasa menyebarluaskan kabar kemerdekaan Indonesia ke dunia luar.
Ia tak lain adalah Mohammad Yusuf Ronodipuro, seseorang yang telah berjasa bagi Indonesia karena telah menyebarkan kabar merdekanya Indonesia tak lama setelah teks proklamasi dibacakan oleh Sukarno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945.
Yusuf lahir di Salatiga pada 30 September 1919 kala negeri kita tengah dijajah pemerintah kolonial Belanda.
Memasuki masa penjajahan Jepang, Yusuf yang memiliki minat dalam bidang jurnalistik memutuskan pada tahun 1943 untuk bekerja sebagai seorang wartawan Hoso Kyoku, sebuah radio militer milik pemerintah kolonial Jepang di Jakarta.
Pada 9 Agustus 1945 Kekaisaran Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu, setelah tiga hari sebelumnya kota Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom milik sekutu, negeri “Matahari Terbit” itu memutuskan untuk mengaku kalah dalam perang dunia kedua.
Sayangnya berita kekalahan Jepang belum terdengar hingga khalayak umum Indonesia, sebab pada masa itu pendengar radio di Indonesia belumlah banyak.
Beruntunglah Yusuf termasuk orang Indonesia yang mengetahui kabar gembira ini, dari rekanya yang bernama Mochtar Lubis, ia kemudian menyebarkan kabar ini kepada para pejuang di markas mereka yang dikenal dengan nama Menteng 31.
Terdengarnya kabar menyerahnya Jepang kepada Sekutu, membangkitkan semangat para pejuang untuk menyegerakan kemerdekaan Indonesia, terutama mereka–mereka yang berasal dari golongan pemuda.
Momen yang ditunggu itupun tiba, pada 17 Agustus 1945, Republik Indonesia menyatakan kemerdekaanya. Dengan dibacanya teks proklamasi oleh Sukarno dan Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaanya.
Namun merdekanya Indonesia ini belum diketahui oleh dunia luar, sehingga pengakuan atas kemerdekaan Indonesia oleh bangsa lain belum didapatkan.
Yusuf kala itu belum mendengar kabar akan merdekanya Indonesia, ia dan rekan–rekan lainnya di Hoso Kyoku terjebak dari gedung kerja mereka karena tidak diperijinkan untuk keluar oleh Kempetai.
Namun tiba–tiba datanglah utusan Adam Malik bernama Syahrudin untuk menemui Yusuf, ia berhasil menembus penjagaan pihak Jepang di Hoso Kyoku, lalu diberikanlah selembar surat pendek berisi teks proklamasi ini kepada Yusuf.
Atas perintah Adam Malik, Yusuf ditugaskan untuk menyebarluaskan pernyataan merdekanya bangsa Indonesia kepada dunia luar melalui radio, namun dalam prosesnya Yusuf menghadapi kendala, pasalnya studio siaran di Hoso Kyoku tidak terhubung lagi dengan pemancarnya.
Beruntunglah ada seorang teknisi yang dapat mengutak–atik pemancarnya sehingga dapat terhubung kembali.
Setelah segalanya telah dipersiapkan, pada pukul 19.00, Yusuf mulai menyebarluaskan kabar kemerdekaan ini melalui radio.
Selain menggunakan bahasa Indonesia, Yusuf juga menggunakan bahasa Inggris agar pesan yang ia sampaikan dapat dipahami oleh dunia Internasional.
Radio–radio internasional di Inggris, Amerika, dan Singapura berhasil mendengar siaran radio Yusuf. Kabar merdekanya Indonesia pun disebarkan lagi oleh radio–radio internasional ini.
Upaya Yusuf dalam menyebarluaskan kabar ini bukanlah tanpa konsekuensi. Yusuf dan rekan–rekannya yang membantu dalam penyebarluasan kabar ini kemudian ketahuan oleh pihak Jepang dan diberikan hukuman fisik.
Yusuf merupakan salah satu yang menerima hukuman paling berat, ia disiksa habis–habisan, seorang perwira Jepang telah mengeluarkan katana miliknya untuk memenggal kepala Yusuf.
Beruntunglah datang Letkol Tomo Bachi, pimpinan Hako Kyoku kala itu, ia kemudian memerintahkan untuk membebaskan Yusuf.
Kesukaan antar Yusuf dengan Letkol Tomo Bachi dalam hal opera dan musik klasiklah yang menyelamatkan Yusuf dari akhir hidupnya.
Kesukaan yang sama ini membuat Yusuf memiliki hubungan yang baik dengan Letkol Tomo Bachi sehingga Yusuf kemudian diperbolehkan pulang walaupun ia dalam kondisi baju robek, gigi copot dan pincang.
Meski nyawanya hampir hilang, keinginan Yusuf untuk berbakti pada negaranya tak berakhir. Pada 23 Agustus 1945, bersama beberapa orang lainya, Yusuf mendirikan radio Suara Merdeka Indonesia. Melalui radio ini, kabar akan Indonesia merdeka dalam bahasa Inggris dikumandangkan ke seluruh dunia.
Melalui radio ini pula, Sukarno pada 25 Agustus 1945 mengumandangkan pidato pertamanya di radio kepada khalayak banyak.
Didirikannya Suara Merdeka Indonesia ini, menyebabkan stasiun radio kecil milik Jepang di berbagai daerah dipergunakan untuk menyebarluaskan kabar kemerdekaan Indonesia bagi masyarakat di sekitar daerah tersebut.
Lalu pada 11 September di tahun yang sama, Yusuf bersama Abdulrachman Saleh, Maladi dan Brigjen Suhardi, mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI).
RRI sendiri didirikan dengan tujuan yang berorientasi demi kepentingan masyarakat Indonesia. Slogannya yang terkenal, yaitu “Sekali di Udara, Tetap di Udara”, juga merupakan buatan Yusuf.
Penyebaran kabar kemerdekaan Indonesia melalui radio ini kemudian menuai hasil, pada 1946, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara resmi, lalu Palestina ikut serta mengakui, negara Timur Tengah lainnya pun mengikuti, lalu India kemudian juga mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah jasanya terhadap Indonesia, pada 1950, Yusuf ditugaskan menjabat sebagai Kepala Stasiun RRI. Dimasa kepemimpinan jabatannya, ia berhasil membujuk Presiden Soekarno untuk merekam beliau membacakan teks proklamasi. Hal ini menjadikan RRI sebagai satu–satunya yang memiliki rekaman deklarasi kemerdekaan yang Soekarno bacakan.
Setelah dipercaya memimpin RRI, Yusuf dipercaya menjadi Sekjen Departemen Penerangan di Departemen Luar Negeri RI. Ia ditugaskan di daerah–daerah penting seperti London dan markas besar PBB di New York.
Selama masa kepemimpinan Indonesia di bawah Soeharto, Yusuf kemudian dipercaya sebagai Duta Besar RI bagi Argentina di Buenos Aires.
Ia bersama tokoh bangsa lainya juga kemudian mendirikan lembaga non pemerintah dan otonom bernama L3PES (Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial).
Yusuf kemudian memutuskan pensiun dari pekerjaan terakhirnya sebagai Duta Besar pada 31 Mei 1976.
Ia kemudian menikmati masa tuanya hingga meninggal pada 28 Januari 2008 akibat penyakit kanker paru–paru dan stroke yang ia derita. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Pria yang begitu berjasa bagi bangsa Indonesia ini, sehari–harinya dikenal sebagai pria ramah yang suka tersenyum dan bergurau dengan orang disekitarnya. Ia meninggalkan istrinya bernama Siti Fatma Rassat, tiga anak, dan tujuh cucu.
Pada tahun 2012, ia diberikan Anugerah Lifetime Achievement oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atas jasanya bagi Indonesia terutama dalam bidang penyiaran di tanah air. Red dari Nationalgeograpic.co.id