- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 30021
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat menjadi narasumber asistensi yang diselenggarakan Divisi Humas Polri di Hotel Diradja, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi perlindungan terhadap etika profesi yang dimiliki profesi tertentu dalam isi siaran. Upaya ini untuk menghindari terjadinya tindak pelecehan, kesalahan atau pendiskriditan terhadap profesi tersebut terutama bagi etika profesi yang diatur dalam perundang-undangan.
Pernyataan itu ditegaskan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, di depan peserta acara diskusi yang diselenggarakan Divisi Humas Polri di Hotel Diradja, di kawasan Mampang, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Diskusi tersebut bertajuk “Dalam Rangka Menjaga Citra Positif Polri Melalui Asistensi Terhadap Rumah Produksi Kreatif Film Agar Tidak Kontraproduktif”.
Mulyo menjelaskan adalah kewajiban lembaga penyiaran untuk menghormati etika profesi yang dimiliki profesi tertentu yang ditampilkan dalam isi siarannya. Kewajiban ini dimuat dalam aturan KPI di dalam Standar Program Siaran (SPS) Pasal 10. “Jangan sampai terjadi hal yang merugikan dan menimbulkan dampak negatif di masyarakat karena profesi tersebut diciderai dalam siaran,” tuturnya.
Dia menegaskan, KPI akan melakukan tindakan tegas berupa sanksi kepada siaran yang melakukan pelanggaran terhadap etika profesi tertentu tersebut seperti profesi polisi dalam tayangan. “Kami akan memberi teguran jika ada yang menciderai profesi polisi meskipun hal itu produk kreatif. Harus ada etika yang patut dan disesuaikan dengan SOP yang berlaku. Hal ini perlu jadi catatan bagi pembuat konten yang ada di rumah-rumah produksi,” jelas Mulyo.
Menurut catatan pengaduan dan pemantauan KPI Pusat, ditemukan cukup banyak pelanggaran terhadap citra polisi dalam siaran terutama dalam tayangan live atau langsung. Bahkan, KPI telah memberi sanksi pada beberapa program yang kedapatan melanggar aturan tentang profesi tertentu tersebut.
“Jika berdalih itu sebagai produk kreatif dan harus berbeda dengan yang semestinya, saya perlu menekankan rumus dari Perancis yang menyatakan bahwa setiap cerita atau adegan harus semeyakinkan mungkin,” papar Mulyo.
Komisioner bidang Isi Siaran ini menekankan pentingnya mengedepankan unsur edukasi dan kualitas dalam isi siaran. Karenanya, tidak boleh ada pendiaman terhadap persepsi yang negatif karena hal ini akan membentuk pandangan masyarakat menjadi buruk.
Kepala Divisi Humas Polri, Muhammad Iqbal, mengatakan pihaknya berharap tayangan terkait polisi harus sesuai dengan etika dan SOP. Keselarasan ini dinilai akan membentuk pandangan yang benar dan tepat terhadap profesi polisi. “Media bisa mempengaruhi ini,” katanya saat membuka diskusi.
Sementara itu, narasumber dari Polri, Dedy S, menjelaskan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan semuanya telah diatur dalam peraturan yang dikeluarkan Polri. Aturan dan SOP tersebut dapat menjadi bahan perhatian dan masukan bagi pembuat film atau program siaran ketika menggambarkan profesi polisi.
“Jangan sampai terjadi kesalahan ketika membuat film misalnya ketika menggunakan atribut pangkat. Karena terkadang berbeda dengan apa yang ditayangkan di film,” tambahnya. ***