- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 3501
Jakarta – Setelah Padang dan Bandung, KPI Pusat melanjutkan kembali diskusi kelompok terpumpun atau FGD Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV tahun 2020 untuk Kota Jakarta, Medan dan Banjarmasin. Kelompok diskusi yang pesertanya terdiri atas informan ahli dari kalangan akademisi akan menilai sampel program siaran TV periode waktu siaran antara Januari hingga Maret 2020.
Dari diskusi dan kajian informan ahli di tiga kota itu dihasilkan beberapa catatan kritis pada sejumlah kategori program acara. Riset tahun ini, KPI memberikan 477 sampel tayangan yang dibagi menjadi 9 kategori program yakni Program Berita, Talkshow Berita, Talkshow Non Berita, Sinetron, Anak, Religi, Wisata Budaya, Infotainmen, dan Variety Show, untuk dinilai informan ahli.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan FGD ini merupakan proses penilaian terhadap program acara TV yang masuk dalam kajian riset KPI tahun 2020. Menurutnya, proses ini sangat strategis dan menentukan seperti apa kualitas siaran TV. “Kita berharap kualitas siaran di tahun ini meningkat dan terus meningkat untuk tahun berikutnya,” katanya saat membuka FGD Riset Indeks Kualitas Program TV untuk Kota Jakarta yang bekerjasama dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Senin (13/7/2020) lalu.
Selain peningkatan kualitas, hasil dari riset ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengiklan agar mau beriklan pada program siaran yang tepat, berkualitas dan sesuai referensi dari hasil riset KPI. “Yang jadi kritik kami adalah tayangan yang tidak berkualitas justru dapat rating tinggi dan iklan. Kita berusaha untuk merubah hal ini. Ini bagian dari gerakan moral. Dan ke depan, diharapkan antara kualitatif dan kuantitatif dapat berimbang,” jelas Agung Suprio.
Agung juga meminta tim penilai riset atau informan ahli untuk memberikan penilaian secara obyektif dan sebaik mungkin. “Kami berharap riset ini memotret konten dengan utuh dan membuat score dengan baik,” tandasnya.
Dalam FGD riset kota Banjarmasin, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menekankan pentingnya keseriusan menilai sampel tayangan agar data yang dihasilkan mencerminkan kualitas TV yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Sekarang yang sedang diteliti adalah 15 induk jaringan televisi. Kita tahu penyiaran di Indonesia mungkin terbanyak di dunia dan kemungkinan akan bertambah dua atau tiga kali lipat yang akan kita ukur. Kali ini dilakukan secara kualitatif mungkin ke depan menjadi kuantitatif,” jelasnya pada informan riset yang sebagian besar akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), Kamis (16/7/2020) kemarin.
Reza juga menyatakan hal yang sama soal riset ini bahwa hasilnya akan menjadi patokan serta wawasan dalam melihat TV. Menurutnya, lembaga penyiaran harus mampu mewujudkan moral bangsa agar menjadi lebih baik dengan menyuguhkan publik tontonan yang layak dan berkualitas.
Dalam kesempatan itu, Rektor Unlam, Sutarto Hadi, mengatakan peran lembaga penyiaran sebagai media pembentuk karakter bangsa. Karenanya, tanggungjawab besar ini harus dibayar media dengan menghadirkan konten siaran yang berkulalitas. “Ke depan siaran TV harus menjadi bagus. Memang kita akui TV kita harus bersaing dengan TV dari negara lain dan jika kualitas TV nasional jauh dari mancanegara tentunya akan ditinggalkan masyarakat. Ini akan berakibat fatal pada nilai-nilai nasionalisme. Suatu saat akan luntur. Tapi kita harus optimis dengan TV kita,” tambahnya.
Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, yang bertanggunjawab mengawal FGD riset di Kota Medan, ikut andil mendiskusikan program acara berbau mistik, horor dan supranatural (MHS). Menurutnya, tayangan MHS menjadi perhatian utama KPI karena sekarang begitu dieksploitasi. “Apalagi sekarang sudah ada yang masuk ke tayangan infotaimen,” katanya di FGD riset Kota Medan, Senin (13/7/2020).
Dia juga memberi catatan untuk program acara anak di TV yang didominasi konten luar negeri. Persoalan biaya produksi kartun yang mahal menjadi masalah bagi lembaga penyiaran sehingga mereka memilih impor. Padahal, tidak semua tayangan kartun luar sesuai dengan koridor dan budaya kita. Selain itu, masih ada tayangan anak yang menjurus pada tayangan kekerasan. ***