- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4719
Bandung - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mendukung Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai bentuk pengawalan terhadap lembaga penyiaran televisi. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam Ekspos Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode 1 tahun 2020, yang digelar secara virtual, (8/12/2020). Turut hadir dalam acara ini antara lain, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Boy Rafli Amar, Komisioner KPI Pusat, dan Para Ketua Asosiasi dari Lembaga Penyiaran.
Suharso menegaskan, kegiatan ini merupakan salah satu program prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, dan akan terus dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hingga tahun 2024. Hasil riset ini akan bermanfaat apabila dijadikan acuan bagi lembaga penyiaran, khususnya televisi dalam memproduksi program siaran yang tidak hanya menghibur, namun juga memberikan informasi dan mendidik,” ujar Kepala Bappenas.
Oleh karena itu, diharapkan KPI dan mitra-mitra terkait untuk terus menciptakan iklim kondusif bagi berkembangnya kualitas program yang berpihak kepada kepentingan publik. Selain itu, hasil riset ini juga harus dijadikan bahan literasi bagi masyarakat, sehingga masyarakat semakin cerdas dalam memilah dan memilih program siaran atau tontonan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam kesempatan Ekspos Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode pertama tahun 2020, KPI menyampaikan telah terjadi peningkatan nilai indeks yang cukup siginifan terhadap sembilan kategori program siaran yang diteliti. Secara umum, dalam riset periode pertama di tahun 2020 nilai yang didapat adalah 3,14, dan ini menjadi nilai indeks tertinggi yang dicapai stasiun televisi sejak pertama kali riset digelar tahun 2017.
Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela mengatakan, KPI mengapresiasi capaian yang didapat dari hasil riset ini. Apresiasi ini, ujar Hardly, disampaikan tidak saja untuk lembaga penyiaran khususnya stasiun televisi yang telah menggunakan hasil riset untuk terus menerus memperbaiki konten siaran, tapi juga kepada masyarakat yang menjadikan riset ini sebagai panduan dalam memilih konten siaran.
Pergerakan positif dari nilai indeks kualitas program siaran ini, ujar Hardly menunjukkan ada usaha yang besar oleh televisi dalam memperbaiki diri. Apalagi, tambah Hardly, hasil riset merupakan penilaian obyektif yang didasarkan pada kaidah ilmiah.
KPI telah mengagendakan penyampaian hasil riset ini pada seluruh stakeholder penyiaran, termasuk pengelola televisi. “Agar dalam proses produksi siaran tidak hanya memperhatikan rating share dan jumlah pemirsa, namun juga menjadikan kepatuhan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) sebagai pertimbangan utama. Sehingga dapat dihasilkan program siaran berkualitas dan memberi inspirasi bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutur Hardly.
Secara khusus Hardly menyampaikan bahwa hasil riset ini merupakan bahan literasi dan referensi . “Kami berharap terjadi relasi yang dinamis antara proses produksi dan pilihan penonton yang distimulasi oleh hasil riset ini,”terangnya. Dengan demikian dapat mengantarkan dinamika penyiaran yang semakin baik dari waktu ke waktu.
Lebih lanjut Hardly mengungkap, jika telah terwujud relasi yang dinamis antara penonton dan tontonan yang mendorong peningkatan kualitas konten, maka harapan selanjutnya dari KPI adalah terbentuknya ekosistem penyiaran yang memungkinkan tumbuhnya industri penyiaran yang sehat. “Kami berharap pada pengiklan sebagai bagian ekosistem industry penyiaran free to air, dapat menjadikan hasil riset ini sebagai pertimbangan dalam penempatan iklan,” tegasnya.
Bicara soal penempatan iklan, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indoensia (P3I) Janue Arijanto menyampaikan tanggapan tentang hasil riset yang diselenggarakan KPI ini. Menurut Janu, pengiklan saat ini bekerja memang berdasarkan pada penilaian matematis, seperti rating, jumlah penonton dan keterikatan atau engagement. Riset yang dilakukan KPI dengan menghasilkan nilai-nilai indeks untuk setiap program siaran, ujar Janu, dapat menjadi penyeimbang. Dalam perancangan komunikasi media, tentunya memiliki tujuan dan mengusung moral dalam komunikasi. “Kita juga mengenal brand safety,”terangnya. Karenanya jangan sampai kampanye atau iklan yang kita tempatkan menyasar pada konten-konten yang bermasalah baik secara politik, moral dan sosial. Dirinya sangat menyayangkan kalau hasil riset ini hanya dapat dikonsumsi oleh KPI. Untuk itu Janu mengusulkan agar KPI dapat menyebarluaskan hasil indeks ini ke para pengiklan dan juga para perancang media atau media planner. Dengan demikian mereka juga paham bahwa sudah ada matriks penilaian terhadap kualitas siaran televisi yang harus juga dijadikan pertimbangan.