Jakarta - Usaha melakukan perubahan perilaku masyarakat agar selaras dengan protokol pencegahan penyebaran Covid19, memerlukan dukungan dari lembaga penyiaran yang menjadi rujukan masyarakat. Lembaga penyiaran diharapkan memberin narasi yang tegas bahwa kondisi pandemi saat ini belum berakhir. Dengan demikian timbul kesadaran pada masyarakat untuk tetap disiplin menjaga diri agar tidak tertular Covid19.  

Hal tersebut mengemuka dalam sosialisasi yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada lembaga penyiaran mengenai Keputusan KPI Pusat Nomor 12 tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran Dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia mengatakan, KKPI ini merupakan tindak lanjut serta penegasan dari dua surat edaran sebelumnya terkait peran serta lembaga penyiaran dalam kondisi pandemi ini. 

Menurut Irsal, KPI berkepentingan untuk mengingatkan kembali pada lembaga penyiaran tentang protokol pencegahan Covid mengingat perkembangan terbaru dari persebaran virus ini semakin tinggi. Irsal mengapresiasi kontribusi televisi dan radio dalam menghadirkan iklan-iklan layanan masyarakat dengan muatan edukasi Covid19. Namun demikian, data di KPI menunjukkan beberapa program siaran di televisi tidak lagi disiplin dalam penegakan protokol pencegahan Covid. Padahal, televisi memiliki efek imitasi yang sangat besar pada publik. 

Hal ini disetujui oleh Sonny Hary B. Harmadi dari Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 yang menilai media punya peran penting dalam mengubah perilaku masyarakat dalam rangka pencegahan persebaran virus ini. Sonny berharap lembaga penyiaran dapat bersikap tegas pada pengisi acara yang tidak mau menggunakan masker saat penyiaran bersiaran. “Jika ada perilaku abai menggunakan masker atau tidak menjaga jarak yang muncul di televisi, akan berpotensi ditiru oleh masyarakat,” ujarnya. Sonny mengkhawatirkan, jika perilaku abai ini terus menerus muncul di televisi, maka masyarakat akan memiliki persepsi yang salah. “Seakan-akan semuanya sudah normal dan pandemi ini segera berakhir,” tukasnya. 

Sonny sendiri mengapresiasi hadirnya KKPI sebagai panduan bagi televisi dan radio untuk menyiapkan siarannya. Dia berharap, lembaga penyiaran dapat menghadirkan siaran kreatif yang menginspirasi masyarakat untuk tetap disiplin mencegah persebaran Covid ini. Dia mengusulkan agar televisi dan radio mengangkat kisah masyarakat kelas menengah bawah yang susah payah berjuang dalam mematuhi protokol kesehatan.

 

Dalam kesempatan itu hadir pula Prof. dr. Meiwita Paulina Budiharsana selaku Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 yang menyampaikan tentang bahaya sindrom paska Covid19 atau after effect syndrome.  Selain gejala fatigue (cepat lelah), sesak napas, dan nyeri dada, Meiwita mengingatkan adanya Brain Fog, atau kabut pada otak. Kondisi ini, ujar Meiwita akan membuat orang sulit berpikir atau tidak tahu harus berfikir apa. Hal ini tentu saja berpotensi menimbulkan frustrasi dan depresi. Padahal pekerjaan di industri televisi membutuhkan kreativitas tinggi yang harus didukung dengan kemampuan berpikir yang prima. “Kalau sampai terjadi memory problem atau brain fog, tentu lembaga penyiaran akan kehilangan orang-orang cerdasnya,” ungkap Meiwita. Karenanya dia sangat berharap agar Covid ini tidak dipandang remeh, agar industri penyiaran ini tidak kehilangan potensi cerdas dan kreatif. 

Panjangnya waktu yang dihadapi dalam pandemi ini, sangat dipahami oleh Meiwita akan menyebabkan turunnya tingkat kepatuhan di masyarakat. Dalam kondisi seperti inilah, peran lembaga penyiaran menjadi sangat penting untuk terus memberikan peringatan. “Keep reminding,” ujar Meiwita. Lembaga penyiaran menjadi tumpuan harapan, karena dapat menjangkau ratusan juta penduduk setiap hari. 

Beberapa perwakilan dari lembaga penyiaran menyampaikan pertanyaan dan masukan atas KKPI yang disosialisasikan hari ini. Diantaranya tentang perbedaan ketentuan antara KKPI dengan surat edaran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika soal batas maksimal orang yang hadir dalam ruangan. Irsal memberikan penjelasan bahwa pengaturan batas maksimal tersebut agar tidak terjadi penumpukan dalam studio kecil yang ada di televisi.  Hal tersebut, ujar Irsal, agar tampilan keberadaan penonton di layar televisi tidak terlihat ramai. “Yang jelas, pesan yang ingin disampaikan adalah agar tidak terjadi penumpukan,” tambahnya. 

KPI sendiri sangat mengapresiasi kerja keras lembaga penyiaran untuk tetap patuh pada protokol kesehatan. Bahkan dalam Anugerah KPI 2020, secara khusus terdapat penghargaan pada lembaga penyiaran yang peduli terhadap pandemi. Dalam penutup sosialisasi Mulyo berharap dengan adanya peningkatan dari surat edaran menjadi KKPI ini, lembaga penyiaran dapat memberikan contoh kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Secara khusus Mulyo juga mengingatkan televisi dan radio agar memberikan informasi dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. “Pendapat pribadi ataupun opini pribadi soal Covid sebaiknya tidak disampaikan secara gegabah di televisi dan radio,” pungkas Mulyo.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.