Bandung - Keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang professional di bidang penyiaran adalah salah satu tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seperti yang diamanatkan dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Untuk itu, KPI harus mampu membuat sebuah disain sistem pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran dengan mewujudkannya dalam bentuk regulasi. Hal tersebut mengemuka dalam seminar bidang kelembagaan pada Rapat Pimpinan (Rapim) KPI, di Bandung (1/3), yang bertajuk standarisasi kompetensi profesi penyiaran dan kode etik KPI.

Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini, Bekti Nugroho (Koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat), Mochamad RIyanto (Mantan Ketua KPI Pusat), Imam Wahyudi (Dewan Pertimbangan Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia/ Dewan Pers). Menurut Riyanto, rencana KPI Pusat menyusun standarisasi kompetensi profesi penyiaran merupakan langkah maju, Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang sedang menyusun Standar Kompetensi Kinerja Nasional Indonesia (SKKNI). Untuk itu, RIyanto menilai, KPI sebaiknya bekerjasama dengan asosiasi-asosiasi profesi untuk menyusun standarisasi tersebut.

Menurut Bekti Nugroho, kehadiran standar kompetensi profesi penyiaran adalah sebuah usaha KPI untuk meningkatkan kualitas penyiaran di Indonesia. Dalam pandangannya, standar kompetensi dan kode etik ini akan menjadikan marwah KPI kembali berwibawa. Sehingga lembaga penyiaran tidak lagi mengakali sanksi-sanksi KPI seperti yang terjadi pada beberapa program yang selama ini. SElain itu, ujar Bekti, standarisasi ini juga untuk menjaga agar frekuensi ini digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. “Dan itu hanya bisa terjadi dengan keberadaan KPI yang punya wibawa, martabat, kredibilitas dan integritas”, tegasnya. udah

Sementara itu, dalam pemaparannya di hadapan peserta Rapim, Imam Wahyudi menyampaikan bahwa sebagai lembaga yang punya kewenangan untuk menjatuhkan sanksi, KPI memang membutuhkan sebuah aturan yang mengikat semua komisioner pusat dan daerah. Sebagaimana lembaga-lembaga lain seperti Komisi Informasi, Komisi Pemilihan umum, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah memiliki kode etik.

Peserta Rapim menanggapi wacana baru soal standarisasi dan kode etik ini dengan antusias. Menurut Sumeizita, komisioner KPID Sulawesi Selatan, KPI Pusat harus memikirkan kompensasi yang didapat dari standarisasi kompetensi ini bagi para praktisi penyiaran. “Yang pasti, dengan adanya standarisasi ini akan menaikkan nilai tawar mereka”, ujarnya. Untuk itu, kerjasama antara KPI dengan asosiasi lembaga penyiaran juga dilakukan dengan baik dalam pembuatan standarisasi ini. Usul lain yang juga mengemuka adalah dimasukannya masalah kompetensi profesi dan korporasi sebagai salah satu syarat memperoleh izin penyiaran. Sehingga, hanya lembaga penyiaran yang memiliki SDM-SDM penyiaran berkualitas saja, yang dapat menyelenggarakan kegiatan penyiaran. Pendapat ini ternyata disetujui pula oleh Imam Wahyudi. Menurutnya,  selama ini media cetak dapat didirikan dengan mudah tapi tidak demikian dengan media elektronik seperti televisi dan radio yang membutuhkan waktu panjang untuk mendapat izin siar. Imam menilai, seharusnya KPI dapat memasukkan parameter kompetensi ini dalam proses perizinan. Sehingga, masalah-masalah yang muncul di layar penyiaran, dapat direduksi seminimal dan seawal mungkin.  

 

Jakarta – KPI Pusat mengundang SCTV untuk berdikusi mengenai sejumlah tayangan yang perlu diperbaiki serta menyamakan pandang soal implementasi kekerasan dalam mengaplikasikan P3 dan SPS KPI tahun 2012, Jumat, 4 Oktober 2013. Diskusi dihadiri langsung Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, dan Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily, serta perwakilan SCTV, Barnardi dan Huki. Turut hadir Koordinator Pemantauan Langsung KPI Pusat, Irvan Senjaya, serta bagian pengaduan KPI Pusat.

Diawal diskusi, KPI Pusat menayangkan empat cuplikan tayangan dalam program SCTV sekaligus memberikan komentar atas tayangan itu.  Diakhir pertemuan, KPI Pusat menyampaikan berkas aduan dari masyarakat terhadap tayangan di SCTV. Berkas diserahkan langsung Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily. Red

Bandung – Rapim KPI 2013 bidang Isi Siaran bahas poin-poin krusial yang akan dimasukan dalam pedoman penyiaran Pemilu 2014, Rabu, 2 Oktober 2013 di Hotel Grand Preanger, Bandung. Rapat di pimpin langsung Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat yakni S. Rahmat Arifin, Agatha Lily dan Idy Muzayyad.

Adapun poin-poin yang dibahas dalam rapat tersebut yakni mengenai kewajiban menyediakan waktu siaran Pemilu bagi lembaga penyiaran salah satunya menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilu dengan memperhatikan nilai waktu siar serta penggolongan program siaran. “Lembaga penyiaran juga wajib menetapkan perhitungan yang cermat berkenaan kapasitas waktu tayang serta alokasinya dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak merugikan peserta Pemilu,” kata Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat, Rahmat Arifin.

Poin keadilan dan keberimbangan juga masuk dalam pembahasan. Ini dalam hubungannya setiap lembaga penyiaran untuk bersikap adil dan berimbang (proposional) dalam segala bentuk kampanye, sosialisasi dan/atau pemberitaan di lembaga penyiarannya.

Kemudian, Rapim bidang Isi Siaran membahas poin mengenai larangan bersikap partisan bagi lembaga penyiaran terhadap peserta pemilu tertentu. Dalam poin ini dibahas mengenai kewajiban lembaga penyiaran untuk menolak segala bentuk tekanan atau intimidasi dari peserta pemilu atau pihak lainnya yang terkait.

Bahasan lainnya yakni mengenai program siaran khusus yang dibiayai atau disponsori peserta pemilu. Dalam poin ini, ditekankan mengenai larangan bagi lembaga penyiaran menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta pemilu. Lembaga penyiaran juga wajib menetapkan satu satuan harga serta potongan harga dan cara pembayarannya terkait siaran dan iklan pemilu.

Hal-hal lain yang dibahas dalam rapat ini yakni mengenai iklan pemilu, iklan layanan masyarakat, penjadwalan dan pembatasan iklan, larangan penyiaran iklan, penyiaran debat, penyiaran jajak pendapat dan penyiaran quick count. Red

 

J

akarta – Komisi I DPR RI memutuskan untuk mendorong pemerintah untuk melakukan penambahan anggaran bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik melalui anggatan belanja tambahan (ABT) 2013 ataupun melalui anggaran pada tahun 2014. Hal yang sama juga diberikan pada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) guna memberikan prioritas terhadap pemberitaan pemilu 2014 secara adil dan berimbang untuk menyediakan informasi bagi publik. Mahfudz Siddiq, Ketua Komisi I DPR RI menyampaikan hal tersebut sebagai salah satu butir rekomendasi Rapat Dengar Pendapat antara Komisi I DPR RI dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Lembaga Penyiaran Publik (LPP)Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI), Komisi Informasi Pusat (KIP) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dan Dewan Pers (3/10).

Dalam kesempatan tersebut Ketua KPI, Judhariksawan, menyampaikan bahwa KPI akan menyusun pedoman peraturan penyiaran pemilu untuk menjamin spektrum frekuensi radio sebagai ranah publik yang melindungi kepentingan masyarakat.  Apa yang disampaikan Judha tersebut merupakan salah satu rekomendasi dari Rapat Pimpinan (Rapim) KPI yang baru saja selesai dilangsungkandi Bandung (30 September – 3 Oktober 2013).

Judha menambahkan, dalam beberapa waktu terakhir, KPI bersama KPU, Bawaslu dan Dewan Pers telah mengadakan pertemuan rutin yang membahas pengaturan penyiaran pemilu hingga dapat menghasilkan regulasi penyiaran yang adil dalam menyongsong pemilu 2014.”Yang paling penting, hak masyarakat mendapatkan informasi yang netral, adil dan berimbang tentang pemilu yang merupakan kompetisi politik ini, terpenuhi”, ujarnya.

Selain itu, Judha juga menyampaikan langkah-langkah yang dilakukan KPI untuk mengawasi pemanfaatan iklan-iklan politik di lembaga penyiaran, agar tidak melanggar undang-undang. “Kami ingin memastikan semua iklan politik yang muncul di televisi mengedepankan asas keadilan bagi seluruh peserta pemilu”, ucapnya.

Apa yang disampaikan Judha ini senada dengan aspirasi dari anggota Komisi I DPR RI, Chandra Tirta Wijaya. DIkaitkan dengan aturan yang dikeluarkan oleh KPU, tentang pembatasan pemasangan baliho partai dan calon legislatif, Chandra berharap iklan-iklan politik di televisi-televisi yang dimiliki pimpinan partai politik segera dibatasi, baik oleh KPU ataupun KPI. “Saya menghargai adanya pembatasan pemasangan baliho, tapi iklan-iklan politik yang muncul di televisi dan menerabas masuk hingga ke rumah dan ruang-ruang pribadi masyarakat, harus dibatasi”, ujar Chandra.

Pada RDP ini, banyak membahas soal nota kesepahaman antara KPU dan Lemsaneg. Komisi I ingin memastikan kerjasama antar dua lembaga itu bebas dari tekanan dan intervensi pihak manapun, demi berlangsungnya pemilu yang jujur dan adil. Pada bagian penutup, Judha menegaskan kembali komitmen KPI sebagai sebuah institusi negara untuk ikut berperan dalam menyukseskan Pemilu 2014 guna menghadirkan pemimpin baru yang terbaik untuk negara ini.


Bandung - Rapim KPI 2013, dalam diskusi sesi ke 3, Selasa malam, 1 Oktober 2013, bahas tiga agenda penting dalam sistem penyiaran di tanah air yakni pengawasan struktur sistem siaran, pengembangan sistem penyiaran perbatasan dan rumusan infrastruktur LPB (Lembaga Penyiaran Berlangganan).

Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo, dalam presentasi soal sistem penyiaran menyampaikan penataan perizinan terus diupayakan melalui buku kerja perizinan. Tujuannya,  untuk memberikan gambaran dan hal ihwal perizinan termasuk penyiaran digital. "Ini berpengaruh pada standar penilaian EDP, FRB, dan EUCS. Ini akan tertuang sebelum SOP muncul. Ini agar kita bisa dengan cepat mempelajari hal-hal tentang perizinan. Buku ini dalam penulisan dan kami berharap masukan dari bapak-ibu sekalian 1 bulan dari sekarang dapat kami terima," katanya.

Dari Rakornas 2013 di Bali, KPI diamanatkan untuk menyempurnakan blue print penyiaran Indonesia. "Tapi karena pergantian KPI Pusat sehingga kami kami belum sempat melakukan konsolidasi. Kami akan meminta dibentuk tim kecil untuk menyempurnakannya. Ada 3 hal yang jadi penekanan yaitu, Teknologi, Masyarakat, dan Regulasi. Dari aspek teknologi kita berharap masyarakat tidak menjadi korban dari residu migrasi teknologi. Kita juga menyiapkan masyarakat menuju era konvergensi. Dari aspek masyarakat agar masyarakat cukup punya keterampilan menggunakan teknologi dan siap juga secara finansial. Jika masyarakat juga tidak siap secara finansial harus ada subsidi," jelas Azimah.

Sementara itu, Komisioner Danang Sangga Buana, menyampaikan presentasi mengenai perumusan infrastruktur dan perizinan LPB yakni perihal pembatasan permohonan izin LPB, persyaratan pendirian LPB, soal badan hukum dalam menyikapi konsorsium LPB, perihal sifat berlangganan LPB, pengawasan dan pemantauan KPI atas kewajiban LPB dan pembagian tugas KPI Pusat dan KPID dalam proses perizinan LPB terutama satelit.  "Opsi-opsi positioning KPI berkenaan permohonan IPP LPB apakah membuka seluas mungkin atau selektif saja," tanya Danang kepada peserta Rapim.

dikesempatan yang sama, Komisioner KPI Pusat, Amirudin, menjelaskan dinamika pengembangan sistem penyiaran di perbatasan. Menurutnya, masalah perbatasan masih menjadi PR sampai saat ini seperti kasus yang terjadi di Bengkalis. Selain itu, pihaknya mengalami kendala seperti kewenangan yang terbatas, tidak menjadi bagian dari BNPP, tidak dilibatkan dalam internasional join meeting maupun regional dalam koordinasi pemanfaatan infrastruktur penyiaran serta anggaran KPI yang terbatas. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.