- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 21456
Makassar - Di tengah kompleksitas dinamika penyiaran yang sangat dipengaruhi relasi permintaan (demand) dan penawaran (supply), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator dituntut mampu membuat berbagai kebijakan yang meningkatkan kualitas konten siaran. Rating share program siaran televisi adalah indikator yang digunakan industri penyiaran untuk mengetahui selera penonton, dan menjadi acuan dalam membuat program siaran. Namun di sisi lain, terdapat banyak kritik terhadap kualitas konten yang diproduksi. Jika rating dan share merupakan perspektif kuantitatif penonton, maka Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi adalah upaya KPI untuk melihat konten siaran dari perspektif kualitatif. Dengan melibatkan 96 panel ahli di 12 Perguruan Tinggi, hasil riset indeks kualitas ini diharapkan mampu menjadi suluh yang menuntun KPI dalam membuat kebijakan yang sesuai dengan dinamika penyiaran. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Hardly Stefano Pariela, saat membuka Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) Panel Ahli dalam rangka Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi tahun 2019 periode ke-2, di Universitas Hasanuddin Makassar, (4/11).
Hardly menjelaskan bahwa indikator riset yang dilaksanakan KPI ini, merupakan penjabaran dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Dengan demikian, hasil riset ini diharapkan memperkuat penegakan regulasi yang dilakukan KPI dalam mengendalikan supply program siaran. “Agar KPI dapat mengarahkan proses produksi program siaran, meskipun berupaya memenuhi demand atau selera penonton, tetapi harus senantiasa pada koridor regulasi,” ujarnya.
Dengan kata lain, riset ini menjadi suluh kebijakan untuk KPI, tambah Hardly. Dengan menjadikannya sebagai suluh kebijakan, regulasi dapat ditegakkan KPI bukan saja secara tekstual namun juga secara kontekstual. Selain itu hasil riset juga dapat digunakan untuk membuat materi literasi dalam rangka mendorong peningkatan permintaan (demand) publik terhadap hadirnya program siaran berkualitas.
Hardly juga menyoroti hasil dari riset beberapa periode sebelumnya yang menempatkan program siaran variety show, infotaiment dan sinetron sebagai tiga kategori yang belum memenuhi standar kualitas dari KPI. Akan tetapi pada riset periode pertama tahun 2019, angka indeks pada ketiga program siaran menunjukkan peningkatan, yang merupakan indikasi adanya upaya perbaikan. Beberapa permasalahan yang perlu dibenahi pada ketiga kategori progam siaran tersebut, antara lain relevansi topik, muatan kekerasan, penghormatan terhadap nilai dan norma sosial, serta privasi.
Kegiatan riset yang digelar KPI ini diapresiasi oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas Makassar, Prof. Dr. Armin Arsyad. Menurutnya, bagi perguruan tinggi, riset ini merupakan upaya mengasah sensitivitas teori pada pengalaman empirik. Teori yang dimiliki oleh para panel ahli dapat digunakan untuk membedah berbagai isu aktual dalam dinamika penyiaran. “Dan bagi KPI, dalam membuat kebijakan dapat dibekali dengan perspektif teoritis,” ujar Armin.
Saat menyampaikan sambutan pada pelaksanaan Riset, Armin berharap KPI dapat terus mendorong studi atau riset tentang dampak dari suatu program siaran. Hal ini untuk mengimbangi program siaran yang didalihkan dibuat berdasarkan selera dan kebutuhan konsumen. “Dalam konteks produksi informasi, studi tentang efek atau dampak perlu dilakukan dan mendapat perhatian khusus dari pengambil kebijakan,”ujarnya. Harapannya adalah, masyarakat dapat terhindarkan dari dampak negatif yang ditimbulkan program siaran.