Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran meningkatkan jumlah tayangan anak dan meningkatkan kualitas tayangan anak yang hadir melalui televisi dan radio. Selain itu, lembaga penyiaran diharapkan senantiasa menggunakan perspektif perlindungan anak dalam setiap program siaran yang akan dihadirkan ke tengah masyarakat, serta meningkatkan partisipasi anak dalam setiap program siaran anak. Demikian disampaikan Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran, Dewi Setyarini, tentang rekomendasi dari Anugerah Penyiaran Ramah Anak 2019.
Selain keempat hal diatas, hal penting lain yang menjadi rekomendasi APRA 2019 adalah memasifkan Literasi Media untuk kalangan anak dan remaja. Dengan literasi media, diharapkan anak dan remaja mendapat pemahaman yang baik tentang penggunaan media, serta resiko yang didapat akibat paparan media terus menerus. Sehingga, dampak negatif konsumsi media, bagi anak dan remaja, dapat ditekan dan diminimalisir.
Rekomendasi tersebut didapat setelah memberikan penilaian terhadap tujuh program siaran anak yang dinilai dalam ajang APRA 2019. Dewi yang juga merupakan koordinator APRA 2019 menjelaskan, anugerah ini diberikan untuk memicu peningkatan kesadaran lembaga penyiaran agar menyuguhkan program siaran anak yang sehat dan berkualitas. “Melalui anugerah ini, kami ingin memompa persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran untuk menciptakan banyak program khusus anak yang tentunnya sehat, mendidik, infarmatf, ramah terhadap mereka, berkualitas sekaligus menghibur,” katanya.
Ada tujuh kategori yang diperlombakan dalam program ini antara lain kategori animasi Indonesia, kategori animasi asing, kategori variety show, kategori feature/dokumenter, kategori sinetron anak/remaja, kategori program anak radio dan kategori favorit pilihan anak.
Penilaian atas tiap program yang dilombakan dilakukan para juri dengan kompetensi dan keahlian yang dapat dipertanggungjawabkan. Para juri tersebut berasal dari KPI, Komisi I DPR RI, Komisi 2 DPR RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), tokoh pemerhati anak, dan Lembaga Pemerhati Anak Indonesia ID-COP.
“Semua program yang diperlombakan dan masuk nomine telah melalui proses seleksi ketat oleh panitia. Kita melakukan filter tayangan yang tidak pernah mendapatkan sanksi baik teguran tertulis ataupun penghentian sementara,” ungkap Dewi.
Selama penilaian terhadap program-program siaran yang dilombakan, juri menemuka berbagai catatan dalam program anak ini. Diantaranya, ujar Dewi, kemunculan iklan-iklan yang tidak sesuai dengan kepentingan anak, bahkan bisa jadi bertolak belakang. “Misalnya iklan parfum dewasa, dengan konten yang tidak ramah anak,”ujarnya. Catatan lainya adalah kualitas program anak yang baik namun belum dikemas professional sebagaimana selera anak. “Sehingga terkesan, program anak ini cenderung memenuhi selera nostalgia orang dewasa di masa kecil, padahal sekalipun menampilkan kekhasan dan kearifan lokal harus tetap sesuai dengan perkembangan zaman,”tutur Dewi.
KPI berharap, berbagai catatan dari juri ini menjadi perhatian khusus bagi penyelenggara program di televisi dan radio. Sehingga ke depan, jumlah program siaran yang ramah anak dapat lebih sering hadir di tengah ruang-ruang keluarga, dengan kualitas program yang mendukung tumbuh kembang anak lebih baik serta teknik siaran yang juga sempurna.
Jakarta – Komisi I DPR RI mengapresiasi kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat selama periode 2016-2019. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Harris, usai mendengarkan dan menerima laporan pertanggungjawaban kinerja KPI Pusat Periode 2016-2019 di tiga bidang (Kelembagaan, Isi Siaran dan Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPI Pusat di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung DPR/MPR Senayan, Senin (22/7/2019).
“Kami menyampaikan terimakasih kepada seluruh komisioner KPI periode ini. Kami ucapkan terimakasih dan dedikasi yang tinggi pada komisioner yang terpilih dan yang tidak. Kepada yang terpilih selamat berjuang dan kami harap meningkatkan KPI pada periode mendatang,” kata Abdul Harris menutup rapat dengat pendapat terakhir dengan Komisioner KPI Pusat Periode 2016-2019.
Sebelumnya, seluruh Anggota DPR mewakili fraksi yang ada di Komisi I DPR sepakat menerima laporan pertanggungjawaban kinerja KPI Pusat Periode 2016-2019 yang disampaikan Ketua KPI Pusat periode 2016-2019, Yuliandre Darwis. Menurut mereka, kinerja KPI Pusat periode ini dapat menjadi pelecut dan contoh bagi KPI Pusat periode mendatang.
Namun demikian, KPI diminta untuk menindaklanjuti catatan yang disampaikan Komisi I seperti revisi P3SPS tahun 2012, melakukan pengawasan kesesuaian antara isi siaran dan jam tayang, koordinasi dengan lembaga rating, dan membuat kode etik untuk KPI.
Saat menyampaikan laporan pertanggungjawaban, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan waktu tiga tahun merupakan waktu yang singkat. Namun, kepengurusan periode ini memutuskan menjalankan program kegiatan yang menjadi prioritas utama.
Menurut Andre, periode KPI Pusat di bawah kepemimpinannya berupaya mewujudkan sistem penyiaran nasional yang responsive terhadap perkembangan teknologi penyiaran untuk memperkokoh integrasi nasional, membina watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum. “Itu merupakan visi kami dan itu menjadi acuan kami bekerja,” katanya yang diamini Komisioner KPI Pusat yang hadir antara lain Sujarwanto Rahmat Arifin, Dewi Setyarini, Nuning Rodiyah, Ubaidillah, Obsatar Sinaga, Agung Suprio, dan Hardly Stefano.
Sementara, Koordinator bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat Periode 2016-2019, Hardly Stefano, mengatakan saat ini sistem pemantauan isi siaran KPI Pusat telah berbasis teknologi informasi. Sistem ini untuk menjawab perkembangan teknologi dinamis.
“Beban pengawasan kami sekarang semakin bertambah. Misalnya pengawasan untuk lembaga penyiaran radio mencapai 25 radio. Kami juga mengawasi 20 lembaga penyiaran berlangganan dari hanya lima sebelumnya. Sedangkan pengawasan untuk televisi berjaringan sudah 16 televisi. Teknologi ini sudah memperkuat pengawasan isi siaran kita meskipun ke depan akan ada perubahan,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Hardly melaporkan, kurun waktu tiga tahun sejak 2016 hingga 2019, jumlah sanksi KPI ke lembaga penyiaran mengalami penurunan. Penurunan ini diikuti menurunnya angka pengaduan masyarakat ke KPI.
“Pada tahun 2016 jumlah pengaduan ke KPI Pusat mencapai 12.369. Kemudian di 2017, jumlah pengaduan menjadi 5759 aduan. Pada 2018, pengaduan publik ke KPI hanya 4.878 aduan. Adapun pengaduan di 2019, mulai bulan Januari hingga Juni, tercatat 3.170 aduan,” ungkap Hardly.
Penurunan angka pengaduan dan sanksi ini, diikuti dengan meningkatnya kualitas isi siaran di televisi. Berdasarkan survei indeks atau yang sekarang bernama riset indeks kualitas program siaran televisi KPI, pada 2015 hanya satu kategori program siaran yang nilainya di atas indeks atau diklasifikasikan baik yakni kategori program religi. Selebihnya, seperti program wisaya budaya, talkshow, berita, anak, variety show, sinetron, infotainment dan komedi, nilainya di bawah harapan.
Tiga tahun setelahnya, di akhir 2018, dari tiga kali periode survei KPI, ada empat kategori program siaran yang nilainya di atas indeks yang ditentukan antara lain program wisata budaya, religi, talkshow, dan berita. Menurut Harldy, peningkatan kualitas itu tak lepas dari upaya pihaknya melakukan pendekatan dengan lembaga penyiaran melalui dialog dan pembinaan. “Kami mengajak dialog dan memberi masukan untuk peningkatan kualitas tersebut,” katanya.
Hardly juga mengutarakan bahwa substansi sanksi yang disampaikan KPI ke lembaga penyiaran paling tinggi mengenai perlindungan anak dan remaja. Menurutnya, perlindungan terhadap anak dan remaja merupakan focus utama lembaganya. “Ini sangat sensitive selain juga soal penggolongan usia penonton,” katanya.
Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Agung Suprio, menyampaikan sejumlah regulasi dan sistem penyiaran yang dibuat KPI untuk mempermudah pelayanan permohonan izin dan pemantauan sistem stasiun jaringan. Selain itu, KPI membuat peraturan untuk memenuhi komitmen pelaksanaan pelayanan perizinan OSS (Online Single Submission).
“Kami juga bekerjasama dengan TVRI dalam pengawasan pelaksanaan digitalisasi. Kami juga membuat pemantauan sistem SSJ melalui aplikasi SSJ untuk mempermudah pengawasan tersebut. Pada 2019, kami juga buat MoU dengan BPS yaitu dengan mengintegrasikan data kami dengan data demografi penduduk yang ada di BPS,” kata Agung.
Dalam kesempatan itu, beberapa Anggota Komisi I meminta adanya audit terhadap lembaga rating yang ada saat ini. Menurut mereka, audit tersebut sangat penting untuk memastikan ada tidaknya rekayasa survey. “Kita perlu memanggil lembaga survei tersebut ke Komisi I. Kita perlu tahu apa yang mereka pakai,” kata salah satu Anggota Komisi I. ***
Rombongan KPID dan Polda Sulbar saat mendatangi salah satu lembaga penyiaran berlangganan di Sulawesi Barat.
Mamuju – Guna mewujudkan komitmen melakukan pembinaan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) di 6 Kabupaten, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sulawesi Barat langsung turun ke lapangan diantaranya di sejumlah Kecamatan di Kabupaten Mamuju Tengah dan Kabupaten Mamuju Utara. Upaya ini mendata sekaligus mendorong pemilik LPB yang tak berizin siar untuk segera memperoleh legalitas sebagai sebuah badan usaha.
Langkah tersebut dilakukan dengan dua cara yakni melakukan pendataan tentang keberadaan LPB pada tanggal 18 - 20 Juli 2019, dengan mendatangi sekitar 25 LPB di Mamuju Tengah dan Pasangkayu. Sebelumnya para pemilik usaha telah mendapat himbauan pengurusan usaha penyiaran dari KPID Sulbar.
Guna mendorong LPB mendapatkan perizinan, KPID Sulbar bekerjasama dengan Polda Sulbar dan mulai minggu ini akan langsung ke lapangan melakukan pemetaan pelaku usaha LPB."Ini tindak lanjut dari komitmen kami untuk bekerja secara maksimal guna memastikan keberadaan lembaga penyiaran berlangganan di daerah ini," Jelas Komisioner KPID Sulbar, April Ashari Hardi.
Sebelum turun ke lapangan bersama Polda Sulbar, KPID terlebih dahulu mengeluarkan kebijakan menghimbau pengusaha TV Kabel untuk melengkapi administrasi. Ini diiringi langkah Komisioner KPID, Masram, Busrang Riandhy, Ahmad Syafri dan Sri Ayuningsih melakukan pendampingan tata cara mendapatkan Izin secara online ke Kominfo RI.
“Dalam rangka penegakan hukum dan kepatutan pengusaha TV Kabel, kami bersama Kasubdit Indagsi Ditreskrimsus Polda Sulbar, Kompol Abdul Rahman, melakukan pengawasan dan mendorong TV Kabel melakukan operasi secara legal dengan administrasi yang lengkap,” kata Ashari.
Menurutnya, pengawasan ini tak hanya akan dilakukan di Mamuju Tengah dan Pasangkayu tapi kepada seluruh pengusaha TV Kabel di Sulbar. “Langkah ini masih mengedepankan pencegahan dan pembinaan dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk segera mengurus persyaratan sebuah usaha LPB. Apabila upaya ini masih diindahkan, maka KPID bersama Polda Sulbar akan mengambil tindakan pemberhentian operasional TV Kabel," tegas Ashari.
Berdasarkan hasil pengawasan KPID, sedikitnya ada 24 pelaku usaha TV Kabel di Mamuju Tengah, antara lain PT. Mamuju Tengah Televisi yang membawahi 10 LPB (dua diantaranya belum memiliki identitas). Sementara di Pasangkayu terdapat 12 TV Kabel diantaranya Hisman TV Kabel Sarudu, Sahara TV Kabel Bambaloka, TV Kabel Tikke Raya, Mustika TV Kabel Pasangkayu dan PT Pasangkayu Televisi.
Adapun tim pengawasan pelaku usaha TV Kabel bersama Polda Sulbar yakni, April Ashari Hardi (Ketua) Budiman Imran (Wakil Ketua), Masram (Koord Perizinan), dan Urwa (Perizinan). Red dari Humas KPID
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kedatangan peserta Sekolah Pendidikan dan Pelatihan (Sespimti) Polri untuk Staf dan Pimpinan angkatan 28, Jumat (19/7/2019). Para peserta yang dipersiapkan menjadi pimpinan di lingkungan Polri dan TNI tersebut, ingin mengetahui secara langsung mekanisme kerja dan pengawasan KPI terhadap lembaga penyiaran.
Kepala rombongan, Brgjen Pol. Andul Hasyim Gani mengatakan, semua peserta Sespimti perlu memahami bagaimana kinerja lembaga KPI berkaitan dengan lembaga penyiaran yang menjadi penyampai informasi ke masyarakat. “Bagaimana pengambilan keputusan serta kebijakan yang dikeluarkan KPI ketika mendapati adanya pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran itu harus dipahami mereka,” katanya saat mengutarakan maksudnya kepada Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, yang menerima kunjungan rombongan Sespimti.
Mendengar tujuan itu, Hardly menjelaskan secara detail bagaimana dan seperti apa KPI melakukan pengawasan dan penindakan terhadap lembaga penyiaran. Menurutnya, seluruh kebijakan pengambilan keputusan KPI berdasarkan regulasi yang berlaku yakni Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
“Semua upaya yang dilakukan KPI tersebut bertujuan menciptakan industri penyiaran yang sehat. Selain itu, KPI sangat peduli dengan perlindungan terhadap anak,” katanya.
Selain menciptakan industri penyiaran yang sehat, KPI berusaha menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa melalui siaran yang menyejukan dan positif. Menurut Hardly, ketika pihaknya melihat ada siaran yang diindikasi mengarahkan ke konflik atau perpecahan, KPI segera melakukan pencegahan.
Pada saat sesi tanyajawab, beberapa peserta menyatakan dukungan dan apresiasinya terhadap tindakan KPI meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan oleh siaran. Bahkan, mereka berharap KPI diberi kewenangan mengawasi dan menindak pelanggaran di media sosial.
Usai pertemuan, seluruh peserta melihat secara langsung pusat pemantauan siaran 24 jam yang dimiliki KPI Pusat. Selain itu, mereka menyempatkan diri berkunjung ke bagian humas dan media center KPI Pusat. ***
Semoga iklan-iklan layanan masyarakat dapat menjadi suatu konten penting bagi seluruh stasiun tv yang ada di Indonesia, tak hanya berdapak positif, tentunya media televisipun akan lebih dipercaya untuk menjadikan perubahan yang lebih baik untuk khalayaknya.