- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 313
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melanjutkan kembali pembahasan tentang masukan draft PKPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Denda Pelanggaran Isi Siaran, Kamis (12/9/2024) di Kantor KPI Pusat. Sebelumnya, akhir bulan lalu, KPI Pusat melakukan pembahasan yang sama terkait masukan terhadap draft PKPI ini.
Dalam pembahasan kali ini, hadir sebagai narasumber antara lain Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, Roberia, Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika Sekretariat Kabinet RI, Arnando J.P. Siregar, Kepala Subdit Potensi Penerimaan dan Pengawasan K/L III Anas Fazri, Kepala Seksi Potensi Penerimaan dan Pengawasan K/L III dari DJA PNBP Kemenkeu, Wahyu Indrawan, serta Ketua Tim Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Burhanudin Harjono.
Di awal diskusi, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan, pihaknya sudah menerima masukan terkait draft yang tujuannya untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas lembaga penyiaran agar semakin baik secara siaran maupun proses bisnisnya. Diskusi ini pun dimaksudkan untuk mencari titik temu sebelum PKPI ini ditetapkan.
Sementara itu, moderator diskusi, Peri Umar Farouk menyampaikan, masukan dari pertemuan sebelumnya sudah disertakan dalam draft PKPI, yaitu terkait pengenaan sanksi administratif dan denda, serta urutan jenis pelanggaran.
Terkait draft PKPI ini, Roberia, memberi masukan terhadap konstruksi pembukaan, batang tubuh dan penjelasan. Dia juga berpendapat ada nomenklatur yang berbeda terkait lembaga penyiaran dan perlu dibuat batasan yang jelas agar tidak memunculkan pemahaman yang berbeda dengan yang dikehendaki penyusun.
Menanggapi hal itu, Anas Fazri mengatakan, kewenangan Sekretariat KPI adalah sebagai instansi pengelola PNBP. Sebagaimana logika yang berlaku pada konstruksi pengelolaan belanja dimana Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), maka secara ex-officio, Sekretariat KPI berlaku sebagai KPA. Hal ini perlu penyesuaian dalam draft PKPI. Sementara komisioner berwenang menetapkan putusan atau menjatuhkan sanksi.
Mewakili Kemenkominfo, Burhanudin Harjono, menyebut bahwa pada dasarnya PP 43 Tahun 2023 sudah bisa menjadi dasar penghitungan, penagihan, pemungutan, dan penyetoran bagi instansi pengelola PNBP. Dia juga memaparkan bagaimana alur putusan terkait penjatuhan sanksi denda ini.
Dia menyebutnya sebagai bridging yang dimaksudkan memudahkan pengguna PKPI, yaitu Sekretariat KPI, yang disertai dengan simulasi penerapan perhitungan atas pelanggaran. Perlu digarisbawahi, lanjut Burhanuddin, untuk penetapan indeks jangan terlalu kecil karena kemungkinan tidak menimbulkan efek jera. Hal ini didukung oleh Wahyu Indrawan yang mengingatkan perlu adanya pertemuan dengan asosiasi untuk menyampaikan bahwa masukan mereka sudah diakomodir.
Senada dengan masukan narasumber sebelumnya, Arnando J.P. Siregar menyebutkan pentingnya konstruksi atau tata urutan yang baik dalam draft PKPI untuk memudahkan pemahaman dan keterkaitan antara satu dan lainnya, selain kesesuaian dengan kaidah penyusunan peraturan perundangan. Dia menambahkan, KPI juga perlu memetakan, mengidentifikasi pelanggaran yang mana yang dikenai sanksi atau denda. Runut pengaturan pengenaan denda perlu dipastikan fit atau tepat pemberlakuannya.
Menutup diskusi, Peri Umar Farouk mengakui belum adanya pemetaan secara spesifik jenis pelanggaran yang bisa dikenakan denda. Karena itu, diskusi ini menjadi masukan yang positif, Maka dari itu, diskusi lanjutan perlu diagendakan dengan menghadirkan narasumber dan asosiasi terkait. Anggita