Karawang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat menggelar workshop peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang penyiaran yang profesional dengan tema "Sukses Radio di Era Digital" bertempat di Hotel Mercure, Karawang, Rabu (28/8/2019). Kegiatan itu digelar sebagai upaya dalam menghadapi era digital yang serba canggih dan cepat.
Saat membuka workshop, Ketua KPID Jawa Barat, Dedeh Fardiah mengatakan, saat ini media radio sedang menghadapi tantangan persaingan di era digital. Selain bersaing dari segi konten siaran, radio juga berebut untuk mendapatkan 'kue' iklan.
Dedeh mengatakan, radio di Jawa Barat sangat banyak, sehingga apabila tidak dikelola dengan baik maka dikhawatirkan lambat laun bisnis radio bisa berguguran alias tutup hanya karena tidak mendapatkan iklan. "Kita sedang memperebutkan 'kue' iklan dan ini menjadi tantangan tersendiri," ucapnya.
Menurutnya, pandangan bahwa radio hanya digemari oleh angkatan 60 tahun ke atas salah besar, karena sebenarnya kaum milenial saat ini membutuhkan radio sebagai sumber informasi dan juga hiburan.
Dedeh menilai perlu strategi khusus untuk meraih minat atau ketertarikan generasi milenial dengan menggandeng digitalisasi, serta harus meningkatkan kreativitas dalam konten siaran radio.
Selain itu, Dedeh menyampaikan bahwa dunia radio tidak hanya semata-mata berjuang untuk meraih 'kue' iklan tetapi juga harus meningkatkan kualitas SDM. "Apabila insan media kualitasnya meningkat maka manfaatnya akan berpengaruh pada konten yang disiarkan, dan bisa menarik para pengiklan," ujarnya.
Oleh karena itu, dalam workshop hari ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM khususnya di bidang penyiaran yang profesional dalam berkreativitas untuk memproduksi konten dan media radio juga bisa sukses di era digital. Red dari berbagai sumber
Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan kegiatan Road Show Sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) ke Prambors FM dan Delta FM Makassar, Selasa (27/8/2019).
Acara ini bagian dari pengenalan P3SPS kepada lembaga penyiaran yang baru menggantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Kedua lembaga penyiaran ini di harapkan dapat memahami dan menjadikan P3SPS menjadi titik acuan dalam bersiaran.
Komisoner KPID bidang Kelembagaan Riswansyah Muchtar, menyatakan pihaknya senantiasa mengawasi Prambors dan Delta Fm dengan P3SPS sebagai acuan pengawasan, apalagi keduanya telah mendapatkan IPP.
Sementara itu, Ketua KPID Sulsel, Mattewakkan, meminta Prambors FM dan Delta FM Makassar untuk berupaya menyiarkan konten lokal demi memajukan industri penyiaran lokal.
“KPID Sulsel tentunya berharap Prambors dan Delta FM lebih memajukan konten lokal dan juga memperhatikan pelanggaran konten sebelumnya,” ujar Mattewakkan
Terkait konten lokal, Operational Manager Prambors FM dan Delta FM, Apriansyah, menyatakan siap mendukung hal itu dengan mengajukan permohonan ke pusat agar menambahkan jam tayang dalam penayangann konten lokal.
“Kami telah berupaya mengajukan penambahan durasi untuk konten lokal kepada kantor pusat, namun untuk sekarang upaya kami dalam konten lokal pada saat off air,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Apriansyah mengucapkan apresiasi kepada KPID karena telah hadir di kantornya untuk memberikan pemahaman mengenai P3SPS. Selain meberikan pemahaman tentang P3SPS, KPID juga menyinggung mengenai lagu yang berpotensi melanggar P3SPS.
Soal lagu asing, KPID meminta Prambors dan Delta FM Makassar untuk lebih berhati-hati ketika memutar lagu barat karena dikhawatirkan judul dan liriknya mengandung konten tak layak.
Roadshow ini juga dihadiri Wakil Ketua KPID Waspada Santing dan Komisioner KPID bidang Isi siaran, Herwanita, Mahasiswa PPL, serta staf Radio Prambors dan Delta FM. Red dari berbagai sumber
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) menjajaki rencana kerjasama yang tertuang dalam bentuk memorandum of understanding atau nota kesepahaman. Kerjasama ini akan melibatkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
“Kita dari pengurus baru PRSSNI memiliki agenda baru yang harus dikonkritkan. Agendanya mensinergikan antara kami dan KPI. Kami berharap ada tim bersama guna membahas isu-isu penyiaran. Selain bahas itu, kita juga perlu MoU,” kata Ketua Umum PRSSNI, Erick Thohir, dalam pertemuan antara KPI dan PRSSNI di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Menurut Erick, poin kerjasama akan berisikan beberapa hal krusial seperti proses permohonan perpanjangan perizinan radio bagi anggota PRSSNI secara transparan, mudah dan akubtable. Ini terkait masih ada radio di daerah yang kesulitan dalam mengurus izin. “Salah satu yang banyak dibicarakan di daerah pada saat kami roadshow adalah soal izin,” ungkapnya.
Dalam kerjasama ini, Ercik menilai harus ada keterlibatan pemerintah sebagai pendukung untuk memperkuat isi kerjasamanya. “Ke depan kita ingin ada thrid party antara PRSSNI, KPI dan Pemerintah. Dan, kami berharap dari kerjasama ini KPI menjadi mitra yang ikut mendorong untuk kesejahteraan radio,” pintanya.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyatakan menyambut baik rencana kerjasama ini dan akan menyiapkan tim untuk pembahasan selanjutnya. Menurutnya, kontribusi PRSSNI sangat besar dalam kemajuan radio di tanah air. “Anggota PRSSN hampir 2/3 dari jumlah radio di tanah air. Jumlah ini sangat besar dan menjadi potensi sebagai penyampai informasi yang dapat dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Agung menjelaskan sistem pelayanan perizinan penyiaran yang sudah menerapkan OSS (Oneline Single Submission). Sistem ini membuat pelayanan perizinan menjadi lebih ringkas dan cepat. “Jadi hanya dalam satu hari saja perizinan sudah selesai,” katanya.
Agung juga memuji langkah PRSSNI yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dengan bersiaran secara streaming. “Waktu itu, PRSSNI pernah berkunjung ke KPI dan memberikan data sebagian besar anggotanya sudah bersiaran secara online. Ini langkah yang bagus dari PRSSNI,” sahut Agung.
Menanggapi soal kerjasama, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, menilai perlu ada taskforce untuk menyelesaikan permasalahan perpanjangan izin lembaga penyiaran khususnya radio. Upaya ini untuk mengatasi kawan-kawan di daerah.
Selain itu, Irsal mendorong adanya kebijakan afirmasi untuk memicu pendirian radio di daerah. Menurutnya, masih banyak daerah yang belum memiliki lembaga penyiaran termasuk radio. “Radio ini juga bisa berfungsi untuk menangkal hoax di media sosial. Ini bisa dimanfaatkan untuk menangkal informasi negatif tersebut,” jelasnya.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menambahkan perlu ada taskforce advokasi. Ini untuk meminimalisir keberadaan radio illegal yang tak berizin. Menurutnya, keberadaan radio illegal menyulitkan radio resmi untuk berkembang dan memperoleh iklan.
“Hal ini terjadi ketika Pemilu lalu karena banyak radio illegal yang mendapatkan iklan dari pemasang iklan. Untuk itu, kita juga akan dorong KPU untuk menyampaikan iklan pada saat Pilkada nanti pada radio-radio yang legal dan kita akan berikan data-datanya. Kami juga mendorong kawan di daerah bila menemukan radio illegal untuk segera melaporkanya,” tegasnya.
Dalam pertemuan yang berjalan dinamis dan santai tersebut, hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, Aswar Hasan, Mimah Susanti, dan Yuliandre Darwis. Sementara itu, seluruh Pengurus PRSSNI hadir dalam pertemuan yang berakhir jelang siang hari tersebut. ***
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, berfoto bersama usai diskusi yang diselenggarakan Komite Nasional Pengedalian Tembakau dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) di Four Points, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Jakarta -- Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menilai penayangan iklan rokok di wilayah publik seperti bioskop tidak etis dilakukan. Selain melanggar aturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), mengiklankan produk rokok di bioskop sangat memungkinkan mempengaruhi anak-anak dan remaja menjadi perokok aktif. Perlindungan terhadap anak dan remaja menjadi alasan utama iklan rokok tak boleh tayang di ruang publik seperti bioskop.
“Kita sepakat dengan kawan-kawan Komnas Pengendalian Tembakau dan Yayasan Pengembangan Media Anak yang meminta penayangan iklan rokok di ranah bioskop dihentikan. Apalagi bioskop merupakan ranah publik yang di dalamnya ada anak-anak dan remaja,” jelas Mulyo usai menghadiri diskusi yang diselenggarakan Komite Nasional Pengedalian Tembakau dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) di Four Points, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Menurut Mulyo, setiap iklan yang beredar di ruang publik harus mengikuti aturan yang berlaku antara lain Peraturan Daerah (Perda) dan aturan terkait lainnya. Permasalahan iklan rokok juga diatur dalam UU Penyiaran yang siarannya disesuaikan dengan aturan di bawahnya yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
“Semua siaran iklan rokok di lembaga penyiaran harus mengikuti aturan dalam Undang-undang Penyiaran dan P3SPS. Mulai dari jam siaran hingga tidak boleh menayangkan wujud rokok semua diatur dalam aturan KPI. Perlindungan terhadap anak dan remaja menjadi fokus kami, jadi kami mendukung langkah mereka,” kata Mulyo Hadi Purnomo.
Pada 2017 lalu, KPI melayangkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk program siaran iklan rokok dan sejenisnya di sejumlah lembaga penyiaran. Menurut Mulyo, pelanggaran ditemukan karena LP tidak memperhatikan kepentingan perlindungan anak-anak dan remaja serta ketentuan siaran iklan.
Berdasarkan hasil monitoring Komnas Pengendalian Tembakau dan YPMA sejumlah bioskop di wilayah DKI Jakarta selama April hingga Mei 2019, ditemukan tayangan iklan rokok dan iklan terkait industri rokok. Monitoring dilakukan terhadap lima film popular di kalangan anak dan remaja seperti Dilan 1991 (13+), Captain Marvel (13+), Dumbo (SU), My Stupid Bos 2 (13+) dan Avengers: Endgame (13+).
“Bioskop yang dipilih merupakan bioskop yang menampilkan film-film populer bagi anak dan remaja yakni yang masuk klasifikasi film SU atau semua umur dan 13 tahun ke atas berdasarkan klasifikasi dari Lembaga Sensor Film. Padahal, LSF sudah memasukan iklan rokok dalam klasifikasi usia 21 tahun ke atas, artinya iklan ini seharusnya hanya ditayangkan pada film berkategori penonton dewasa,” kata Anggota Komnas Pengedalian Tembakau, Nina Mutmainnah, saat menyampaikan hasil monitoring.
Nina mengatakan, pihaknya menemukan iklan rokok tak hanya muncul saat penayangan film, tapi juga banyak ditampilkan di luar studio, tempat penonton membeli tiket dan menjadi ruang tunggu sebelum menonton.
“Adanya iklan-iklan rokok yang muncul di area bioskop, di dalam studio dan di luar studio, merupakan pelanggaran terhadap PP 109/2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pada bioskop, yang termasuk wilayah KTR, seharusnya tidak boleh ada iklan rokok sebagaimana PP 109 tahun 2012 Pasal 1 ayat 11 dan Pasal ayat a,” jelas Nina.
Dalam kesempatan itu, YPMA dan Komnas Pengendalian Tembakau mendesak sejumlah pihak seperti Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BPOM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengawasi dan menerapkan secara tegas aturan dan pelarangan iklan rokok di ruang publik seperti bioskop. ***
Palangkaraya - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar literasi media bertajuk "Mengembangkan program siaran yang ramah anak untuk kepentingan publik menuju Kalteng Berkah", Kamis (22/8/2019) di ruang rapat kantor KPID.
Ketua KPID Kalteng, Henoch Rents Katoppo, mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan program ramah anak, melindungi khalayak dari dampak negatif media dengan membekali mereka pengetahuan dan cara yang benar berinteraksi melalui media serta menjadikan media sebagai sumber informasi dan sumber belajar bagi khalayak.
"Memberikan pemahaman tentang proses kerja media, menumbuhkan sikap dan kesadaran kritis khalayak terhadap media dan membangun sinergi para pemangku kepentingan di bidang penyiaran," ujarnya.
Menurut Henoch, anak-anak tidak boleh dibiarkan menonton tanpa pengawasan. Orangtua harus ikut memandu agar mereka tidak menonton secara bebas. Anak-anak belum bisa memilah dan memilah siaran yang tepat untuk mereka tonton.
"Kami berharap, dengan adanya kegiatan ini anak-anak dapat menyampaikan kepada orang tuanya ketika mereka menonton sesuatu harus didampingi oleh orang tuanya," imbuhnya.
Literasi ini juga dirangkaikan dengan tiga kegiatan, diantaranya pengenalan tentang KPID, materi ramah anak dan pengenalan alat pantau sebagai pemantau siaran televisi yang dimiliki KPID. Peserta juga dikenalkan dengan proses pembuatan program di TVRI.
"Harapan kami anak-anak kita sebagai tunas bangsa ini ada yang bercita-cita yang bergerak di bidang penyiaran," pintanya.
KPID berkomitmen untuk mendatangi seluruh sekolah yang ada di Kota Palangka Raya bahkan di seluruh kabupaten sehingga kegiatan dan materi seperti ini terus digelar.
Kegiatan tersebut diikuti perwakilan siswa-siswi dari SD Katolik Don Bosko beserta guru pendamping, juga perwakilan siswa-siswi beserta guru pendamping dari SDN 6 Palangka dan SDN 8 Palangka. Red dari berbagai sumber
Sejak awal tayangan ini sudah tidak mendidik bagi penonton karena selalu menyajikan pertengkaran dalam keluarga ditambah lagi dua anak yang menjadi karakter utama dari keluarga itu selalu bersikap berani pada ibunya
Kata-kata kasar selalu terlontar dari mulut mereka ini tentu sangat tidak mendidik terutama bagi penonton yang sudah memiliki anak
Tidak ada baiknya dari tayangan ini karena setiap episodenya selalu menyajikan pertengkaran dan pertengkaran yang berujung dengan kata-kata kasar
Saya mohon agar tayangan ini dihentikan segera karena sudah menilai etika
Pojok Apresiasi
Anisah Meidayanti
Awalnya kaget melihat jadwal prime time TV diisi oleh tayangan keragaman budaya lokal. Saya bangga dan mengapresiasi karena beberapa stasiun televisi sudah berani menayangkan tayangan lokal pada jam prime time seperti acara Indonesia Bagus, Net TV. Namun sayang tidak meratanya semua stasiun TV swasta nasional menayangkannya.