- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 6757
Jakarta - Lintasan sejarah kemerdekaan Indonesia telah mencatat kiprah dunia penyiaran dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa 10 November yang diperingati sebagai Hari Pahlawan juga berawal dari usaha Bung Tomo mengobarkan semangat arek-arek Surabaya untuk ikut mempertahankan kemerdekaan melalui siaran radio. Dalam usia republik yang masih sangat muda, pendudukan pasukan Inggris di Surabaya saat itu mendapat perlawanan yang hebat sehingga memberi sebuah pesan kepada dunia, bahwa Indonesia masih ada.
Untuk itu, radio dan media lainnya sebagai medium menyebarkan informasi, di hari ini harusnya ikut menjadi medium untuk mengobarkan semangat generasi muda. Tidak lagi untuk berperang menggunakan bambu runcing sebagaimana 77 tahun lalu, tapi untuk berperang melawan hoax dan ujaran kebencian dan sebagainya. Komisioner Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Nuning Rodiyah, menyampaikan hal tersebut saat memberi sambutan dalam kegiatan Sosialisasi dan Literasi Hasil Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, di Balaikota DKI Jakarta, (10/11).
Dalam momentum Hari Pahlawan ini, ujar Nuning, seharusnya dimanfaatkan betul oleh seluruh media, termasuk media baru seperti streaming dan over the top untuk secara konsisten ikut memerangi segala bentuk disinformasi yang mampu memecah belah integrasi bangsa. “Hoax, ujaran kebencian, kekerasan, pornografi, menjadi sebuah residu di media yang harus diperangi,” ujarnya.
Dimulainya era digital yang ditandai dengan Analog Switch Off pada 2 November 2022, juga menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam pengelolaan dan pemanfaatan informasi. Nuning berpendapat, dalam penyiaran digital ini kapasitas literasi masyarakat harus ditingkatkan. “Setidaknya ada empat kapasitas yang harus dimiliki,” ujarnya. Yang pertama, kapasitas akses informasi, di era digital. Nuning menyampaikan, sejak ASO ditetapkan, banyak masyarakat yang mengeluh karena televisinya mendadak banyak semut. Tentunya harus disosialisasikan juga, cara mengakses televisi yang benar. “Kalau memang masih menggunakan televisi analog, berarti harus pasang set top box,” ujar Nuning. KPI sendiri berkepentingan dalam menjamin masyarakat mendapatkan informasi secara layak, mengingat hak atas informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia. Karenanya distribusi set top box kepada masyarakat yang berhak tentu harus tepat sasaran.
Selanjutnya adalah kapasitas menganalisis konten siaran dan media, tambah Nuning. Menurutnya, dengan digitalisasi penyiaran, menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat untuk dapat menikmati konten siaran televisi lebih banyak. “Jika dulu hanya ada 18 TV di DKI yang bersiaran, sekarang terdapat 46 saluran televisi,” tegasnya. Kondisi ini tentu mengharuskan setiap orang memiliki kapastitas untuk memilah dan memilih program siaran yang sesuai dengan kebutuhan. Kapasitas literasi selanjutnya adalah kapasitas evaluasi. Menurut Nuning, salah satu tugas KPI adalah pengawasan konten siaran. KPI berharap, adanya partisipasi masyarakat untuk ikut mengampaikan pengaduan dan keluhan terkait konten siaran televisi dan radio. “Bagaimana pun juga, ada perspektif yang berbeda antara KPI sebagai pengawas konten yang selalu merujuk pada regulasi, dan perspektif masyarakat yang punya kepentingan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang juga harus dijaga di ranah penyiaran,” ujarnya.
Yang terakhir, ujar Nuning, adalah kapasitas apresiasi. Jika kritik dan evaluasi kerap disuarakan publik terhadap konten siaran, seharusnya apresiasi terhadap program siaran yang berkualitas juga ikut digaungkan dan diviralkan. Harus diakui, belum ada kesadaran di masyarakat dalam mengapresiasi konten positif dan berkualitas. Padahal, ketika program siaran berkualitas banyak penontonnya, maka televisi dan radio akan terus memproduksi. Di satu sisi, jika pasar menunjukkan penonton yang banyak pada konten mistik, horor dan supranatural, maka layar kaca pun akan dikuasai hal tersebut. Nuning mengingatkan, untuk memastikan konten siaran dipenuhi dengan yang positif dan berkualitas, maka yang harus dilakukan adalah menonton atau mendengarkan konten-konten positif. Ini adalah bukti usaha kita dalam mendorong agara konten siaran baik itu di televisi ataupun di radio, selalu berkualitas, pungkasnya.
Foto: KPI Pusat/ Agung. R