Pontianak – Masyarakat Pontianak meminta agar konten lokal yang disiarkan Stasiun TV Jaringan lebih dari dua jam penayangan. Alasannya, banyak potensi di daerah yang belum terpublikasikan dengan baik. Mulai dari potensi wisata, kebudayaan, prestasi daerah dan kehidupan bermasyarakat di daerah.

Permintaan tersebut mengemuka dalam kegiatan Literasi Media KPI Pusat bersama Anggota Komisi I DPR RI di Ruang Khatulistiwa Hotel Aston Jalan Gajah Mada Kota Pontianak Kalimantan Barat, Jumat lalu (26/10/2018). Hadir dalam kegiatan tersebut sebagai narasumber yakni Biem T. Benjamin (Anggota Komisi I DPR RI), Mayong Suryo Laksono (Komisioner KPI Pusat) dan Netty Herawati (Akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak).

Ari, seorang pekerja di salah satu radio di Pontianak merasa prihatin. Pasalnya, selama ini dirinya merasa belum puas dengan tayangan siaran televisi lokal yang ada di wilayahnya. Banyak potensi daerah yang belum terekspose pada tayangan lokal. Hal senada diungkapkan oleh Fauziah, aktivis Partai Gerindra Kalimantan Barat.
“Potensi wisata saja belum semuanya terekspose, belum lagi kuliner Kalimantan Barat yang sangat beragam,” katanya geram.

Komisioner KPI Pusat Mayong Suryo Laksono yang mendapatkan kesempatan pertama menyampaikan tentang frekuensi yang digunakan oleh Lembaga Penyiaran adalah milik masyarakat yang dikelola oleh negara dan pemerintah. Frekuensi yang digunakan TV dan Radio sifatnya menyewa kepada pengelola yakni pemerintah. Oleh karenanya, Lembaga Penyiaran tidak serta merta memiliki sarana tersebut sebagian atau sepenuhnya.

“Masyarakat perlu mengetahui bahwa frekuensi yang digunakan TV dan radio pada prinsipnya bukan milik mereka. Televisi dan radio hanya menyewa frekuensi tersebut. Jadi bijaklah dalam menggunakannya. Siarkanlah program-program yang bermanfaat untuk masyarakat,” katanya.

Mayong Suryo Laksono dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan hasil survey indeks kualitas program siaran televisi kedua tahun 2018. Survei kedua tersebut dilaksanakan pada bulan Juni 2018. Hasilnya, indeks kualitas program siaran televisi tahap kedua naik tipis 3 poin, dari 2,84 pada tahap pertama (Maret-April) menjadi 2,87.
“Program siaran yang berada di atas batas berkualitas adalah wisata budaya, talkshow, religi dan berita,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Biem Triani Benjamin menyoroti tentang fungsi media penyiaran yang semakin tergerus. Menurutnya, sesuai dengan amanat UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, fungsi media adalah memberikan informasi, memberikan pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, ekonomi serta menampilkan kebudayaan lokal.

“Semua fungsi tersebut terdegradasi kecuali hanya memberikan hiburan. Itu pun hiburannya tidak sehat. Saling membully satu sama lain. Belum lagi maraknya berita hoax,” ungkap anak tokoh betawi legendaris Benyamin S.

Kedua, Biem mengungkapkan, makin meningkatnya jumlah media membuat kue iklan televisi dan radio turun sejak 10 tahun belakangan. “Meski APBD dan APBN konsisten naik, tapi penyerapan belanja iklan di media penyiaran masih minim,” kata Biem. Sehingga, lanjut Biem, media yang tidak sehat berdampak pada penurunan kualitas.
 
Netty Herawati, akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak menyampaikan tentang pengaruh konten siaran. Menurutnya, saat ini penetrasi media di negara berkembang masih 90%, termasuk Indonesia. Oleh karenanya, mau tidak mau, televisi digunakan sebagai alat propaganda terpenting untuk mempengaruhi khalayak banyak.

“Makanya, masyarakat sebagai objek televisi mesti memiliki kemampuan literasi yang baik. Masyarakat perlu memilih mana tayangan yang diperlukan atau tidak. Masyarakat harus menonton tayangan yang sesuai dengan usianya,” ungkap Netty.

Literasi Media di Pontianak dihadiri oleh 120 orang yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan dan masyarakat umum di sekitar Kota Pontianak. Selain di Pontianak, Literasi juga serentak dilaksanakan di kota lainnya seperti di Semarang, Ambon, Padang, Tuban, dan Medan. Cup

 

Banjarmasin - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, mengajak masyarakat untuk rasional dalam memilih progran siaran televisi. Hal ini disampaikan dalam gelaran kegiatan Literasi Media di Ruang Meeting Venus, Golden Tulip Galaxy Hotel, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (31/10/2018).

"Ada tanyangan televisi ratingnya bagus, tapi kualitasnya buruk. Nah, ini adalah tugas kita semua untuk memilah siaran," ungkap Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat itu.

"Kuncinya publik musti rasional. Dan, literasi media, upaya KPI untuk mengajak publik rasional," lanjutnya yang disambut tepuk tangan.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPRD Suripno Sumas. Menurutnya, tak jarang terjadi parnomedia. "Peranan kita adalah melakukan kontrol. Tidak hanya pasif. Apakah siaran sudah sesuai dengan nilai dan norma sosial kita," ungkap mantan Ketua KPI Daerah Provinsi Kalsel.

Sri Astuty, Akademisi Universitas Lambung Mangkurat, menegaskan adanya potensi negatif siaran terutama kepada anak-anak. "Imitasi sangat sering terjadi bagi anak-anak, bahkan kita semua. Dan masih kita temukan tayangan yang buruk. Sangat perlu proses pendampingan," Tutur Sri Astuty.

Gelaran acara yang berlangsung sampai jam 16.00 WITA ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Drs. Abdul Haris, sekaligus membuka kegiatan. Hadir juga Komisioner KPI Daerah, mahasiswa dan komunitas-komunitas di Kalsel.

 

Banjarmasin - Sepuluh panel ahli tampak semangat memasuki ruang Venus, Lantai 2 Golden Tulip Galaxy Hotel, Banjarmasin , Kalimantan Selatan. Mereka akan melakukan diskusi terarah dalam Focus Group Discussion (FGD) Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI 2018, Selasa (30/10/2018). Kegiatan ini dipandu Sri Astuty, Pengendali Survei yang juga dosen di Universitas Lambung Mangkurat.

Dari beberapa kategori program siaran, berita menjadi program siaran yang disoroti, terutama terkait dengan iklan politik. Muhammad Alif menyayangkan masih ada berapa iklan politik yang gentayangan di televisi. “Tidak ada memang visualnya, tapi secara audio jelas dalam tayangan televisi masih ada iklan politik,” lanjut pria yang akrab disapa Alif.

Di sisi lain, ada beberapa yang menilai bahwa program siaran televisi dalam kategori berita masih bagus. Tapi yang sangat disayangkan adalah sering munculnya iklan di tengah-tengah siaran. “Ini tentu bisa menggangu fokus kita untuk mendapatkan berita,” kata Bacharuddin, salah satu panel Ahli.

Sebelumnya, Agung Suprio, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam sambutannya menyampaikan bahwa Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI 2018 diharapkan mampu menjadi alternatif bagi publik memilih program siaran. “Masukan-masukan panel ahli sangat konstruktif bagi kami. Ini kita harapkan menjadi alternatif, bagi publik, juga stakeholder yang lain. Upaya meningkatkan program siaran berkualitas,” tuturnya.

Hadir juga Wakil Kordinator Area, Prof. Dr. Asmu’I bersama dengan Ketua KPI Daerah Milyani dan Marliyana, serta rombongan KPI Pusat Umri Kepala Bagian Perencanaan Hukum dan Humas dan Endah Muwarni. “Ini komitmen kami untuk tetap menyehatkan dunia penyiaran kita,” ungkap Prof. Dr. Asmu’i. 

 

Denpasar - Ketua Umum Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis mendukung langkah Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Bali menyelenggarakan kegiatan "Radio Academy 2018" sebagai penyiar yang profesional.

"Kami mendukung kegiatan yang diprakarsai oleh PRSSNI Provinsi Bali dan KPI Daerah Bali menyelenggarakan kegiatan 'Radio Academy 2018'," kata Yuliandre disela pembukaan kegiatan tersebut, di Renon Denpasar, Bali, Selasa.

Ia mengatakan keberadaan stasiun radio di era globalisasi tetap eksis, karena itu kesiapan sumber daya manusia (SDM) harus lebih berkualitas dan profesional dalam menyajikan siaran kepada publik.

"Saat ini, publik sangat membutuhan informasi yang berkualitas, termasuk penyajian berita-berita yang aktual, namun tetap berpedoman pada aturan lembaga penyiaran itu sendiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujarnya.
 
Yuliandre lebih lanjut mengatakan dengan kegiatan "Radio Academy 2018 : Basic Announcing skill" yang pertama diselenggarakan di Bali ini akan mendorong semangat bagi penyiar radio untuk menambah wawasan dan cara pandang dalam penyajian berita di radio.

"Kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk membentuk karakter dan melahirkan SDM yang berkualitas, khususnya insan yang bergerak di radio atau penyiar," ucapnya.
 
Dengan langkah tersebut, kata Yuliandre, masyarakat akan dapat menikmati sajian yang disiarkan oleh stasiun radio yang lebih menarik dan akurat, baik itu dalam bentuk berita maupun hiburan lainnya.

"Menariknya sebuah kemasan dalam penyajian siaran di radio tak terlepas juga dengan kemampuan dari penyiar tersebut," ucapnya.
 
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Nyonya Putri Suastini Koster mendukung kegiatan yang dilakukan PRSSNI Bali dalam membentuk peyiar yang terampil dan profesional.

"Saya mendukung kegiatan ini. Bahkan saya berharap tidak hanya sampai disini membuat kegiatan 'Radio Academy'. Tahun depan agar lagi diadakan kegiatan ini. Kalau bisa berkesinambungan membentuk karakter peyiar yang profesional," ucapnya.

Selain itu, kata Suastini Koster, berharap konten siaran radio menyajikan tentang seni dan budaya. Sehingga kreativitas yang bergerak dibidang budaya dan susastra memiliki ruang untuk berkiprah pada ruang publik melalui siaran radio.

"Media radio banyak memberi peluang pada kemajuan pembangunan. Bahkan dalam siaran, banyak penyiar yang memiliki 'fans' yang banyak. Tapi tidak ada yang tahu wajahnya (ana ring uruh, tan ana ring rupa atau suaranya kenal, tapi tak tahu wajah penyiarnya)," ucapnya.

Suastini Koster juga berharap kepada kepada perusahaan stasiun radio terus mendukung informasi pemberitaan yang mendukung pembangunan, sebab keberadaan radio jangkauannya cukup luas hingga kepedesaan.

"Saya berharap siaran radio terus meningkatkan dukungan dalam pembangunan, termasuk program-program pemerintah yang selama ini sudah diterapkan di masyarakat," ucapnya. 
 
Ketua Pengurus Daerah PRSSNI Bali Nyoman Agus Satuhedi mengatakan bahwa lembaga penyiaran radio siaran sedang menghadapi tantangan global, baik dari sisi pesatnya ICT, maupun semakin ketatnya persaingan antarmedia.

Ia mengatakan banyak sekali alternatif media yang bermunculan akibat teknologi yang semakin berkembang dan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat terhadap masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan informasi dan hiburan.

"Pengelenggaraan penyiaran dan program radio siaran yang berkualitas pun semakin dibutuhkan, khususnya dari sektor pelaku siaran di lini terdepan, yakni penyiarnya," kata Agus Satuhedi menegaskan. Red dari Antaranews Bali

 

Jakarta - Sehubungan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang, dengan ini KPI menyampaikan turut berbelasungkawa atas musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang pada Senin (29/10/2018).

Terkait peristiwa itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk berhati-hati menayangkan informasi mengenai kejadian tersebut khususnya yang bersumber dari informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

“Kami meminta lembaga penyiaran tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi HOAKS ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber berwenang terkait dengan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Ini untuk menghindari kesimpangsiuran informasi. Karena itu, kami mendorong sumber yang diperoleh terkait kejadian ini harus berasal dari instansi berwenangan dan sehingga dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

KPI juga mengimbau lembaga penyiaran untuk tidak menyebarkan foto-foto korban maupun potongan gambar korban musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang berasal dari media sosial maupun dari sumber lainnya melalui media penyiaran.

“Kami mengingatkan kembali bahwa pedoman peliputan soal bencana dan kejadian luar biasa seperti kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air, harus mengedepankan etika jurnalistik serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012,” jelas Yuliandre. 

Berikut ini,  isi kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik antara lain:

1) Wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat;

2) Dilarang :

a. Menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya;

b. Menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian;

c. Mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber;

d. Menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up; dan/atau

e. Menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh.

3) Wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah. ***

 

Terima kasih.

Mauludi Rachman 

Kasubag Humas dan Kerjasama KPI Pusat 

HP: 08119220122

email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Twitter: @kpi_pusat, 

Facebook: Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

IG: kpipusat

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.