Dumai - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau membentuk Keluarga Cinta Siaran Indonesia (KCSI) di Kota Dumai sebagai ujung tombak gerakan cinta siaran lokal dan nasional.

Komisioner KPID Riau Widde Munadir Rosa  di Dumai Kamis mengatakan, KCSI dibentuk sebagai penguatan kapasitas masyarakat di kawasan perbatasan.

"KCSI di Riau sudah dibentuk di tiga daerah, yaitu Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Dumai, tujuannya untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air masyarakat di wilayah perbatasan dalam kegiatan mendengar dan menonton siaran indonesia," kata Widde.

Dijelaskan, KPID Riau menargetkan tujuh kabupaten/kota yang berada langsung di daerah terdepan, tertinggal dan terluar untuk segera membentuk kelompok keluarga cinta siaran Indonesia.

Ada beberapa persoalan penyiaran di wilayah perbatasan, misalnya, warga mendapatkan akses informasi dari negara lain, minimnya siaran televisi dan radio dari dalam negeri yang dikonsumsi masyarakat.

"Persoalan lainnya, pemerintah juga belum menempatkan pembinaan terhadap lembaga penyiaran di wilayah perbatasan sebagai program prioritas," sebutnya.

KCSI juga sebagai ujung tombak KPID dalam gerakan kampanye mendorong tumbuhnya rasa cinta terhadap siaran lokal dan Indonesia, karena di tujuh daerah di Riau masih didominasi siaran dari negara tetangga.

Pembentukan KCSI ini, diharap semua penyiaran terpantau, membantu masyarakat umum dalam memahami peraturan, memudahkan pengaduan atas pelanggaran dan muncul ide atau gagasan untuk pengembangan penyiaran publik.

Kondisi penyiaran di Dumai, lanjutnya, ada tiga televisi berbayar dan empat radio, diharap dalam kegiatan penyiaran lebih mengangkat tentang kearifan lokal daerah dan turut mencerdaskan anak bangsa.

"KPID sudah banyak menangani pengaduan penyiaran dari masyarakat, dan kedepan kkcsi dapat mengawasi serta mendorong cinta siaran indonesia secara umum," ujarnya.

KCSI di Kota Dumai terdiri atas unsur wartawan televisi dan radio, organisasi masyarakat, mahasiswa dan pelajar. Red dari Antara Riau

 

Kepala Divisi Hubungan Masyrakat (Humas) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Setyo Wasisto.

 

Jakarta – Kepala Divisi Hubungan Masyrakat (Humas) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Setyo Wasisto, menjadi pengisi materi dalam Sekolah P3SPS KPI Angkatan XXXII yang dimulai hari ini, Selasa (16/10/2018) di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta Pusat. Jenderal Polisi bintang dua ini menyampaikan materi tentang penyiaran dalam aspek keamanan negara.

Usai diperkenalkan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, kepada peserta Sekolah P3SPS, Setyo memaparkan peran penting media salah satunya yakni menjaga keutuhan negara. Maraknya informasi hoax yang beredar di tengah masyarakat melalui media sosial harus diverifikasi kebenarannya oleh media seperti TV maupun radio.

“Kita bisa lihat berita hoax bisa memecah negara di Timur Tengah. Apalagi saat ini kita sudah masuk tahun politik yang apa-apa bisa dipolitisir,” kata Setyo.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk memastikan informasi tersebut layak dan terjamin kebenaran yakni cek, ricek dan cek kembali. “Ketika kita menyampaikan kebenaran, masyarakat akan dapat pembelajaran dan edukasi. Jika yang kita sampaikan sebaliknya, akan menjadi bara api. Masalah hoax ini sangat luar biasa dan kami mendukung setiap ada gerakan anti hoax,” tutur Setyo.

Setyo menyatakan keberadaan KPI sebagai regulator dan pengawas penyiaran di Indonesia sangat sentral. Namun, posisi KPI ini jangan dianggap sebagai lembaga yang membelenggu kreatifitas. Seharusnya, ini menjadi pematik bagi lembaga penyiaran membuat konten-konten yang edukatif dan bermanfaat agar anak-anak tidak menonton tayangan yang isinya hedonis dan berbau pacaran.

“KPI pun harus berani mengambil tindakan tegas jika ada lembaga penyiaran yang melanggar aturan siaran,” kata Setyo.

Masyarakat, kata Setyo, juga memiliki peran untuk ikut mengawasi konten siaran. Jika peran ini dapat dijalankan, dia meyakini konten siaran akan bersih dari pelanggaran. “Masyarakat berperan penting dalam meredam dampak negatif siaran, salah satunya dimulai dari keluarga  dengan memberikan pemahaman bagaimana menggunakan media. Peran aktif masyarakat ini sangat diperlukan agar muatan siaran senantiasa sehat dan bermanfaat,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Setyo menjawab pertanyaan peserta soal boleh tidaknya media ikut dalam sebuah penyergapan atau penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian. Menurutnya, hal itu tidak boleh demi keselamatan awak media dan anggota Kepolisian. Terkait ini, Setyo berencana akan membahas dengan para Pemimpin Redaksi dan membuat SOP. *** 

 

 

Tanjungpinang -  Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) terhadap 45 lembaga penyiaran yang memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran di tujuh kabupaten/kota se-Kepri.

"Monev ini penting untuk pembaharuan data base lembaga penyiaran. Kami juga ingin melihat dan mengetahui perkembangan lembaga penyiaran terutama dengan sumber daya manusia (SDM) yang mereka miliki, agar tujuan penyiaran tecapai bukan hanya dalam segi bisnis," kata Ketua KPID Kepri, Henky Mohari di Tanjungpinang, Minggu (14/10/2018).

Disampaikan, Monev tersebut sudah dimulai sejak pekan kemaren di Tanjungpinang dengan mendatangi langsung sejumlah lembaga penyiaran, baik Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) televisi dan radio, Lembaga Penyiaran Belangganan (LPB) satelit, kabel dan terestrial, Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) radio dan televisi serta Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) radio.

"Kami mulai dari Tanjungpinang, sampai akhir Oktober ini kami targetkan seluruh lembaga penyiaran yang ada di Kepri bisa kami datangi untuk mengetahui langsung mulai dari perizinan hingga perkembangan lembaga penyiaran tersebut," kata Henky.

KPID Kepri menurutnya juga fokus kepada program siaran maupun isi siaran yang disiarkan atau ditayangkan oleh lembaga penyiaran karena ini sangat erat kaitannya dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.

"Lembaga penyiaran wajib mentaati P3 dan SPS yang telah ditetapkan KPI Pusat, agar pemanfaatan frekuensi radio sebagai ranah publik bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat dan memperkokoh integrasi nasional," ujarnya.

Diterangkan, lembaga penyiaran di Kepri diharapkan lebih memperbanyak siaran atau program acara terkait dengan siaran perbatasan agar mampu mengimbangi siaran-siaran dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang hari-hari bisa dinikmati masyarakat secara langsung melalui televisi dan radio.

"Ini sangat penting untuk menjaga rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air tetap tumbuh di masyarakat perbatasan," ujarnya.

Dalam monev tersebut KPID Kepri juga menerima berbagai masukan dan keluhan dari lembaga penyiaran terutama terkait pemutakhiran data, pajak penyiaran dan pajak stasion radio serta persoalan lainnya. "Masukan untuk KPID cukup banyak, salah satunya kedepan kami akan melaksanakan program sekolah P3SPS agar mampu meningkatkan SDM dibidang penyiaran bagi lembaga penyiaran," pungkasnya. Red dari haluankepri.com

 

 

Jakarta - Bimbingan Teknis Sekolah P3SPS yang diselenggarakan KPI Pusat memasuki angkatan XXXII. Sejak pembukaan pendaftaran angkatan XXXII, tercatat lebih dari 50 calon peserta yang mendaftarkan diri.  

Antusiasme praktisi penyiaran dan masyarakat untuk mengikuti kegiatan ini sangat tinggi sehingga melebihi kuota yang tersedia. Untuk itu, dengan ini panitia mengumumkan peserta Sekolah P3SPS angkatan XXXII yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 16 - 18 Oktober 2018*. Pendaftar yang belum masuk angkatan XXXII akan diikutkan pada sekolah angkatan XXXIII, Desember 2018.   

Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya di Ruang Rapat KPI Pusat pada pukul 08.00 dan membawa foto ukuran 3x4, satu lembar. Adapun peserta Sekolah P3SPS angkatan XXXII adalah sebagai berikut:

Rikha Indriaswari (NET.)

Muhamad Nawir (SCTV)

Muhammad Rosyid Ridlo (NET.)

Mahrus Tamam (iNews)

Mochamad Ibnu Wardhana (Inews TV)

Mochamad Rudi Kurniawan (GTV)

Subhan (tv One)

Yuri aprian (tv One)

Muhammad Yusuf (TRANS7)

Dian Wiedaryanto (Indosiar)

Ardison (LPP TVRI)

Desi Triwahyuni (TVRI)

Raifal Halim (RTV)

Reza Hadinugraha (ANTV)

Bhayu Apriyanto (jawapostv)

Vicky Andody Situmeang (Trans TV)

Ari Chandra Putra (KPI Pusat)

Muhammad Mughny Abdinirio (KPI Pusat)

M Kholili muhammad (KPI Pusat)

Mohammad Zamzami Mubarrak (KPI Pusat)

Robi sabila (KPI Pusat)

Fatimah zahrah (KPI Pusat)

Novi Rianty Rahayu (KPI Pusat)

Nurul Amalina (KPI Pusat)

Nurul Asyana Apriandhani (KPI Pusat)

Sri prihatin (KPI Pusat)

Yuni Sulistiyanti (KPI Pusat)

Abuharis (KPID DKI Jakarta)

Mugie Suhandri (KPID DKI Jakarta)

Dita Lusiana Chairunissa (KPID DKI Jakarta)

Nadya Shabrina (UIN Jakarta)

D. Olga Pelleng (KPID Sulawesi Utara)

Lia Fatra Nurlaela (Mahasiswi)

Siska Irma Diana (Mahasiswi)

Eva Mufarifah (Mahasiswi)

Abdul Mukhlis Arofi (Mahasiswa) 

Ridwan Brian Budiman (Mahasiswa) 

Hery Maulana (Mahasiswa).***

 

 

Padang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatra Barat, menyatakan cukup banyak televisi kabel di wilayahnya yang tidak memiliki izin. Hal demikian dikhawatirkan dapat merugikan masyarakat yang berlangganan. 

Komisioner KPID Sumatra Barat, Yuni Ariati, mengatakan, dalam menyikapi hal itu KPID membidik televisi kabel ilegal. Disinyalir, ada puluhan televisi kabel tanpa izin, tersebar di Sumatra Barat.

Ia menjelaskan, saat ini baru enam televisi kabel yang mempunyai izin, yaitu Andalas Vision Padang, Irama Mitra Media Padang Panjang, Denai Kabel Mandiri Payakumbuh dan Minang Saluran Ceria Bukittinggi dan Solok Vision dan Maulana Mitra Media Karimun.

“Ada puluhan televisi kabel dari berbagai daerah yang beroperasi di Sumatera Barat. Padahal, baru enam yang memiliki izin. Kita akan menindak mereka,” tegasnya, saat Focus Group Discussion (FGD) KPID Sumatra Barat, di Aula KPID Jalan Sawo Purus V, Padang, Kamis (11/10/2018).

Yuni mengatakan, menjamurnya televisi kabel ilegal di Sumatra Barat dikarenakan murahnya biaya iuran, sehingga masyarakat tertarik. Hanya saja, karena tanpa izin membuat konten televisi itu tidak terpantau dan tidak jarang berisikan siaran yang kemungkinan tidak layak tayang, seperti aksi kekerasan, radikalisme, sampai tayangan yang tidak mendidik dan merusak moral, terutama bagi anak-anak.

“Iurannya cukup murah, beragam mulai Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Namanya saja ilegal, sehingga murah. Padahal, akibat negatif yang akan diderita pelanggan cukup banyak. Untuk itu, kita minta masyarakat melaporkan kalau ada televisi kabel ilegal di daerahnya. Kita akan turun dan menindaknya,” kata Yuni.

Menurutnya, televisi kabel ilegal itu banyak memiliki efek negatif. Selain kontennya tidak terpantau, bagi pelanggan juga akan kesulitan, jika melakukan komplain.

“Misalnya, pelanggan tidak mendapatkan pelayanan memuaskan karena siarannya sering hilang. Ke mana harus komplain, karena mereka ilegal. Coba kalau legal, mereka bisa mengadu ke KPID Sumbar,” tegasnya.

Ia mengungkapkan, kendati KPID Sumatra Barat dalam keterbatasan anggaran, namun pihaknya tidak akan terpengaruh untuk menindak televisi kabel ilegal yang beroperasi. Pasalnya, persoalan televisi kabel masuk dalam kewenangan KPID Sumatra Barat.

“Tanpa biaya operasional pun, kita akan turun. Kita akan tindak televisi kabel ilegal ini. Sudah ada beberapa yang kita tindak, mulai dari teguran hingga mencabut izinnya,” tegasnya.

Sementara, Ketua KPID Sumatra Barat, Afriendi, mengatakan untuk menunjang kinerja KPID yang baru dilantik itu, diperlukan adanya peralatan dan fasilitas yang memadai. Karena sejauh ini, beberapa kendala yang dihadapi, sarana dan prasarana untuk pengawasan konten lokal dan televisi lokal.

Sedangkan untuk anggaran di KPID Sumatra Barat merupakan dana hibah, sehingga tidak bisa digunakan untuk pembelian barang atau pun jasa.

“Sejak dilantik, KPID Sumatra Barat sudah mengeluarkan lebih dari empat kali teguran ke beberapa stasiun televisi. Kami bersama staf pemantau siaran selama 24 jam, jadi perlu juga sarana prasananya,” katanya.

Terkait kendala yang dihadapi KPID Sumatra Barat ini, sebelumnya telah didengarkan langsung oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Asril Hamzah, yang menurutnya KPID harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah.

Dari DPR RI sendiri juga akan segera menuntaskan Revisi Undang-Undang Penyiaran, agar persoalan yang dialami KPID hampir seluruh daerah Indonesia segera terselesaikan.

“Jika sudah begitu, tentu DPR RI meminta dukungan KPI Pusat untuk memperhatikan KPID di seluruh Indonesia, begitu juga di Sumatra Barat ini,” tegasnya. Red dari cendananews.com

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.