Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menyelenggarakan Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI di Kantor KPI Pusat, Jalan Djuanda, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018) hingga Kamis (20/9/2018). Sekolah bertajuk Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diadakan sekali dalam satu bulan ini sudah memasuki Angkatan ke XXXI. 

Di hari pertama sekolah, para peserta yang kebanyakan berasal dari lembaga penyiaran mendapatkan materi dan pengalaman berharga dari Sekjen ATVNI (Asosiasi Televisi Nasional Indonesia), Mochamad Riyanto. 

Selain itu, peserta juga mendapatkan materi reguler dari Komisioner KPI Pusat antara lain Sujarwanto Rahmat Arifin, Mayong Suryo Laksono, Hardly Stefano, Nuning Rodiyah, dan Dewi Setyarini.

Mayong Suryo Laksono, yang juga Kepala Sekolah P3SPS KPI, menyampaikan materi tentang jurnalistik dan kaitan dengan aturan dalam P3SPS KPI tahun 2012. Menurutnya, KPI memiliki kewajiban menjamin masyarakat memperoleh informasi yang benar dan sesuai dengan hak asasi manusia. “Ide besar dari aturan yang ada dalam P3SPS ini adalah perlindungan anak. Semua ini diniatkan demi perlindungan mereka,” katanya.

Sementara Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menjelaskan pengaturan tentang program siaran bermuatan seksual. Dia menyampaikan bahwa siaran itu dilarang mengeksploitasi dan menampilkan bagian-bagian tubuh seperti paha, bokong, dan payudara. Selain itu, Nuning mengajak peserta sekolah untuk tidak sembarangan memblur dan menyensor sebuah tayangan. 

Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, memaparkan presentasi tentang filosofi penyiaran di Indonesia. Menurutnya, setiap pengguna frekuensi harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap publik sebagai pemilih frekuensi tersebut. “Masak TV isinya hanya ngebully-bully, dukun-dukun dan hantu-hantu,” katanya.

Setelah mendapatkan materi dari pengajar, para peserta akan mengikuti ujian tertulis di sesi terakhir sekolah. Ujian ini menjadi salah satu penilaian yang menentukan peserta tersebut lulus tidaknya. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menjadi narasumber acara FGD “Studi Institusi Interface dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia” di Swiss-Bellin Hotel, Jakarta, Kamis (13/9/2018) lalu.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta komitmen seluruh lembaga penyiaran untuk merespon secara cepat informasi peringatan dini tsunami dari Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BKMG) dalam siaran. Hal itu ditegaskan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menjadi narasumber acara FGD “Studi Institusi Interface dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia” di Swiss-Bellin Hotel, Jakarta, Kamis (13/9/2018) lalu.

Menurut dia, berdasarkan Undang-undang Penyiaran tahun 2002, lembaga penyiaran memiliki fungsi sebagai media informasi bagi publik termasuk informasi peringatan dini tsunami. Apalagi informasi peringatan dini tsunami masuk dalam kategori sangat penting karena menyangkut keselamatan jiwa orang banyak.

Hardly menjelaskan informasi peringatan dini tsunami atau bencana alam harus disampaikan cepat, tepat, jelas berikut tuntunannya. Peringatan ini disampaikan dalam bentuk breaking news atau program pemberitaan. 

Dalam kaitan pengawasan siaran, Hardly menyatakan akan melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran dalam prosesi penyampaian peringatan dini tsunami dan bencana alam. “Kami memiliki tim monitoring 24 jam. Kami dapat mengontrol lembaga penyiaran mana yang tidak responsif terhadap peringatan gempa dan tsunami,” katanya.

Tidak hanya soal komitmen lembaga penyiaran, Hardly menekankan pentingnya sosialisasi bersama BMKG, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan stakeholder terkait ke lembaga penyiaran. Sosialisasi ini akan diturunkan ke daerah melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di 33 Provinsi berikut simulasi. 

“Secepatnya kami akan mengadakan pertemuan antar KPI, BMKG, dan beberapa lembaga lain terkait informasi peringatan gempa dan tsunami,” papar Hardly.  

Sementara itu, Rahmat Triyono, dari BNPB berharap KPI dapat mensinergikan media dalam penyampaian peringatan dini tsunami atau PDT. Dia juga menyampaikan status peringatan dini dalam level Major warning (awas): >3 m dari laut (berarti harus segera melakukan evakuasi menyeluruh), Warning (siaga): 50 cm – 3 m dari laut (melakukan evakuasi) dan Advisory (waspada): 0 - 50 cm dari laut (harus menjauhi pantai).

Nantinya, KPI juga akan dipasangkan 10 perangkat Warning Receiver System. Hal ini agar KPI dapat juga menyampaikan informasi ke masyarakat dan juga lembaga penyiaran terutama masyarakat terdampak. “Target diseminasi informasi gempa dan tsunami dalam Restra BMKG adalah 3 menit tapi saat ini masih terkendala sensor yang belum ideal,” katanya.

Wayan Eka Putra dari Metro TV mengatakan, pihaknya sudah menggunakan InaTews (Indonesia Tsunami Early Warning System). Menurutnya, pengumuman BMKG merupakan sumber penting Breaking News Metro TV. “Sudah sejak 2006 kami sudah ada SOP mengenai Peringatan dini Tsunami dari BMKG,” katanya.

Ada 3 titik di Metro TV yang ditempatkan alat Warning System yaitu master control room, news room dan kontrol room studio. Peringatan yang masuk ke TV disampaikan melalui berbagai media (fax, sms, email, WRS). Semua awak media, menurutnya, harus tahu jenis-jenis produk tersebut. ***

 

 

Pontianak - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Barat (Kalbar) audensi ke Komisi 1 DPRD Provinsi Kalbar, Senin (17/09/2018) sore, untuk melaporkan kegiatan dan programnya sepanjang tahun berjalan.

“KPID sudah menjalankan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsinya). Belum ada laporan tentang mereka ke Komisi 1. Sehingga kita menganggap kinerjanya cukup baik. Lain halnya kalau ada yang melapor, berarti ada kendala,” kata Subhan Nur, Ketua Komisi 1 DPRD Provinsi Kalbar, ditemui usai menerima audensi KPID Kalbar.

Subhan menilai, DPRD Kalbar tidak bisa juga berharap yang muluk-muluk terhadap KPID. “Karena pada aspek penganggarannya, mereka ini pas-pasan. Sementara aspek kualitas itu tidak terlepas dari aspek fasilitas. Bagaimana mau bekerja dengan baik kalau fasilitasnya kurang,” paparnya.

Seperti diketahui, penganggaran untuk KPID dibebankan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). “Dibebankan kepada daerah ini yang kadang menjadi kendala. Tentu berbeda kalau umpanya penganggarannya dibebankan ke pusat,” kata Subhan.

Ia mengungkapkan, saat audensi itu KPID menyampaikan berbagai kendala yang dihadapinya. Berbagai hal sudah baik, di samping masih diperlukan perbaikan-perbaikan ke depannya.

“Kita memberikan masukan-masukan pada aspek kinerja menyangkut perizinan dan pengawasan penyiaran, sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya,” ungkap Subhan.

Selain itu, Subhan juga berharap KPID terus meningkatkan pengawasan terhadap isi atau konten penyiaran, terutama di daerah. Bagaimana agar dapat menjadi pendidikan yang baik bagi masyarakat.

Subhan sangat berharap isi penyiaran benar-benar diseleksi sedemikian rupa, agar tidak merusak pola pikir masyarakat. “Kalau di daerah justru lebih baik, dibandingkan secara nasional. Walaupun masih ada konten di daerah ini yang kurang mendidik, misalnya menyiarkan karaoke terus menerus. Perlu dibina,” selorohnya.

Sementara itu, Ketua KPID Kalbar, MS Budi mengatakan, audensi ke Komisi 1 DPRD Provinsi Kalbar ini pada intinya merupakan kegiatan rutin tahunan. “Karena kita mesti melaporkan berbagai kegiatan sepanjang tahun berjalan,” katanya.

Termasuk pula pertanggungjawaban administrasi keuangan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar, melalui DPRD Provinsi Kalbar, khususnya Komisi 1 yang membidangi hal ini.

“Kami menyampaikan proses pelayanan perizinan frekuensi televisi dan radio sepanjang 2017, termasuk hingga semester pertama 2018. Termasuk pula pengawasan yang dilakukan terhadap isi siaran secara rutin. Termasuk pula pengawasan lembaga penyiaran terkait Pilkada Serentak Kalbar lalu,” papar Budi.

Berbagai laporan yang disampaikan KPID ini, ungkap Budi, mendapat respon positif dari Komisi 1 DPRD Kalbar, di samping berbagai kelemahan yang mesti diperbaiki. “Saya kira ini sangat positif untuk menyongsong pekerjaan-pekerjaan kami memasuki 2019,” ucapnya. Red dari NETIZEN.media

 

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, di sela-sela rapat Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Iklan Kampanye di Media Cetak, Media Online, Lembaga Penyiaran dan Media Sosial yang diselenggarakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Senin (17/8/2018).

 

Jakarta – Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berpotensi menciptakan dua kutub atau garis pemisah (diametral) yang dikhawatirkan rawan konflik. Pasalnya, calon yang akan bertarung dalam Pilpres 2019 mendatang hanya dua pasangan, sama seperti Pilpres 2014 lalu. 

Padangan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, di sela-sela rapat Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Iklan Kampanye di Media Cetak, Media Online, Lembaga Penyiaran dan Media Sosial yang diselenggarakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Senin (17/8/2018). Rapat ini juga dihadiri Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Pers.

“Pilpres 2019 mendatang adalah perulangan dari Pilpres 2014, dimana munculnya dua pasangan calon revans. Ini berpotensi menciptakan dua kutub diametral yang rawan konflik,” jelas Rahmat.

Menurutnya, untuk menghindari terjadinya konflik, keberadaan Gugus Tugas yang terdiri dari KPU, Bawaslu, Dewan Pers dan KPI sangat relevan untuk menjamin Pemilu atau Pilpres yang adil dan jujur. “Gugus ini diharapkan dapat menggairahkan kembali partisipasi publik yang cenderung menurun,” kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu, disosialisasikan masa kampanye Pemilu di media massa baru boleh dilakukan 21 hari sebelum masa tenang. Adapun rapat yang diselenggarakan Bawaslu untuk menyiapkan pengawasan iklan kampanye di media massa dan media sosial. ***

 

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka  Belitung (Babel) melakukan kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Selasa (18/9/2018). Kunjungan tersebut diterima Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.

Di awal pertemuan, Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, menyampaikan maraknya lembaga penyiaran berlangganan yang berbisnis di wilayah Ibukota Provinsi Babel. Menurut mereka, perkembangan lembaga penyiaran berlangganan atau televisi kabel harusnya dapat memberi kontribusi bagi pendapatan daerah. Namun demikian, mereka berharap lembaga penyiaran tersebut memiliki legalitas dan jika tidak harus ada penertiban.

Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, mengatakan setiap lembaga penyiaran harus memiliki izin penyelenggaran penyiaran. Izin tersebut dapat diperoleh melalui proses permohonan perizinan melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) setempat. “Saat ini ada lima ribuan televisi kabel di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru hanya 300 lembaga penyiaran berlangganan yang memiliki izin,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Rahmat mendorong DPRD Kota Pangkalpinang melakukan verifikasi legalitas terhadap lembaga penyiaran berlangganan atau televisi kabel. Jika tidak memiliki izin, sebaiknya dilakukan penertiban. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.