Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Persatuan Radio Swasta Siaran Nasional Indonesia (PRSSNI) mendorong anggotanya menghindari potensi pelanggaran saat mengudara atau siaran. Sejumlah catatan KPI menunjukan masih ada tayangan radio yang berpotensi melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

Adapun jenis potensi pelanggaran yang sering terjadi antara lain pemutaran lagu-lagu yang mengandung kata-kata kasar atau cabul, baik lagu berbahasa Indonesia, lagu daerah, maupun asing.

“KPI berharap PRSSNI sebagai payung organisasi yang sudah sangat lama menaungi radio di seluruh Indonesia dapat mendorong anggotanya untuk menghindari semua potensi pelanggaran tersebut. Sehingga hal ini menjadikan radio sebagai media penyiaran yang  bermartabat, informatif, sekaligus menghibur,” kata Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, saat bersua pengurus PRSSNI, Senin (12/11/2018). 

Potensi pelanggaran lain yang jadi catatan KPI adalah host atau pembaca acara yang menyebutkan kata-kata kasar atau cabul dalam jokes atau candaan serta saat berkomentar.

“Dan yang juga sering kami temukan yakni pelanggaran iklan yang berkaitan dengan obat tradisional atau kimia yang belum terlisensi oleh BPOM, dengan janji-janji atau testimonsi manis mampu mengobati segala jenis penyakit sehingga cenderung menyesatkan atau bahkan membodohi publik,” jelas Dewi Setyarini.

Dalam kesempatan itu, Dewi berharap PRSSNI mendorong anggotanya membuat kebijakan swa sensorship di radio sebelum menyiarkan lagu. Upaya ini untuk menghindari tampilnya lagu dengan muatan kasar dan cabul. “Jika memungkinkan dengan mengedit lirik lagu yang mengandung kata-kata yang tidak pantas tersebut,” pintanya.

Menurut Komisioner bidang Isi Siaran ini, pertemuan dengan PRSSNI merupakan upaya pihaknya untuk membangun komunikasi karena radio adalah bagian tak terpisahkan dari dunia penyiaran. Pasalnya, sejarah penyiaran di dunia dan juga Indonesia dimulai dari radio.

Sementara, PRSSNI menyampaikan permasalahan di antaranya soal regulasi penyiaran (UU Penyiaran) yang dalam beberapa hal belum sepenuhnya mengakomodir karakteristik radio.

Selain itu, PRSSNI menyoroti masih adanya radio yang izin siarannya masih dalam proses tapi sudah bersiaran dengan konten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. PRSSNI menyatakan siap menghadapi sistem digitalisasi dengan radio streaming.

“Kami berkomitmen menjaga bahwa setiap anggota radionya akan menggunakan standar yang telah dibuat oleh organisasi  serta P3SPS sebagai acuan bersiaran,” kata salah satu pengurus PRSSNI. ***

 

Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin saat menerima Komisi I DPRD Jabar di Kantor KPI Pusat, Selasa (13/11/2018).

 

Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) segera membentuk Tim Panitia Seleksi (Tim Pansel) pemilihan Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar periode selanjutnya. Rencana ini disampaikan Komisi I DPRD Jabar saat melakukan kunjungan kerja ke Kantor KPI Pusat, Selasa (13/11/2018).

“Kami akan melakukan perekrutan Calon Anggota KPID baru. Kami ingin tahu bagaimana proses seleksi dan bagaimana proses pembiayaannya,” kata Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jabar, Syahrir, pada Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.

Menjawab hal itu, Rahmat mengatakan, pembentukan tim seleksi rekruitmen Anggota KPID harus sesuai dengan aturan dalam UU Penyiaran. DPRD bertanggungjawab membentuk tim panitia dan tim harus melaporkan kerjanya ke DPRD. 

“Pansel membuat tahapan seleksi seperti tim seleksi untuk KPI Pusat mulai dari seleksi berkas, seleksi tertulis, psikotes, hingga wawancara. Namun hal itu bisa berubah tergantung kebijakan. Adapun untuk pembiayaan tim seleksi berasal dari anggaran DPRD sesuai undang-undang,” kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu, Syahrir melaporkan, penganggaran operasional KPID Jabar sudah independen, tidak lagi bergantung dari dana hibah. 

Terkait hal ini, Rahmat manyampaikan apresiasinya. Menurutnya, tidak banyak KPID yang penganggaran independen. Hampir sebagian besar operasional KPID bergantung kepada dana hibah pemerintah provinsi. 

Menurut Rahmat, dukungan anggaran untuk KPID harus maksimal karena lembaga ini bertanggungjawab terhadap pengawasan siaran di daerah. “Pemantauan siaran harus jadi prioritas anggaran di KPID. Pemantauan siaran itu senjata dan alat kerja KPID,” paparnya. 

Dalam kunjungan itu, Ketua Komisi I DPRD didampingi Anggota KPID. Turut menerima Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, Kabag Perencanaan, Hukum dan Kerjasama, Umri. ***  

 

Jakarta - Hasil penelitian kesehatan dari jajaran Kementerian Kesehatan harus dapat dibahasakan secara populis agar dapat diterima dan juga dimengerti oleh masyarakat. Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mayong Suryo Laksono menyampaikan hal tersebut dalam acara Ekspo Disertasi Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke-54, di Jakarta (9/11).

Menurut Mayong, masyarakat juga berhak mendapatkan manfaat dari penelitian yang telah dilakukan jajaran Kemenkes, untuk kepentingan kesejahteraan mereka. Dia mengingatkan pula, bahwa saat ini para produsen pengobatan alternatif lebih kreatif dalam memasarkan produk-produk kesehatan yang mereka klaim dapat mengobati semua penyakit. “Iklan produk pengobatan alternatif selalu menghadirkan manager pemasaran yang mampu membuat masyarakat antusias dan bahkan berkonsultasi langsung tentang masalah kesehatannya melalui TV dan radio,” ujar Mayong. Padahal tidak ada kapasitas bagi manager pemasaran produk menangani keluhan kesehatan.

Untuk itulah Mayong berharap, hasil riset dari Disertasi para dokter di Kemenkes ini dapat disosialisasikan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh orang awam. “Harus ada yang menjembatani antara hasil riset ini dengan masyarakat,” ujarnya. Sehingga, riset yang sudah dilakukan dapat diimplementasi dan menghasilkan manfaat yang optimal untuk memperbaiki kesehatan masyarakat.

Hadir dalam acara tersebut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Anfasa Moeloek, yang turut memberikan arahan dan membuka acara Expo. Expo Disertasi itu menampilkan 63 disertasi dari seluruh satuan kerja Kementerian Kesehatan antara September 2017 dan September 2018.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, diterima Plt Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTu) Kemendesa PDTT, Aisyah Gamawati, di Kantor Kemendesa PDTT, Senin (12/11/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjajaki kerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk membangun daerah tertinggal dan perbatasan melalui penyiaran. KPI menilai kerjasama dengan Kemendesa PDTT sangat tepat untuk membuka wilayah perbatasan dan tertinggal melalui informasi yang tepat dan terarah terutama bagi para investor.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, selama ini informasi mengenai daerah-daerah tersebut kurang banyak diketahui. Padahal, dia meyakini sumber daya dan peluang usaha di daerah tersebut sangat banyak dan terbuka. 

“Kita membutuhkan informasi lengkap dan akurat yang bisa memberikan arahan kepada para investor untuk dapat masuk ke wilayah tersebut. Apa-apa saja kelebihan dan sumber daya yang dimiliki daerah tersebut, baik itu berupa budaya, wisata dan lainnya. Ini perlu diketahui orang banyak,” katanya kepada Plt Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTu) Kemendesa PDTT, Aisyah Gamawati, di Kantor Kemendesa PDTT, Senin (12/11/2018).

Yuliandre mengatakan, KPI menyediakan ruang apresiasi atau penghargaan bagi lembaga penyiaran yang memiliki perhatian terhadap wilayah perbatasan dan tertinggal dalam Anugerah KPI. Upaya itu dilakukan KPI agar lembaga penyiaran memiliki perhatian besar terhadap daerah-daerah tersebut.

“Kami sisipkan untuk daerah tertinggal dan perbatasan di Anugerah KPI. Ini jadi pertanyaan dari lembaga penyiaran karena mereka liat unik. Kami sesungguhnya ingin mengarahkan ini agar ada perhatian dari lembaga penyiaran. Kita ingin memancing mereka membuat program-program dari perbatasan dan daerah tertinggal,” jelas Andre, panggilan akrabnya.

Sementara itu, Plt Dirjen PDTu, Aisyah mengatakan, pihaknya tertarik dengan adanya penghargaan terhadap lembaga penyiaran yang memiliki perhatian terhadap daerah perbatasan dan tertinggal di Anugerah KPI. Hal ini sesuai dengan konsen pihaknya yang ingin memajukan daerah-daerah tersebut.

“Tugas pokok dan fungsi kami adalah daerah-daerah karakteristik seperti daerah perbatasan, tertinggal, daerah rawan bencana, daerah rawan pangan dan daerah pasca konflik. Ada sekitar 122 daerah yang tertinggal. Kami menyediakan sarana dan prasarana mendasar di daerah perbatasan,” katanya.

Dalam kunjungan itu, Ketua KPI Pusat didampingi Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, Kabag Perencanaan, Hukum dan Kerjasama, Umri dan Kasubag Humas, Mauludi Rachman. Rencananya, dalam waktu dekat, KPI dan Kementerian Desa dan PDTT akan kembali bertemu untuk membahas kelanjutan kerjasama. ***

 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Anggota DPR RI, Effendi Simbolon, Pemerhati Penyiaran dan Tokoh Perempuan, Dewi Motik, dan K.H Masdar Farid Mas’udi, serta Anggota KPID DKI Jakarta, ketika memberikan literasi ke masyarakat Jakarta, Jumat (9/11/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) melakukan literasi media bersama untuk masyarakat di Jakarta, Jumat (9/11/2018). Literasi media ini dalam upaya meningkatkan kualitas analisa masyarakat di Ibu Kota agar kritis dan selektif memilih tayangan. 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, kegiatan literasi media merupakan upaya pihaknya membentuk masyarakat Indonesia menjadi cerdas dalam memanfaatkan media khususnya media penyiaran. “Kami ingin masyarakat menjadi lebih pintar, cakap, mampu dengan baik, menggunakan, memahami, menganalisa, media baik itu media televisi, radio, surat kabar, dan film,” katanya di depan ratusan peserta literasi media di Hotel The Media, Jakarta Pusat.   

Menurutnya, untuk membentuk hal itu masyarakat harus dibekali suatu kemampuan, pengetahuan, kesadaran dan keterampilan sebagai pembaca media cetak, penonton televisi atau pendengar radio.

“Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan sikap kritis, mereka akan menyadari sebagai konsumen media bahwa punya hak dan kewajiban atas isi siaran radio dan televisi. Ini pun akan memunculkan kesadaran tentang dampak yang ditimbulkan media dan mengidentifikasi hal-hal yang harus dilakukan ketika menggunakan media,” kata Andre, panggilan akrabnya. 

Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon, menyatakan kegiatan literasi media harus terus menerus dilakukan. Masyarakat harus diberi ruang untuk mempelajari bagaimana bersikap kritis terhadap media supaya mereka bisa memilih informasi mana yang baik dan tidak baik. 

“Mereka tidak boleh menelan mentah-mentah informasi dari media. Karena kita tahu aturan kita tidak seperti negara-negara dengan sistem pemerintahan otoriter yang sangat ketat mengatur apa yang boleh ditonton dan didengarkan rakyatnya. Sedangkan di kita bebas. Kita ingin meliterasi ini,” kata politisi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini. 

Dalam kesempatan itu, Effendi meminta KPI menjadi pelindung masyarakat dan melakukan pengawasan siaran secara maksimal. “Posisi di KPI sudah cukup untuk menjalankan fungsi dan tugas,” paparnya.  

Tokoh Perempuan dan Pemerhati Penyiaran, Dewi Motik Pramono, yang hadir dalam kegiatan literasi itu mengatakan, sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi di televisi. Hal ini berbeda dengan sebelumnya yang masih sangat vulgar. “Yang perlu saya tegaskan adalah KPI harus berani bertindak ketika ada tayangan yang melanggar,” pintanya. 

Pernyataan senada juga disampaikan K.H Masdar Farid Mas’udi. Menurutnya, KPI harus dapat meminimalisir informasi di masyarakat yang bisa menimbulkan konflik. “KPI itu punya peran yang penting terhadap keutuhan bangsa dan stabilitas politik agar negara ini bisa utuh,” tuturnya. 

Tidak hanya menjaga keutuhan bangsa, KPI harus dapat memajukan dan merangsang bertebarannya informasi yang dapat mendorong persatuan bangsa dan kemajuan bangsa ini di segala bidang. “Kita harus menghindari konflik dan informasi yang negatif. Bangsa ini sangat plural dan ini sangat rentan untuk dihasut,” tandas Masdar.

Selain di Jakarta, kegiatan literasi media juga diadakan di 11 kota lain seperti Medan, Padang, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Denpasar, dan Ambon. Literasi ini diikuti oleh unsur akademisi/pengajar, tokoh masyarakat, LSM, kelompok masyarakat peduli penyiaran di daerah, lembaga penyiaran lokal dan jaringan di daerah serta penggiat Literasi Media. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.