Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.

 

Jakarta – Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, meminta mahasiswa lebih giat memantapkan cita-citanya di tengah perkembangan teknologi yang cepat. Dua hal yang jadi perhatian di era sekarang adalah digitalisasi dan konvergensi. 

Hal itu disampaikannya di depan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Profesi Indonesia (STIKOM PROSIA) Jakarta, yang berkunjung ke KPI Pusat, Senin (7/1/2019).

Menurut Rahmat, digitalisasi dan konvergensi membuat semua fungsi pekerjaan dapat dilakukan dalam satu perangkat seperti smartphone. Karenanya, kata dia, masa depan generasi sekarang bergantung pada satu gengaman.

“Sekarang, kita bisa melakukan semua hal mulai dari ambil video, foto dan suara serta hal lain melalui telepon gengam. Anda bisa memproduksi konten sendiri dan menayangkan melalui media seperti youtube. Jadi kalau sekarang ingin punya TV, tidak perlu kaya,” katanya.

Sayangnya, lanjut Rahmat, proses digitalisasi dan konvergensi di Indonesia tidak diimbangi dengan adanya regulasi yang memadai. UU Penyiaran yang berlaku saat ini usianya sudah tidak relevan dengan kemajuan penyiaran dan komunikasi.

“Undang-undang Penyiaran usianya sudah enambelas tahun dan sampai sekarang revisinya belum juga selesai. Padahal media baru terus berkembang,” tuturnya. 

Saat diberi kesempatan bertanya, beberapa mahasiswa mengeluhkan film dan sinetron yang dari segi isi tidak mendidik tapi masih saja tayang di televisi. Mereka juga bertanya siapa yang bertanggungjawab melakukan sensor dan blur terhadap sebuah tayangan. 

Dalam kesempatan itu, Koordinator Penelitian dan Pengembangan KPI Pusat, Andi Andrianto, memaparkan program survey indeks kualitas program televisi yang dilakukan KPI pada 2018. Menurutnya, hasil survei KPI terhadap program televisi dapat menjadi bahan penelitian mahasiswa dan data penyiaran di lingkungan perguruan tinggi. ***

 

 

Banjarmasin - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Selatan meminta lembaga penyiaran di provinsi itu bersikap adil dan berimbang dalam pemberitaan mengenai Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

"Pemberitaan yang adil dan berimbang itu, baik dalam pemilihan presiden (pilpres) maupun pemilu legislatif," ujar Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Selatan (Kalsel) Marliyana SP kepada wartawan di Banjarmasin, Rabu.

"Permintaan KPID Kalsel itu terutama kepada televisi lokal. Karena dari hasil pemantauan, penyiaran lokal saat ini tidak adil dan tak berimbang," kata Yana.

Ia menerangkan, ketidakadilan dan ketidakseimbangan tersebut seperti terlihat pada pemberitaan tim kampanye pasangan calon presiden (capres) serta partai politik (parpol) peserta pemilu yang tayang sejak 23 September lalu.

"Jadi selama tiga bulan terakhir, tayangan pemberitaan pemilu tidak adil dan tidak berimbang, baik antara kandidat pasangan capres maupun parpol peserta Pemilu," kata Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Kalsel itu.

Sebagai contoh dari hasil pemantauan menunjukan, adanya pemberitaan parpol atau pasangan capres mendominasi tayangan di lembaga penyiaran, sementara yang lain mendapatkan porsi minim.

"Kalau perbandingan 3:1, itu masih bisa ditolerir, namun ini perbandingannya 5:1, mengingat perhitungan dilakukan akumulasi setiap bulan," ujar redaktur salah satu media di Banjarmasin tersebut.

Padahal, tegas alumnus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin itu, lembaga penyiaran harus bersikap adil dan berimbang serta proporsional dalam memberitakan kegiatan kampanye tim capres ataupun parpol peserta pemilu.

"Kita tidak meminta mereka netral, namun tetap mengedepankan unsur adil, berimbang dan proporsional," tegasnya seraya menambahkan bahwa tidak bisa dipungkiri ada lembaga penyiaran yang berafiliasi dengan parpol tertentu.

Menurut dia, kelihatannya tidak ada upaya memberikan kesempatan yang sama kepada tim kampanye capres ataupun parpol lain untuk mendapatkan porsi pemberitaan.

"Kami dari KPID sudah menyurati lembaga penyiaran untuk memenuhi ketentuan khususnya UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum dan Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum.

Selain itu, Keputusan Bersama Badan Pengawas Pemilu, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers tentang Gugus Tugas Pengawas dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum 2019, demikian Yana.  Red dari ANTARA News

 

 

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) adalah lembaga negara yang harus berkoordinasi dengan masyarkat dan segenap stakeholder yang ada, dalam memantau isi siaran.

Hal tersebut disampaikan Ketua KPID Sumbar, Afriendi Sikumbang dalam refleksi penyiaran 2018 untuk menyongsong penyiaran Sumatera Barat yang berkembang dan bermartabat di aula RRI Padang, Senin (31/12/2018).

Menurut Arfiendi, KPID sesuai amanat undang undang, berwenang memberikan sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran dan juga berwenang untuk mempublikasikannya.

Selama 2018, KPID telah memberikan sebanyak 12 teguran kepada lembaga penyiaran.

"Pelanggaran terbanyak adalah terkait pornografi seperti pembawa acara yang berpakaian minim. Selain itu, penayangan wajah anak di bawah umur tanpa diblur pada program berita dan masih adanya gambar orang merokok," ujar Arfiendi soal pemicu teguran.

KPID juga menyorot masih minimnya konten lokal pada siaran televisi di Sumbar. Padahal, konten lokal adalah hak warga Sumbar. Pada 2019 nanti, KPID akan membuat komitmen dengan televisi berjaringan untuk wajib memuat 10% konten lokal dan 30% dari jumlah tersebut wajib ditayangkan pada jam utama (prime time).

"Selama ini kebanyakan konten lokal di tayangkan pada jam 'siluman yaitu lewat tengah sehingga jarang ditonton," tambah Arfiendi.

Dikesempatan itu, KPID mengajak masyarakat ikut membantu dalam mengawasi isi siaran.

"Dengan jumlah anggota KPID Sumbar yang terbatas, kami harapkan peran aktif masyarakat ikut mengawasi isi siaran dalam menyongsong penyiaran Sumatera Barat yang berkualitas dan bermartabat," terangnya. Red dari VALORAnews

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi administratif teguran kedua pada program siaran “Menembus Mata Bathin” yang tayang di ANTV. Program ini kedapatan melakukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran kedua yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Senin (17/12/2018).

Berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis, KPI Pusat menemukan pelanggaran pada program siaran “Menembus Mata Bathin” yang tayang pada 4 Desember 2018.

Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano menjelaskan, program siaran tersebut menampilkan adegan seorang pria dan wanita memakan anak tikus hidup-hidup yang sebelumnya dicelupkan ke dalam bisa ular. Hal ini dilakukan untuk membuktikan dampak mistis yang dapat ditimbulkan pada dua orang yang berbeda. 

Menurut Hardly, jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang larangan program siaran yang mengandung muatan mistik, horor, dan/atau supranatural menampilkan orang sakti makan sesuatu yang tidak lazim, seperti binatang.

Adapun pasal yang dilanggar yakni Pasal 20 P3 dan Pasal 30 Ayat (1) huruf e SPS. “Berdasarkan pelanggaran itu, kami memberikan sanksi administratif teguran tertulis kedua,” tegas Hardly. 

Berdasarkan catatan KPI Pusat, program yang sama telah mendapatkan sanksi administratif teguran tertulis nomor 520/K/KPI/31.2/10/2018 tanggal 4 Oktober 2018. 

“Kami meminta ANTV menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. Kami harap teguran kedua ini segera direspon dengan perbaikan secara internal agar tidak terulang lagi pelanggaran yang sama,” tandas Hardly. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.