MATARAM – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Nusa Tenggara Barat melayangkan surat resmi kepada Direktur Utama Lombok TV tentang penjatuhan sanksi administratif penghentian sementara program acara Wayang Kulit Lalu Nasib.

Dalam surat resminya bernomor 42/K/KPID-NTB/II/2015 tertanggal 2 Februari 2015, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa berdasarkan kewenangan menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, pengaduan masyarakat, dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) KPI tahun 2012 pada program Siaran “Wayang Kulit Lalu Nasib” yang ditayangkan oleh Stasiun Lombok TV pada Sabtu dan  Minggu, pukul 21.00 WITA hingga selesai.

“Atas pelanggaran tersebut, kita sudah melakukan pembinaan dan supervisi kepada manajamen Lombok TV, namun belum juga ada perubahan,” kata Sukri Aruman, Ketua KPI Daerah NTB di Mataram, Selasa (3/2/2015).

Menurut Sukri, Pelanggaran yang dimaksud antara lain menyebutkan kata-kata kasar, jorok, makian dan cerita porno atau mesum. Ungkapan kata-kata kasar dalam Bahasa Sasak (Lombok) seperti Basong, Godek, Bawi, Setan dan lain-lain kerap terlontar dalam lakon cerita yang menampilkan tokoh wayang seperti Amaq Baok, Amaq Amet, Amak Kesek, Amak Ocong, Inak Litet dan lain-lain. Tidak sedikit lakon cerita juga dibumbui muatan seks (porno) dan cenderung melecehkan kaum perempuan khususnya janda. Jam tayang program ini juga sebagian masuk kategori jam tayang remaja karena dimulai Pukul 21.00 WITA.

Dikatakannya, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat memutuskan bahwa tindakan tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) KPI tahun 2012 yakni Pasal 6 (Penghormatan Terhadap Nilai-Nilai Kesukuan, Agama, Ras dan Antargolongan), Pasal 9 (Penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan), Pasal 15 (Perlindungan Anak-anak dan Remaja), Pasal 17 huruf c (Perlindungan Kepada Orang dan Masyarakat Tertentu), Pasal 24 (kata-kata kasar dan makian) dan Pasal 36 (Penggolongan Program Siaran).

Sukri mengungkapkan, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat telah dua kali melakukan pemanggilan dan klarifikasi kepada manajemen Lombok TV yakni pada 10 Oktober 2014 yang diwakili saudara Wiratmaja dan pemanggilan kedua pada 16 Januari 2015 yang ternyata tidak dihadiri oleh manajemen Lombok TV. Berdasarkan pelanggaran yang terjadi dan hasil klarifikasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) huruf b Standar Program Siaran, hasil rapat Pleno anggota KPI Daerah Nusa Tenggara Barat tertanggal  20 Januari 2015 dan mencermati masukan dari Prof. Drs. H. Syaiful Muslim, M.M., Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB,  H.L. Anggawa Nuraksi selaku Pemerhati Budaya Sasak dan ketua Perhimpunan Dalang Indonesia NTB, Dr. Salman Fariz, S.Mn. selaku Akademisi dan Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute, H. Masnun selaku pemerhati media, wartawan senior dan Kepala Biro Antara NTB, maka KPI Daerah Nusa Tenggara Barat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa Sanksi Penghentian Sementara pada program Wayang Kulit Lalu Nasib sebanyak 4 (empat) episode yakni tanggal 7, 14, 21 dan 28 Februari 2015.; tidak menyiarkan program dengan format sejenis pada waktu siar yang sama sesuai dengan Pasal 60 ayat (2) Standar Program Siaran.

Selain itu, Pihak Manajemen Lombok TV diwajibkan melakukan sensor internal yang ketat dan melakukan perbaikan program Wayang Kulit Lalu Nasib sebelum ditayangkan kembali sebagaimana arah, tujuan dan fungsi penyiaran sesuai dengan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Standar Program Siaran KPI tahun 2012. “Silakan saja ditayangkan kembali kalau sudah dilakukan sensor sesuai aturan yang berlaku,” tegas Sukri Aruman seraya menambahkan KPI Daerah NTB akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penjatuhan sanksi oleh pihak Lombok TV.

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Daerah NTB Maryati, S.H., M.H. menambahkan selain ditujukan kepada manajemen Lombok TV,  KPI Daerah NTB juga menyampaikan tembusan surat penjatuhan sanksi administratif kepada Gubernur NTB; Ketua DPRD NTB; Ketua Komisi I DPRD NTB; Ketua KPI Pusat; Kapolda NTB; Ketua MUI NTB; Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan NTB; Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo NTB Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga NTB; Ketua Perhimpunan Dalang Indonesia Wilayah NTB; Ketua Dewan Periklanan Indonesia dan Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

Terkait hal ini, Prof. Drs. H. Syaiful Muslim, M.M., Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB menilai langkah KPID NTB melakukan pembinaan dan pengawasan kepada lembaga penyiaran sebagai langkah tepat. “Kalau soal Wayang Lalu Nasib dari dulu sampai sekarang memang begitu. Tetapi Lembaga penyiaran yang menayangkan hendaknya mengedepankan nilai etika dan estetika dan memperhatikan setiap dampak dari program yang ditayangkan,” paparnya.

Hal senada diungkapkan oleh Akademisi yang juga Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute Dr. Salman Faris, S.Mn., ia menilai keputusan yang diambil KPID NTB merupkan bagian dari koreksi terhadap lembaga penyiaran. “Dalam konteks Wayang Lalu Nasib, saya melihat KPID tidak berhadapan dengan seniman, kreativitas seniman, masyarakat penikmat seni dan karya seni itu sendiri. Melainkan berhadapan dengan lembaga penyiaran,” ujarnya.

Dikatakan Salman, yang dievaluasi KPID bukan kesatuan Wayang Lalu Nasib sebagai karya seni, melainkan bagian tertentu yang dipandang kontraproduktif dengan kearifan lokal Masyarakat Sasak. “Saya yakin KPID tidak punya kewenangan melarang produksi kesenian, sehingga masyarakat tidak perlu risau, justru masyarakat harus bersama KPID melakukan kontrol kepada lembaga penyiaran yang tidak mengindahkan norma yang berlaku di tengah masyarakat. (KPI Daerah NTB)


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran untuk semua stasiun radio tentang hal-hal yang tidak boleh atau dilarang sesuai aturan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012. Demikian disampaikan dalam surat edaran KPI Pusat yang ditandatangani Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, Senin, 2 Februari 2015 di Jakarta.

Adapun hal-hal yang dilarang sebagai berikut:


1.    Lagu dengan judul dan/atau lirik bermuatan seks, cabul dan/atau mengesankan aktivitas seks;


2.    Lagu dengan judul dan/atau lirik yang menjadikan perempuan sebagai objek seks;


3.    Suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan;


4.    Percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan;


5.    Percakapan menggunakan kata-kata cabul;


6.    Bincang-bincang tentang seks yang tidak ada nilai edukasinya;


7.    Pemberitaan/informasi yang diambil dari internet dan belum tentu akurat;


8.    Program menjahili seseorang melalui telepon yang cenderung berlebihan;


9.    Candaan yang sarat makian dan kekerasan verbal;


10.    Candaan yang menggunakan istilah-istilah yang menjurus seksualitas;


11.    Candaan yang melecehkan kaum minoritas;


12.    Iklan dengan konten dewasa di bawah pukul 22.00 WIB;


13.    Iklan rokok di bawah pukul 21.30 WIB;


14.    Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks di luar pukul 22.00 – 03.00 waktu setempat dengan tidak santun, tidak berhati-hati, tidak ilmiah dan tidak didampingi oleh praktisi kesehatan atau psikolog.


Dalam kesempatan itu, KPI Pusat menegaskan jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dapat berimplikasi pada sanksi administratif sesuai dengan Pasal 79 dan Pasal 80 SPS, mulai dari teguran tertulis sampai dengan penghentian sementara program. Karena itu, semua lembaga penyiaran wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dasar dalam menyiarkan sebuah program. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) disarankan untuk meminta fatwa ke Mahkamah Agung untuk memperjelas posisi lembaga ini dalam ketatanegaraan. Melihat keberadaannya dalam undang-undang, sebenarnya KPi ini merupakan lembaga negara. Sehingga, implikasinya adalah komisioner KPI merupakan pejabat negara, dan fasilitasi kesekretariatan dilakukan oleh Kesekretariatan Jendral. Hal tersebut disampaikan oleh Muhammad Taufiq, Kepala Pusat Kajian Reformasi Administrasi Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, dalam acara Diskusi Terbatas tentang Penyusunan Struktur yang Kuat untuk KPI Lebih Maju dan Independen, (27/1).

Dalam kesempatan diskusi tersebut, Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan permasalahan kelembagaan KPI seharusnya selesai di awal lembaga ini dibuat. Namun Judicial Review dari Undang-Undang Penyiaran ternyata berimplikasi dengan tidak diletakkannya posisi KPI dengan benar. “Belum ada regulasi yang tepat soal kelembagaan dan perangkat pendukung KPI ini”, ujar Judha.

Sementara itu komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto mengatakan, KPI saat ini membutuhkan kejelasan tentang status lembaga ini. Dalam undang-undang menyebutkan bahwa KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen. Namun demikian, sebagai sebuah lembaga negara, struktur secretariat KPI Pusat belum mendukung secara penuh wewenang, tugas dan kewajiban KPI, ujar Fajar. Dirinya melihat saat ini sangat dibutuhkan penguatan kesekretariatan KPI Pusat dengan format Sekretaris Jenderal. “Sehingga KPI pun dapat sejajar dengan komisi-komisi lain yang sudah memiliki kesekjenan seperti KPU, KPK dan Bawaslu”, ujar Fajar. 

Pada kesempatan tersebut, Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Azimah Subagijo menjelaskan bahwa sebelum terbit Permenkominfo nomor 9 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat KPI Pusat, kesekretariatan KPI yang bertugas memberikan dukungan atas kerja komisioner, tidak memiliki struktur dan fungsi yang sejalan seperti amanat undang-undang tentang KPI. Untuk itu, KPI melakukan koordinasi dengan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan membuat struktur baru yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi KPI. “Dibutuhkan waktu dua tahun untuk mengubah struktur tersebut hingga terbit Permenkominfo tadi”, ujar Azimah.

Namun demikian, masih banyak masalah kelembagaan yang ditemui oleh KPI sehubungan belum tegasnya status lembaga ini. Untuk itu, dalam diskusi juga dibahas pula jalan yang akan ditempuh KPI untuk memperjelas status lembaga guna menjadikan KPI sebagai lembaga yang kuat dalam menjalankan amanat konstitusi.

Jakarta - Sejak Januari 2015 lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendapatkam aduan dan masukan publik terkait dinamika pemilihan Komisioner KPID Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Aduan itu terkait keputusan DPRD Bangka Belitung yang mengumumkan hasil Hasil Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and proper test) Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk masa jabatan 2014-2017.

Pengumuman yang dikeluarkan pada 19 Desember 2014 berisi 12 nama calon Komisioner KPID Bangka Belitung. Dari 12 nama itu, semua calon komisionernya adalah nama-nama baru, tidak ada nama dari calon petahana. Hasil putusan itu akan diteruskan ke Gubernur untuk disahkan dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) dan dilakukan pelantikan. Dari 12 nama itu, urutan 1 sampai 7 adalah komisoner yang akan terpilih, dan urutan 8 sampai 12 adalah cadangan jika terjadi pergantian/pengunduran diri pimpinan dalam perjalanannya nanti.

“Kita hormati putusan DPRD Kepulauan Bangka Belitung. Meskipun kita berharap dalam perggantian Komisioner KPID ada kesinambungan pimpinan, minimal menyisakan calon petahana. Ini untuk menjaga kerja lembaga yang berkesinambungan. Kesinambungan pergantian pimpinan KPI Pusat juga dilakukan DPR RI hingga periode saat ini,” kata Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho, di Jakarta, Senin, 2 Februari 2014.    

Dengan adanya aduan dan hasil rapat pleno pimpinan, pada Kamis, 29 Januari 2015 KPI Pusat menugaskan Komisioner Bidang Kelembagaan KPI PUsat Fajar Arifianto Isnugroho untuk melakukan audiensi dan pertemuan dengan sejumlah pihak terkait.

Selama dua hari Fajar berada di Bangka Belitung bertemu dengan sejumlah pihak. Fajar menjelaskan, pertemuan pertama melakukan dialog dengan Ketua Komisi I DPRD Bangka Belitung H.K Junaidi. Dalam pertemuan itu, menurut Fajar, Komisi I DPRD Bangka Belitung memastikan proses seleksi dilakukan sesuai aturan dan menjamin pemilihan dilakukan dengan demokratis. Selain itu menurut Fajar, hasil seleksi calon itu sudah diserahkan Pimpinan DPRD Bangka Belitung ke Gubernur untuk disahkan.

Fajar juga sudah mengkonfirmasi hal itu ke pihak Pemerintah Daerah Provinsi Bangka Belitung. Menurut Fajar, hasil pertemuannya dengan Sekretaris Daerah Bangka Belitung Syahrudin, Gubernur Bangka Belitung akan mempertimbangkann semua masukan dan seluruh dinamika terkait dengan proses seleksi KPID. 

"Dari hasil pertemuan dengan Sekda, sebelum Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan (SK), Gubernur akan memastikan seluruh masukan semua pihak dan memastikan seluruh laporan hasil seleksi," kata Fajar.

Dalam kunjungan itu Fajar juga menemui Komisioner KPID Bangka Belitung yakni, Senja Nirwana, Mohammad Ridwan, dan Ita Rosita. Dalam pertemuan itu, Fajar menjelaskan, sebelum keluarnya SK baru dari Gubernur, Komisioner yang ada saat ini masih tetap bertugas, karena sudah mengantongi surat SK Perpanjangan sebelumnya. Hal ini untuk menghindari kevakuman lembaga.

Sebelum mengeluarkan SK, Fajar berharap Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi bijak dan jernih melihat seluruh persoalan dalam dinamika pemilihan calon seleksi Komisioner KPID. Meski begitu, 

"Kepentingan KPI Pusat dalam hal ini adalah menjaga kesinambungan lembaga. Dengan masa jabatan komisioner selama tiga tahun, akan sulit lembaga menjaga kesinambungan lembaga dan program-program kerjanya dalam tiap pergantian komisioner," terang Fajar.

Menurut Fajar, masa kepemimpinan tiga tahun bagi Komisioner KPID adalah waktu yang singkat. “Jadi dengan berkesinambungan, komisioner petahana dan yang baru bisa saling berkolaborasi dalam kerja-kerja di KPID. Jika semuanya baru, akan membutuhkan proses dan waktu untuk adaptasinya. Ini seperti memulai kerja dari nol. Padahal dinamika tugas KPID cukup kompleks,” terang Fajar. 

Peraturan yang terkait dengan pemilihan Komisioner KPID termuat dan diatur dalam Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/04/2011 Tentang Pedoman Rekrutmen KPI. Ranah pemilihan komisioner KPID sesuai Undang-Undang Penyiaran merupakan domain dari DPRD dengan membentuk Tim Seleksi yang menyertakan unsur-unsur dari publik. Setelah Tim Seleksi selesai bekerja, hasil penjaringan nama dikembalikan ke DPRD untuk disetujui dan diteruskan ke Gubernur untuk disahkan dengan mengeluarkan SK dan pelantikan.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat teguran untuk ANTV terkait adanya pelanggaran dalam program siaran “Abad Kejayaan” (sebelumnya program berjudul “King Suleiman”) tanggal 22 Desember 2014. Demikian ditegaskan pada surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Senin, 26 Januari 2015.

Menurut penjelasan di surat teguran tersebut, program “Abad Kejayaan” tanggal yang dimaksud menampilkan adegan para budak wanita yang melakukan gerakan-gerakan tarian di hadapan Raja Suleiman termasuk Alexandra (Hürrem Sultan) dan adanya percakapan antara seorang wanita dengan Alexandra yang mengatakan bahwa “Baginda menunggumu. Besok malam akan ada penyatuan. Besok kau akan bersama Baginda Suleiman. Memangnya kau pikir aku tidak melihatmu menari untuk merayunya?”

Selain itu, KPI Pusat menemukan muatan percakapan antara seorang wanita kepada Alexandra yang menyatakan:
“Kalian semua dibawa kemari sebagai budak. Jika kau bisa menjaga sikapmu dengan baik, kau tidak akan menjadi budak lagi. Belajarlah dengan baik, tutup mulutmu dan jaga sikapmu. Semua gadis di sini dipersiapkan untuk Baginda, jika kau terpilih, kau bisa mendampingi Baginda dan bisa mengandung anak lelaki darinya, maka kau akan menjadi istri kesayangan Baginda. Dan kau akan menguasai dunia.”

KPI Pusat menilai bahwa adegan serta muatan tersebut tidak santun karena tidak memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat serta tidak mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan yang sesuai dengan program siaran klasifikasi Remaja (R).

Saat ini program siaran “Abad Kejayaan” (sebelumnya berjudul “King Suleiman”) disiarkan mulai pukul 21.55 WIB dengan menggunakan klasifikasi R. Berdasarkan pemantauan KPI Pusat, program siaran tersebut berdurasi kurang lebih 60 menit dengan muatan-muatan yang tidak dapat diperuntukkan untuk remaja. Oleh karena itu program siaran tersebut wajib mematuhi ketentuan jam tayang dewasa dan mencantumkan klasifikasi Dewasa (D).

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14, dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4) huruf a.

Dalam surat juga dijelaskan, mengenai ketentuan Pasal 50 ayat (3) jo. Pasal 8 ayat (3) huruf e UU Penyiaran, KPI Pusat meneruskan aduan masyarakat dengan Surat Nomor 3041/K/KPI/12/14 tertanggal 29 Desember 2014 perihal Penerusan Aduan Masyarakat kepada ANTV.

Atas dasar hal tersebut serta ketentuan dalam Pasal 85 ayat (2) SPS, KPI Pusat telah mendengarkan klarifikasi dari pihak yang mewakili ANTV pada tanggal 14 Januari 2015 yang hadir di Kantor KPI Pusat. Oleh karena itu, sesuai Pasal 86 ayat (3), Pasal 79 ayat (1) jo. Pasal 75 ayat (1) dan (2) huruf a Standar Program Siaran serta Hasil Rapat Pleno Anggota KPI Pusat tertanggal 22 Januari 2015, maka KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis dan meminta kepada PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) untuk menunda penayangan Program Siaran “Abad Kejayaan” (dahulu berjudul “King Suleiman”) sampai telah dilakukannya perbaikan substansi sebagai berikut:

1.    Muatan program siaran tersebut hanya menampilkan kejayaan masa pemerintahan Raja Suleiman sesuai dengan judul Program Siaran;

2.    Menghadirkan pakar Agama Islam atau Ahli Sejarah Islam untuk membahas muatan dalam Program Siaran Abad Kejayaan di tiap episode;

3.    Menambah durasi waktu peringatan atau informasi pada awal tayangan di tiap episode serta menghilangkan redaksi kalimat berikut:
“Saluran ini tidak bertanggung jawab atas perbedaan penafsiran atau masalah apapun yang menyangkut hal ini, serta terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat perbedaan penafsiran tersebut.”

Informasi tersebut tidak dapat menghilangkan tanggung jawab dari pimpinan lembaga penyiaran terhadap penyelenggaraan penyiaran dan kewajiban menunjuk penanggung jawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan sesuai dengan Pasal 54 UU Penyiaran.

Selain itu, ANTV harus mengubah kalimat “serial ini diadaptasi dan terinspirasi dari kisah sejarah, namun tidak untuk membuktikan sejarah apapun” menjadi “serial ini diadaptasi dan terinspirasi dari kisah sejarah, serta merupakan program siaran yang bersifat fiksi (program nonfaktual)”.

4.    Tidak menayangkan muatan atau adegan perbudakan dan eksploitasi wanita serta kehidupan pribadi Raja Suleiman; dan

5.    Melakukan konferensi pers yang menjelaskan kepada publik bahwa:
a.    Program Siaran “Abad Kejayaan” (dahulu berjudul “King Suleiman”) merupakan program siaran yang bersifat fiksi (program nonfaktual);
b.    Meminta maaf apabila tayangan-tayangan sebelumnya menimbulkan keresahan dalam masyarakat; serta
c.    Melakukan perbaikan substansi tayangan yang hanya menampilkan kejayaan masa pemerintahan Raja Suleiman.

Di akhir surat teguran ditegaskan, KPI Pusat mengingatkan jika program siaran “Abad Kejayaan” (dahulu berjudul “King Suleiman”) menayangkan tokoh Raja Suleiman yang diadaptasi dan terinspirasi dari Sejarah Islam, maka kekeliruan ataupun penyimpangan yang terjadi dapat berpotensi menyesatkan dan hal ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi berdasarkan Pasal 57 huruf d jo. Pasal 36 ayat (5) huruf a UU Penyiaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.