- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 32608
Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid menyayangkan hadirnya tayangan Ramadhan yang sia-sia di televisi. Apalagi jika tayangan tersebut hadir pada waktu saat doa-doa diijabah oleh Allah. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Terbatas Siaran Ramadhan Bermartabat di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Jumat (21/4/17).
Merujuk pada tayangan Ramadhan tahun lalu yang dipenuhi dengan aksi hiburan yang sia-sia, Hidayat menilai hal tersebut harus dikoreksi. Siaran televisi dan radio harus mengambil semangat Ramadhan agar selaras dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran, seperti amanat Undang-Undang. Bukan menjadikan Ramadhan sebagai alasan untuk menjadikan program hiburan mendominasi layar kaca dan ruang dengar.
Hidayat yang juga anggota Komisi I DPR-RI ini mengingatkan peserta diskusi yang sebagian besar dari lembaga penyiaran, televisi dan radio, bahwa penyelenggaraan penyiaran harus dapat mencerminkan watak dan jati diri bangsa. Bulan Ramadhan, menurut Hidayat, dipilih oleh pendiri bangsa ini sebagai bulan kemerdekaan Indonesia. Karenanya Hidayat tidak sepakat jika seakan-akan masyarakat membutuhkan hiburan yang lebih banyak dari biasanya, di bulan Ramadhan ini. “Ramadhan harus dimaknai sebagai bulan perjuangan, bukan untuk bermalas-malasan dan bukan pula untuk hiburan”, ujarnya.
Bahkan, tambah Hidayat, siaran Ramadhan justru harus mengokohkan rasa kebangsaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk juga menguatkan nilai-nilai bhineka tunggal ika. Dirinya berharap KPI dapat memastikan dalam siaran Ramadhan nanti, televisi dan radio menghadirkan siaran yang menguatkan moralitas serta meningkatkan daya juang di masyarakat, sebagaimana pendahulu bangsa yang mengabadikan bulan Ramadhan dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, dan turut dihadiri narasumber Komisioner KPI bidang Pengawasan Isi Siaran Dewi Setyarini, Direktur PENAIS Kementerian Agama RI, Muhammad Tambrin, dan Ketua Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrori S. Karni.