Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan lawatan ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Senin, 27 Februari 2017. Lawatan ini untuk berkonsultasi dengan KPI Pusat terkait persoalan pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan penyiaran di daerah. Delegasi DPRD Provinsi DIY dipimpin langsung Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung Laksana diterima langsung Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, Ubaidillah, Mayong Suryo Laksano dan Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang.

Di awal pertemuan, Ketua DPRD DIY Yoeke menyampaikan inventarisasi permasalahan penyiaran di daerahnya antara lain mengenai penyelenggaraan dan fungsi KPID terkait keluarnya surat dari Mendagri tertanggal 30 Desember 2016, belum terpenuhinya kuota siaran lokal sebesar 10% untuk televisi dan 60% untuk radio, banyaknya lembaga penyiaran komunitas yang bersiaran tanpa izin, masalah yang timbul setelah masa izin penyiaran sejumlah lembaga penyiaran yang habis, belum terbentuknya kesadaran bermedia sehat di kalangan masyarakat serta belum adanya aturan terkait penyiaran melalui streaming.

“Kami ada delapan pertanyaan yang sudah kami siapakan terkait daftar masalah yang kami sebutkan tadi. Kami berharap jawaban dari KPI Pusat dapat memberi masukan dan gambaran mengenai hal-hal yang kami sampaikan tadi,” kata Yoeke.

Sementara itu, KPI Pusat melalui Komisioner Agung Suprio menjawab beberapa hal yang ditanyakan seperti kuota konten lokal 10% untuk televisi dan 60% untuk radio. Menurutnya, apa yang dikeluhkan DPRD sangat beralasan karena kebutuhan konten 10% bagi daerah sangatlah ditunggu. Selain soal kuota, hal lain yang tak selaras harapan adalah jam tayang untuk konten lokal. Jam tayangan konten lokal cenderung ditaruh pada jam-jam tengah malam mendekati subuh. Padahal, keinginan masyarakat daerah menyaksikan siaran lokal pada saat primetime.

Komisioner KPI Pusat lainnya, Ubaidillah mengatakan perihal fungsi KPID dan penganggarannya bisa mencontoh beberapa KPID seperti DKI Jakarta. Namun demikian, persoalan ini akan dibahas secara detail pada saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI se-Indonesia di Bengkulu, akhir Maret nanti. “Kita akan menghadirkan Mendagri untuk membahas hal ini dan mencarikan jalan keluarnya. Tapi, kita juga akan mengajak Kementerian Kominfo untuk ikut,” katanya.

Mayong Suryo Laksono menambahkan, KPID merupakan muara dari semua proses perizinan dimulai. Jadi, keberadaan KPID sangatlah sentral dalam rangkaian proses penyelenggaraan penyiaran. “Kami akan mengajak instansi terkait membicarakan hal ini. Kita akan bahas ini dalam Rakornas nanti,” katanya. ***

Bandung – Kesengajaan beberapa kelompok media internasional yang menggunakan frase “Teror Islam” dalam menyajikan berita tentang aksi teror dinilai sebagai upaya membuat persepsi kontra terhadap Islam. Upaya membentuk pandangan negative terhadap Islam itu harus dicegah dengan terus memberikan informasi yang benar dan menyampaikan bahwa Islam itu agama damai. Pandangan tersebut disampaikan Presiden RTUK, Ilhan Yerlikaya, dalam sambutannya di pembukaan Konferensi Internasional dan Pertemuan Tahunan Ibraf ke 5 di Bandung, beberapa hari lalu.

Menurut Ilhan, semua negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam atau OKI harus secara bersama-sama menentang persepsi yang salah tersebut melalui kebijakan pendistribusian informasi yang benar untuk disebarkan media di negara-negara anggota OKI. 

Pada saat kondisi seperti ini, lanjut Ilhan, sangat penting bahwa media profesional berbicara kebenaran, obyektif, dan tidak menggunakan media sebagai senjata. Media pun harus memiliki tanggung jawab sosial dari setiap keputusan editorial yang dibuat.

“Setiap media profesional harus sangat sensitif dalam menangani aksi teror dan memastikan bahwa mereka tidak memberikan kontribusi untuk setiap program yang akan melayani tujuan teror. Ini tidak boleh dilupakan bahwa tujuan teror adalah agar suara mereka didengar oleh massa dan untuk mempengaruhi agenda populer,” kata Ilhan di depan peserta pembukaan Internasional Conference di Hotel The Trans Luxury, Bandung.

Ia menjelaskan media harus menyadari bahwa mereka mungkin akan mengalami ketidaksengajaan membuat propaganda untuk teror bahkan ketika mereka mengutuknya. Media tidak boleh membiarkan suara teroris untuk didengar atau sebaliknya melayani tujuan mereka yang melakukan aksi teror.

Media massa memiliki efek terhadap pengembangan budaya dan ekonomi kerjasama di tingkat internasional. Dalam konteks ini, Ilhan menceritakan, produksi drama televisi Turki sebagai ekspor budaya ke pasar global dalam beberapa tahun terakhir. Drama Turki telah diakui secara luas untuk nilai-nilai produksi yang tinggi dan prestasi teknis.

Didorong oleh kemajuan itu, RTUK telah mengevaluasi perannya sendiri dan peran yang mungkin dari pihak yang berwenang dari Republik Rakyat Cina dan Republik Korea pada tahun 2016 dengan tujuan untuk mengembangkan budaya dan kerjasama ekonomi dengan negara-negara ini melalui co-produksi.

Ilhan juga menceritakan, Radio dan Televisi Dewan Tertinggi (RTUK) didirikan pada tahun 1994 sebagai otoritas tunggal di Turki untuk sektor penyiaran dan lingkungan media audio visual pada umumnya. RTUK mengatur dan memonitor pergerakan 2 Miliar USD sektor audio visual di mana lebih dari 1700 radio, televisi dan on-demand penyedia layanan media ada sebagai pelaku pasar. ***

Jakarta – Indosiar segera melaksanakan sanksi penghentian sementara yang dijatuhkan KPI Pusat untuk program siaran D’Academy 4. Kesiapan Indosiar untuk menjalankan sanksi penghentian sementara itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, saat menyerahkan surat tanggapan KPI Pusat ke Indosiar di kantor KPI Pusat, Kamis, 23 Februari 2017. Kesediaan dan kesiapan Indosiar melaksanakan sanksi penghentian sementara program tersebut mendapat apresiasi dari KPI Pusat.

Menurut Rahmat, Indosiar akan melaksanakan sanksi penghentian sementara program D’Academy 4 dalam pekan ini. Sesuai ketentuan, pelaksanaan sanksi penghentian sementara atas sebuah program harus sesuai dengan schedule program itu.

Dalam kesempatan itu, Rahmat mewakili KPI Pusat meminta kepada Indosiar untuk memberikan tindakan tegas pada artis yang melakukan pelanggaran pada program tersebut. Tindakan tegas itu tidak hanya berupa teguran, tapi sanksi-sanksi yang efeknya bisa membuat jera agar artis yang bersangkutan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

“Sanksi kepada artis akan berdampak pada tanggungjawab professional sang artis kepada masyarakat,” tegasnya.

KPI Pusat juga meminta Indosiar untuk melakukan pembinaan ke dalam khususnya kepada kru program D’Academy. Pembinaan terhadap kru dan tim produksi akan diberikan KPI Pusat secara langsung.

Sebelumnya, KPI Pusat telah menerima surat jawaban dari Indosiar perihal surat penjatuhan sanksi penghentian sementara untuk program siaran D’Academy 4 Indosiar selang satu hari setelah jatuhnya keputusan. Surat jawaban dari Indosiar meminta berbagai pertimbangan dari KPI Pusat perihal tanggal pelaksanaan dan durasi hari pelaksanaan sanksi. ***

Bandung - Konferensi Internasional dan Pertemuan Tahunan ke-5 OIC Broadcasting Regulation Authorities Forum (IBRAF) selesai digelar. Pertemuan tersebut menghasilkan deklarasi Bandung tentang Peran Media Dalam Mempromosikan Toleransi dan Memerangi Terorisme dan Islamophobia.

Menurut President IBRAF yang juga Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis, isu media yang paling muncul di dunia saat ini yakni islamophobia dan terorisme. Isu tersebut, lanjut Yuliandre, seolah mendekatkan keadaan yang ekstrimis dan keadaan yang baik itu adalah Islam.

"Media-media ini bertanggung jawab memberikan sebuah isu atau isi dari sebuah berita. Harapan dari forum ini itu adalah bagaimana isu-isu ini bisa objektif bisa disampaikan dengan baik, tidak diframing," ujarnya usai konferensi yang digelar di The Trans Luxury Hotel, Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/2/2017).

Di beberapa media menurut Yuliandre menampilkan isu radikalisme yang sangat tinggi. Konvergensi media sudah terjadi namun literasi publik tidak dilakukan dengan baik. "Tentu ini menjadi PR bagi masing-masing negara dan kita berharap forum ini menghasilkan regulasi disebut dengan modern regulation," terangnya.

Dalam forum tersebut juga melahirkan sebuah Deklarasi Bandung tentang Peran Media Dalam Mempromosikan Toleransi dan Memerangi Terorisme dan Islamophobia.

Berikut isi deklarasi tersebut:

Para anggota OKI Broadcasting Badan Pengawas Forum;

Memperingati Piagam Organisasi Kerjasama Islam dan tujuannya untuk memperkuat kerjasama dan pemahaman umum di antara negara anggota tetap menghormati kedaulatan, integritas teritorial, stabilitas dan keamanan dan non-campur tangan dalam urusan internal mereka nasional;

Mengingat Konvensi OKI tentang Memerangi Terorisme Internasional (1999) dan semua dokumen yang diadopsi pada Sidang ke-11 Konferensi Islam Menteri Informasi (ICIM) pada 21 Desember 2016 di Jeddah, khususnya Media Strategi Melawan Islamofobia dan Mekanisme Implementasinya;

Mengingat dalam hal ini prinsip-prinsip "Kode Etik untuk Negara Anggota Organisasi Konferensi Islam tentang Pemberantasan Terorisme Internasional";

Sadar akan keragaman budaya, kepercayaan dan tradisi di antara negara-negara kami dan menggarisbawahi kebutuhan untuk meningkatkan dialog asli dan budaya perdamaian, baik di tingkat nasional dan internasional, dan menghormati situs suci dan simbol-simbol agama;

Berkomitmen untuk mempromosikan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, pemerintahan yang baik, penegakan hukum, demokrasi dan akuntabilitas sesuai dengan sistem konstitusional dan hukum masing-masing anggota kami;

Sadar akan meningkatkan tingkat kekerasan, teror dan ekstremisme, kebencian, rasisme, xenophobia dan Islamophobia di seluruh dunia;

Percaya bahwa hidup adalah karunia ilahi dan bestowment untuk setiap individu dan memiliki prioritas dan sedang menuju semua hak asasi manusia; seperti dikutip dalam Alquran (05:32), "Jika seseorang membunuh seseorang, itu akan seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya: dan barangsiapa yang memelihara kehidupan, itu akan menjadi seperti jika ia menyelamatkan nyawa seluruh orang di bumi "

Memperhatikan fakta bahwa terorisme merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan dan keamanan, serta hambatan bagi fungsi bebas dari lembaga dan pembangunan sosial-ekonomi;

Berkeinginan untuk menjamin dan meningkatkan hak untuk kebebasan berekspresi dan informasi dalam kaitannya dengan liputan media dari tindakan teroris dan ancaman dengan memastikan latihan yang bertanggung jawab dari media terutama dengan mempromosikan adopsi praktik yang baik melalui kode etik;

Menyoroti peran penting media dalam memerangi Islamophobia dengan menghadirkan citra Islam yang sebenarnya dan menekankan bahwa Islam adalah agama damai, persaudaraan dan toleransi;

Mengingatkan bahwa pesan, suara dan gambar dilakukan melalui laporan media pada tindakan teroris dan ancaman yang mungkin tidak sengaja berfungsi untuk tujuan terorisme sementara memiliki efek buruk pada psikologi orang melalui reaksi emosional seperti takut, marah, sedih dan putus asa;

Memperhatikan bahwa media pelayanan publik adalah alat yang paling efektif untuk menyebarkan informasi dan membentuk opini publik dan sumber informasi yang akurat dan benar;

Mengingat bahwa media sosial adalah inter-alia semakin menjadi lingkungan komunikasi untuk sirkulasi informasi mengenai tindakan teroris karena sifatnya info-menyebarkan luas dan pesat;

Menggarisbawahi pentingnya kerjasama dengan organisasi internasional lainnya dalam rangka memerangi terorisme dan Islamophobia;

Percaya bahwa perang melawan terorisme adalah tanggung jawab Negara dengan mengadopsi strategi yang komprehensif dengan mempertimbangkan bahwa tindakan membatasi kebebasan berekspresi dan kebebasan media harus sesuai dengan dokumen internasional tentang hak asasi manusia, terutama Pasal 19 Kovenan PBB tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan ketat mematuhi prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan dan proporsionalitas dan dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum. Red dari detik.com

Bandung – Maraknya pemberitaan atau siaran miring terhadap Islam menjadi perhatian dalam Forum Tahunan IBRAF yang berlangsung di Hotel Trans Studio Luxury, Bandung, Kamis, 23 Februari 2017. Salah satu negara anggota IBRAF yang angkat bicara mengenai hal ini adalah Bangladesh. Dalam sambutannya, Sekretaris Kementerian Informasi Bangladesh, Martuza Ahmed mengatakan, ketakutan terhadap Islamophobia harus diredam melalui gencarnya pemberitaan mengenai Islam yang benar dan damai melalui media khususnya  yang tergabung dalam anggota IBRAF.  

Menurut Martuza, sesama anggota IBRAF harus bekerjasama memerangi ‘kutukan’, istilah Martuza, akan informasi yang mendiskriditkan Islam yang sesungguhnya cinta damai. Ia juga mengajak semua pihak mulai dari ulama, alim ulama dan imam untuk berinisiatif mengutuk tindakan terorisme atas nama agama. “Kita tidak boleh tinggal diam karena diam terhadap aksi terror memberikan sinyal yang salah,” katanya.

Peran media dalam hal ini, lanjut Martuza, sangat penting karena mereka dapat mengambil masalah untuk tanggapan luas dari masyarakat. “IBRAF dan negara-negara anggota juga dapat mengatur seminar, simposium dan konferensi di tingkat nasional dan internasional untuk menciptakan kesadaran massa terhadap terorisme atas nama agama kita,” usulnya di depan peserta rapat yang dihadiri hampir 30 delegasi negara anggota IBRAF.

Peran yang dilakukan IBRAF untuk melawan kampanye negatif itu dengan menggambarkan gambaran yang benar dan damai umat Islam. Hal ini dapat dimulai dengan memfasilitasi dialog antara negara-negara anggota OKI maupun dengan forum-forum global lainnya untuk meluncurkan kampanye terorganisir untuk menegakkan Islam dan Muslim positif.

Selain itu harus ada fasilitasi kampanye literasi media di negara-negara OKI. Ketika orang menjadi melek media, setiap upaya untuk menjelek-jelekkan orang, kelompok, agama atau ras akan gagal. literasi media juga penting untuk orang media sehingga mereka dapat menemukan dan menafsirkan data yang tersedia dari sumber independen mengurangi ketergantungan pada sources.

Media, kata Martuza memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang kuat, adil dan terbuka. Banyak negara-negara Muslim memiliki pertumbuhan ekonomi, demokrasi semakin kuat dan masyarakat sipil yang dinamis yang membuka peluang baru dan mencapai kemajuan serta mengurangi kemiskinan dan penyakit.

Martuza pun menyoroti kemunculan media baru bebasis internet. Menurutnya, kemunculan media baru itu memunculkan peluang yang luas dalam dunia komunikasi. Tapi pada saat yang sama penyalahgunaan dan penyalahgunaan yang memakai media baru tersebut menyebabkan beberapa kerusakan bagi masyarakat.

“Dalam rangka menjaga keutuhan privasi rakyat, keamanan negara dan institusi, kesucian perempuan dan anak-anak, ruang cyber kami harus bebas dari kehadiran konten yang tidak pantas dan apa pun yang mungkin mencemarkan nama baik agama Islam. Jadi harus ada kebijakan OKI pada media baru dan keamanan dunia maya yang akan memberikan kami sebuah platform umum,” desak Martuza.

Perkembangan media Banglades

Dalam kesempatan itu, Martuza Ahmed menceritakan perkembangan media di negaranya. Saat ini, media di Bangladesh sangat aktif dan bersemangat dalam memajukan demokrasi. Mereka bertindak sebagai kunci untuk mendorong reformasi, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan mempromosikan debat publik yang sangat penting bagi demokrasi tersebut.

Para wartawan yang bekerja di media memainkan peran penting dalam mempromosikan pengembangan hak asasi manusia di Bangladesh terutama hak-hak perempuan dan anak-anak. Media Bangladesh telah berperan penting dalam mempromosikan perdamaian di masyarakat memastikan keharmonisan dengan iklan citra Islam yang sebenarnya dan umat Islam.

“Pemerintah Bangladesh yang kini di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Hon'ble Sheikh Hasina, mengejar prinsip-prinsip dasar Islam yang menekankan harmoni komunal, damai dan non-kekerasan.,” katanya.

Sekitar 88 % penduduk Bangladesh adalah Muslim. Mereka, kata Martuza, saleh dan berkomitmen untuk menegakkan citra Islam yang sebenarnya. Pada saat yang sama mereka toleran dan menghormati para pengikut agama-agama lain. “Non-Muslim di Bangladesh menikmati kebebasan penuh dalam menjalankan ibadah agama mereka. Kami sangat menentang menggunakan agama sebagai senjata politik,” tegasnya.

Saat ini, Bangladesh memiliki sektor media yang kuat, baik di media cetak dan elektronik. Saat ini ada sekitar 1.119 surat kabar yang terbit. Ada 26 saluran TV swasta yang suah beroperasi dan akan bertambah 16 TV dalam waktu dekat. Jumlah radio ada 12 di sektor publik dan 22 radio swasta serta 17 radio komunitas.
Bangladesh pun mulau mengadopsi kebijakan penyiaran pada tahun 2014 dan akan menindaklanjuti UU Penyiaran yang dalam proses sedang dirumuskan. Berdasarkan UU itu akan dibentuk semacam Komisi Penyiaran yang akan memantau pelaksanaan Kebijakan Broadcast Nasional. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.