Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyambut baik rencana Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Program Pembinaan Ideologi Pancasila melalui kegiatan monitoring media. Program tersebut dinilai sejalan dengan tujuan KPI dalam upaya meningkatkan kualitas siaran di tanah air. Rencananya, program monitoring media ini akan mengikut sertakan KPI Pusat dan KPID.

“Kami siap mendukung dan membantu rencana program BPIP. Kami memiliki sumber daya pemantauan yang siap melakukan tugas tersebut. Kami pun memiliki instrumen regulasi yang sejalan dengan tujuan BPIP yakni dalam rangka menjaga ideologi negara serta tolerasi di masyarakat,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, ketika menerima perwakilan Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP di Kantor KPI Pusat, Senin (29/1/2024).

Kedatangan BPIP ke KPI dalam rangka menguatkan program pengendalian dan evaluasi pelaksanaan ideologi Pancasila di media penyiaran. Terkait hal ini, BPIP berencana menyusun instrumen yang dipergunakan untuk mengevaluasi hal-hal yang bertentangan dengan ideologi di lingkungan media khususnya TV dan radio.

“Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan instrumen yang tepat, valid dan reliabel untuk melakukan evaluasi hal-hal yang bertentangan dengan ideologi negara dilingkungan media khususnya media mainstream,” ujar wakil dari Direktorat Evaluasi BPIP, Budianto, dalam pertemuan tersebut.

Berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), salah satu kelompok yang menjadi sasaran evaluasi ideologi adalaha media. Karena itu, BPIP memerlukan instrumen evaluasi media yang valid dan reliabel dengan menggandeng lembaga-lembaga yang memang berwenang seperti KPI.

“Instrumen yang disusun diharapkan untuk dapat mengukur media dalam mempromosikan nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan programnya, dan mengidentifikasi program yang mendegradasi nilai-nilai Pancasila,” kata Budianto.

Reza menambahkan, KPI memiliki P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) yang bisa digunakan BPIP sebagai salah satu instrumen penilaian BPIP. Dalam pedoman ini terdapat aturan yang membatasi ruang gerak intoleransi dan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Kita bisa menyambung kerjasama ini dengan melibatkan KPID. KPID memiliki sumber daya pemantau, namun membutuhkan alat pemantauannya. Jika memang bisa, alangkah baiknya,” usul Reza.

Pada pertemuan itu, turut hadir perwakilan dari tim pemantauan siaran dan pengaduan serta bagian hukum KPI Pusat. Dalam kesempatan itu, mereka menjelaskan mekanisme pemantauan serta alur masuk pengaduan dan isi pengaduan khususnya terkait permasalahan intoleransi dan keamanan negara lainnya. Rencananya, BPIP akan menyelenggarakan kegiatan diskusi di Yogyakarta untuk mematangkan program monitoring media tersebut. Diskusi ini akan melibatkan banyak stakeholder termasuk KPI Pusat dan KPID. ***/Foto: Agung R

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengapresiasi peningkatan anggaran untuk KPI Daerah Jambi yang dialokasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi untuk tahun anggaran 2024. Hal ini disampaikan I Made Sunarsa selaku Koordinator Bidang Kelembagaaan KPI Pusat, saat menerima kehadiran Komisi I DPRD Jambi di kantor KPI Pusat, (26/1). 

Dalam pertemuan yang membahas kinerja KPID Jambi tersebut, Made mengungkap bahwa KPI Pusat sudah menetapkan standar penganggaran KPID yang didasari atas jumlah penduduk, luas wilayah provinsi, serta jumlah lembaga penyiaran yang dilayani. “KPI juga menetapkan beberapa zona wilayah dengan standar anggaran yang berbeda,” ujar Made. Tentunya standar untuk Jambi yang wilayah luas akan berbeda dengan daerah Bali yang dapat dikelilingi wilayahnya dalam waktu empat jam saja, tambahnya. 

Untuk zona Sumatera setidaknya, terang Made, penganggaran untuk KPID minimal 3 miliar setahun. Hal ini juga terkait dengan enam tugas pokok yang diemban KPI, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. Keenam tugas tersebut antara lain, memastikan masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, ikut membantu pengaturan infrastruktur penyiaran, ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait, memelihara tatanan informasi nasional yag adil, merata dan seimbang, menampung dan menindaklanjuti aduan masyarakat, serta ikut melakukan penyusunan perencanaan pengembangan sumber daya manusia (SDM) penyiaran. Artinya, jika beban kerja lembaga ini semakin tinggi, selayaknya dukungan anggaran juga meningkat. Made juga menegaskan, kiprah KPID saat ini sangat dibutuhkan dalam memelihara stabilitas informasi di daerah, terkait Pemilu 2024. 

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, serta anggota KPI Pusat bidang kelembagaan lainnya, Evri Rizqi Monarshi, Mimah Susanti dan Amin Shabana. Sedangkan Komisi I DPRD yang berkunjung ke KPI Pusat adalah Abdul Jalil, Kemas Alfarabi dan Lilis Ismayani Setia Dewi, beserta jajaran sekretariat DPRD Jambi. 

Sementara itu Amin Shabana selaku koordinator wilayah Jambi juga menyampaikan apresiasi karena proses rekruitmen KPID Jambi berlangsung tanpa hambatan. Amin berharap, dukungan DPRD Jambi tidak saja pada saat rekruitmen, tapi juga untuk eksistensi KPID ke depan. Termasuk misalnya, tambah Amin, penyediaan kantor KPID Jambi yang representatif sebagai sebuah lembaga negara. 

Catatan lain disampaikan juga oleh Ketua KPI Pusat, Ubaidillah. Menurutnya, dukungan kelembagaan terhadap KPID sangat dibutuhkan agar lembaga ini dapat terus melakukan pengawasan konten siaran, terutama siaran kepemiluan sejalan dengan agenda nasional di tahun 2024. Ubaidillah mengingatkan, kalaupun agenda Pemilu dan Pemilihan Presiden sudah usai, masih ada Pemilihan Kepala Daerah di akhir tahun 2024, yang membutuhkan kiprah KPID lebih besar. “Dalam pengawasan siaran Pemilu untuk pemilihan Gubernur, Bupati atau pun Walikota,  KPID memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Agar siaran Pilkada mendatang mencerminkan prinsip keberimbangan, netralitas dan juga tidak partisan,” tegasnya. 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memastikan 99% informasi ataupun berita yang disampaikan lembaga penyiaran, TV dan radio, tidak mengandung hoaks. Ketatnya aturan dan pengawasan KPI mempersempit kemungkinan lembaga penyiaran melakukan praktik penyebaran hoaks dalam pemberitaannya. Karenanya, informasi tentang Pemilu 2024 dari TV dan radio dapat dijadikan reverensi informasi yang dapat dipercaya. 

“Saya dapat pastikan jika TV dan radio itu bersih dari hoaks. Karena kami tidak henti-hentinya mengingatkan lembaga penyiaran, baik yang ada di pusat dan daerah, agar materi siaran yang disampaikan bebas dari hoaks,” kata Komisioner KPI Pusat Aliyah saat menjadi narasumber acara Indonesia Bicara di TVRI dengan tema “Waspada Hoaks Pemilu Menyulut Konflik”, awal pekan ini. 

Upaya lain KPI yakni selalu mewanti-wanti lembaga penyiaran untuk tidak menjadikan sumber informasinya berasal dari media sosial yang tidak terverifikasi kebenarannya. “Hoaks itu paling banyak ditemukan di media berbasis internet, Jarang kami menemukan informasi hoaks di TV dan radio. Jika ditemukan angkanya hanya nol sekian persen,” tambah Anggota KPI bidang Pengawasan Isi Siaran ini.

KPI juga memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap siaran di TV dan radio. Jika ditemukan unsur yang diduga hoaks akan segera ditindaklanjuti. “Kami akan memanggil atau mengklarifikasinya langsung ke lembaga penyiaran. Hal ini berbeda dengan media sosial yang jika ditemukan hoaks akan sulit untuk dipertanggungjawabkan,” ungkap Aliyah.

Menghadapi informasi hoaks dalam pemilu 2024, lanjuta Aliyah, merupakan PR (pekerjaan rumah) bersama. Karena itu diperlukan langkah dan strategi yang tepat seperti memperbanyak produksi konten-konten positif bagi masyarakat.

“Lembaga penyiaran harus juga menangani hal ini dengan konten positif. Ini untuk mengimbangi banyaknya konten negatif yang dikonsumsi masyarakat seperti pentingnya pemilu sehingga masyarakat tidak golput (golongan putih). Mudah-mudahan ini bisa mengerem konten hoaks yang beredar,” kata Aliyah. 

Dalam kesempatan itu, Aliyah meminta lembaga penyiaran untuk mengedepankan asas keberimbangan dan keadilan bagi seluruh kontestan yang ikut pemilu, baik itu dalam pemberitaan maupun iklan. Frekuensi yang digunakan TV dan radio merupakan ranah publik dan semestinya dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. 

“Kami sangat mendorong TV dan radio itu menjadi media pendidikan termasuk pendidikan politik bagi masyarakat. Menjadi tontonan sekaligus tuntunan dan jadi media referensi bagi berita pemilu dan politik,” tutur Aliyah.

Selain Aliyah, acara yang dibawakan Happy Goeritman ini menghadirkan tiga narasumber lain yakni Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo Slamet Santoso, Peneliti Perludem Amalia Salabi, dan Relawan Mafindo Tri Mufida Nastiti. ***

 

 

Jakarta – Anggaran hibah yang diterima KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) untuk operasional program dan kegiatan seperti kata pepatah, “jauh api dari panggang”. Tidak sesuai ekspektasi dan jumlahnya sangat bergantung kebijakan pimpinan di daerahnya. Padahal, tanggung jawab lembaga ini sangat besar yakni memastikan masyarakat mendapatkan siaran yang baik, manfaaf dan berkualitas. 

Pada saat menerima kunjungan kerja dari Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) di Kantor KPI Pusat, Kamis (25/1/2024), Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa menyampaikan, seharusnya porsi ideal anggaran KPID setiap tahunnya antara 2,5 hingga 3 milyar. Dengan angka tersebut, lanjutnya, KPID dapat secara maksimal menjalankan program dan kinerjanya.

Kendati demikian, angka itu tergantung KPID tersebut masuk dalam kategori atau zona apa. “Kami sudah membuat klusterisasi anggaran KPID dengan meminta masukan dari tiga kementerian (Kementerian Keuangan, Kementerian PAN RB dan Kementerian Dalam Negeri). Klusterisasi ini sebagai acuan daerah untuk memberikan besaran hibah kepada KPID. Setiap KPID akan berbeda, tergantung zonanya menyesuaikan dengan jumlah lembaga penyiaran, jumlah penduduk, geografi serta luas wilayah provinsi dan faktor-faktor lainnya,” jelas I Made Sunarsa. 

Program klusterisasi anggaran ini merupakan upaya KPI untuk memaksimalkan kinerja KPID yang tersendat karena minim anggaran. Sejak terbitnya UU Otonomi Daerah dan PP No.18 tahun 2016, organisasi kesekretariatan KPID di seluruh provinsi menjadi hilang. Pasalnya, dalam peraturan itu disebutkan bahwa hal-hal mengenai penyiaran diatur pemerintah pusat. Hal ini tentu berimbas pada penganggaran KPID yang semestinya berdasarkan UU Penyiaran dibiayai APBD. 

“Terkait dana hibah ini besarnya setiap KPID tidak sama. Hal ini pun sangat bergantung dengan politik kedekatan. Padahal wewenangnya sama di setiap daerah dan tugasnya pun berat. Kalimantan Selatan masuk dalam zona 2,” ujar I Made Sunarsa. 

Persoalan porsi pantas anggaran ini sangat penting karena terkait jalannya pengawasan siaran di daerah. Setiap KPID harus memiliki sistem pemantauan siaran yang baik. Sayangnya, tidak semua sistem pemantauan siaran KPID berjalan optimal dan bahkan banyak yang sudah rusak. Padahal, kebutuhan ini sangat mendesak dengan makin bertambahnnya jumlah lembaga penyiaran (TV dan radio) sejak peralihan sistem siaran nasional dari TV analog ke TV digital.

“Sejak beralih ke siaran TV digital, jumlah TV makin banyak. Hal ini tentu harus dibarengi dengan penambahan sistem pengawasannya. Tapi jika sistemnya tidak ada, ini akan menjadi masalah. Apalagi saat ini kita sedang mengawasi jalannya kampanye di media penyiaran. Hal ini harus jadi pertimbangan daerah,” tegas I Made Sunarsa.

Menyangkut alat pengawasan siaran, Anggota KPI Pusat Evri Rizqi Monarshi menambahkan, KPI Pusat sangat prihatin dengan kondisi alat pemantauan siaran di KPID termasuk KPID Kalsel. Padahal, alat ini merupakan penunjang utama kerja KPID dalam mengawasi siaran di daerah. 

“Bagaimana mau menjalankan tupoksinya, sedangkan alat pemantauannya saja rusak atau bahkan tidak ada. Jadi sudah selayaknya KPID mendapatkan anggaran yang pantas dan dengan klusterisasi ini diharapkan tupoksinya dapat berjalan. Ini juga dalam rangka menjaga iklim penyiaran di Kalimantan Selatan. Saya titip betul agar kerja KPID makin maksimal,” kata Evri yang merangkan sebagia Korwil Kalsel. 

Saat membuka pertemuan, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, meminta kepada pemerintah daerah untuk menguatkan peran dan kelembagaan KPID melalui penganggaran yang baik. Menurutnya, tugas dan fungsi KPID sangat vital dan tanggung jawabnya besar. “Kami juga menekankan agar jangan sampai terjadi kekosongan pengawasan oleh KPID. Kemaslahatan masyarakat dalam mendapat informasi dan hiburan yang baik dan berkualitas itu harus dijamin,” tuturnya.

Sebelumnya, pimpinan rombongan Dinas Infokom Prov. Kalsel, Tatang Markoni, menyampaikan maksud kedatangannya ke KPI Pusat, Ada tiga hal yakni soal hibah anggaran KPID, seleksi KPID Kalsel periode berikutnya dan penyesuaian tusi antara kelembagaan di daerah. 

“Di bulan Agustus nanti, masa bakti KPID sekarang akan berakhir. Berdasarkan aturan, enam bulan sebelum masa itu berkahir sudah harus melaporkan ke DPRD,” katanya. Pertemuan ini juga dihadiri Anggota KPI Pusat Amin Shabana dan Mimah Susanti. ***

 

Jakarta – Di tengah gempuran informasi dari media baru (sosial), media arus utama seperti TV dan radio tetap menjadi referensi paling baik dan aman bagi masyarakat. Kenapa demikian, karena informasi TV dan radio telah melalui tahapan koreksi dan verifikasi. 

“Verifikasi terhadap informasi medsos harus ada pembandingnya yakni lembaga penyiaran. Harapan kita TV dan radio tetap menjadi barometer Indonesia dari serbuan arus globalisasi dan teknologi,” kata Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mimah Susanti, saat menerima kunjungan Mahasiswa Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat, di Kantor KPI Pusat, Kamis (11/1/2024).

Pertimbangan yang disampaikan Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini sangat beralasan. Pertama, keberadaan media baru di Indonesia belum diatur sebuah regulasi atau undang-undang. Sehingga produksi informasi yang disajikan bisa seenaknya. Berbeda dengan posisi lembaga penyiaran yang ada dalam naungan UU Penyiaran dan pengawasan KPI.

Karenanya, lanjut Mimah Susanti, perlu ada perlakuan yang sama dengan dibuatnya aturan terhadap media baru. “Kita berharap RUU Penyiaran bisa memperkuat posisi KPI sehingga konten-konten negatif di media baru bisa dikontrol negara,” ujar Mimah Susanti.

Dia juga menekankan pentingnya memilih siaran-siaran yang layak dan baik. Upaya ini terus didorong KPI melalui berbagai program sosialisasi dan literasi ke masyarakat. “Edukasi ini diharapkan akan menumbuhkan kepedulian orang tua untuk tanggap melakukan pendampingan pada anak-anak mereka saat menonton TV atau mendengarkan radio. Kita ingin menyebarkan hal-hal yang baik yakni siaran yang baik kepada masyarakat,” katanya.

Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso, meminta adanya keterlibatan publik dalam pengawasan siaran. Terlebih untuk pengawasan siaran di daerah atau lokal yang tidak masuk jangkauan KPI Pusat dan KPID. “Saya berpesan jika ada konten yang negatif silakan laporkan,” katanya. 

Tulus juga mengatakan salah satu tujuan utama dari pengawasan siaran ini adalah perlindungan terhadap anak dan remaja. Pasalnya, dua kategori khalayaknya ini masih begitu rentan terhadap efek buruk dari siaran. “Mereka ini rentan meniru,” kata Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini. 

Di awal kunjungan itu, Dekan Komunikasi IAI PERSIS, Nuruddin, menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan rombongannya ke KPI Pusat. “Kedatangan kita untuk silahturahmi. Kami sebenarnya sudah ada beberapa kali kerjasama dengan KPID Jawa Barat hingga ada yang magang. Di pusat baru kali ini,” paparnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.