Singapura – Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Yuliandre Darwis melakukan pertemuan dengan Wakil Direktur Asia Tenggara I Direktorat Kementerian Luar Negeri Singapura, Mr. Lau Yee Ler pada Rabu (13/4/2022) di Singapura. Dalam kunjungan itu, dibahas penerapan regulasi penyiaran digital sekaligus mengetahui secara langsung proses penyiaran yang ada di Singapura. Adapun Indonesia dalam waktu dekat segera melakukan migrasi ke digital yang tenggat waktunya paling lambat selesai pada 2 November 2022. 

Di awal pertemuan, Lau Yee Her menyampaikan, digitalisasi penyiaran Singapura sudah dimulai sejak 2019 dengan sekelumit proses migrasi. Pada saat itu, dia menjelaskan rumah tangga yang belum beralih ke digital akan melihat gambar yang lebih kecil di layar televisi dan ini salah satunya sebagai pengingat visual bagi masyarakat untuk beralih ke siaran digital sebelum sinyal TV analog dipadamkan. 

Kenyataannya, Lau Yee Her mengungkapkan pemasangan Set Top Box (STB) yang  di inisiasi oleh Infocommunications Media Development Authority (IMDA) Singapura mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat Singapura dengan mengirimkan surat himbauan proses perpindahan siaran analog ke digital yang salah satu poinnya memberi tahu kepada masyarakat atas hak mendapatkan peralatan gratis senilai $100 untuk dipasangkan di televisi. 

“Singapura sendiri memerlukan waktu kurang lebih 6 tahun sebelum melakukan analog switch off dan negara Singapura hanya memiliki sedikit saluran TV, selebihnya di perbatasan diisi dengan saluran TV siaran Batam Indonesia dan Johor dari Malaysia,” tambahnya. 

Dalam pengawasan konten, Lau Yee Her mengatakan Singapura termasuk negara yang ketat memperhatikan konten penyiaran. Salah satu contoh di tahun 2019, Singapura sempat berencana melarang iklan minuman yang mengandung kadar gula tinggi, terlebih saat itu Singapura merupakan negara yang memiliki angka diabetes paling tinggi di dunia. Dampak terburuk dari konten tersebut adalah sebagian besar penduduknya menjadi lebih cepat tua dibandingkan dengan taraf usianya. 

“Perkenalan digitalisasi penyiaran Singapura sudah dilakukan 2 tahun sebelum siaran analog dimatikan dan yang lebih penting adalah Singapura termasuk negara yang ketat dalam urusan konten siaran, salah satunya iklan minuman yang mengandung gula tinggi,” tuturnya. 

Dalam kesempatan itu juga Yuliandre menjelaskan bahwa Indonesia berencana melakukan analog switch off pada 2 November 2022. Bedasarkan data yang ada, Indonesia setidaknya di Indonesia ada 1.106 Lembaga Penyiaran dan sudah melakukan analog switch off bertahap di beberapa daerah di Indonesia.

Pria yang akrab disapa, Andre ini menegaskan bahwa di Indonesia konten yang mengandung unsur penuh kreativitas menjadi bagian paling penting dari penyiaran digital ini. “Bagi kami, terlebih Komisi Penyiaran Indonesia, content is king. Dengan bertambah banyaknya saluran penyiaran digital nantinya, KPI berharap Lembaga Penyiaran dapat memberikan konten yang beragam dan berkualitas bagi masyarakat Indonesia,” tutup Yuliandre.

Dalam kesempatan itu, Andre juga melakukan pertemuan dengan Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryapratomo. Di pertemuan itu, dibahas berbagai hal tentang dinamika penyiaran termasuk rencana Indonesia yang akan segera berpindah dari sistem siaran analog ke siaran digital yang tahap pertama berjalan pada 30 April mendatang. Dar/Man

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai kualitas program siaran Ramadan 1443 H atau 2022 kurun 10 hari awal sudah membaik jika dibanding tayangan Ramadan tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan menurunnya angka pelanggaran terhadap etika dan aturan penyiaran khususnya pada program siaran khusus Ramadan.

Penilaian tersebut disampaikan KPI dan MUI dalam acara Publish dan Evaluasi 10 Hari Pertama Siaran Ramadan 2022 yang digelar MUI-KPI di Gedung MUI Pusat, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2022). 

Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Mimah Susanti, menyatakan kualitas tayangan khusus Ramadan di lembaga penyiaran pada tahun ini makin membaik. Jika melihat data pengawasan dan aduan KPI Pusat menyebutkan kecenderungan pelanggaran menurun dari tahun ke tahun pada 10 hari pertama Ramadan.

“Pada tahun 2020 terdapat 26 pengaduan penyiaran, sementara pada 2021 menurun menjadi 20 pengaduan dan pada 2022 hanya ada enam. Dari total 108 program Ramadan, variety show pada hari pertama mendapat lima pengaduan dan sinetron satu pengaduan. Memang ada sanksi yang kami keluarkan, tapi itu bukan tayangan khusus Ramadan dan program tersebut tayangan sebelum Ramadan,” kata Mimah Susanti secara online.

Dia menambahkan aduan yang masuk ke KPI selama Ramadan ini terkait muatan norma kesopanan dan kesusilaan, perilaku tidak pantas, dan candaan body shaming sudah tidak sebanyak Ramadan sebelumnya. “Frekuensi memang nggak banyak, tapi ini jadi catatan kita,” tegas Mimah.

Dalam kesempatan itu, Mimah mengapresiasi komitmen lembaga penyiaran menyiapkan tayangan Ramadan yang bermanfaat dan berkualitas. Dia berharap kondisi baik ini bisa dipertahankan hingga akhir Ramadan nanti.

Ketua Tim Pemantau MUI Pusat, Tantan Hermansyah, mengatakan hal yang senada bahwa telah terjadi peningkatan kualitas produk siaran selama Ramadan 2022 ini. Dia mengatakan, meningkatnya kualitas produk ini terlihat pada semakin minimnya indikasi pelanggaran yang terdapat dalam tayangan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Tantan menyampaikan pemantau MUI menemukan banyak program di stasiun tv yang layak diapresiasi selaras dengan upaya menjaga kondusivitas kesucian Ramadan.

Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio, mengingatkan kepada lembaga penyiaran atau stasiun televisi untuk menyiarkan konten yang Islami selama bulan suci Ramadan. Menurutnya, konten Islami initidak hanya soal tayangan atau program yang ditampilkan.

"Kewajiban bagi televisi untuk menyiarkan konten yang Islami. Tidak hanya tayangan tetapi juga busananya yang disesuaikan dengan suasana bulan Ramadan," kata Agung di awal acara.

Agung juga mengatakan, perbedaan kebijakan KPI pada Ramadan tahun ini dengan tahun sebelumnya yaitu soal penceramah atau dai yang tampil di televisi. "Pertama, tentu dia (dai tersebut) punya pemahaman yang bagus, tidak radikal, tidak anti-NKRI, tidak anti-Pancasila," tambahnya.

Kedua, mempunyai pemahaman Islam yang utuh atau kaffah. Bukan orang yang tidak punya kompetensi saat tampil di televisi. "Sehingga pemahamannya harus kaffah, sehingga dua hal itulah yang baru atau membedakan dengan kebijakan sebelumnya," ujarnya.

Menurutnya, kebijakan baru tersebut telah diapresiasi oleh banyak ormas Islam, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Meski demikian, dia mengatakan, KPI tentu tidak bisa sendiri dan perlu mitra untuk melakukan evaluasi.

"Di dalam undang-undang memang dinyatakan untuk bekerja sama dengan banyak pihak untuk mendukung tupoksi KPI. Karena ada kebutuhan KPI, maka kami bermitra dengan MUI yang merupakan mitra yang tepat," kata dia.

Agung menuturkan, kerja sama antara KPI dan MUI sudah berjalan cukup panjang mengenai kerja sama yang kokoh ini. "Kami berharap tayangan pada Ramadhan ini tayangan yang berbeda dengan bulan-bulan di luar Ramadhan," tuturnya.

Di forum tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo menambahkan, secara prinsip ada dua hal yang menjadi standar dalam program Ramadan. Pertama, program ramadan mesti bisa menjaga kesucian dan kemuliaan Ramadan. Prinsip ini dijalankan dengan memperhatikan rambu-rambu pelarangan dan pembatasan yang telah digariskan oleh UU Penyiaran, P3SPS, SE KPI tentang Siaran Selama Ramadan, dan ketentuan MUI. 

Kedua, program tersebut harus mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan umat Islam. “Ramadan adalah bulan penuh rahmat, karena itu program Ramadan harus mampu menginspirasi umat muslim,” kata Mulyo. 

Terkait beberapa iklan yang masih memperlihatkan pengonsumsian makanan dan minuman yang cenderung eksploitatif, Mulyo menyatakan, perlu pelibatan Lembaga Sensor Film (LSF) untuk menilai hal ini. Upaya ini dilakukan agar materi tersebut dapat diminimalisir sebelum tayang dalam rangka melindungi kepentingan anak-anak yang sedang belajar berpuasa. 

“Meski kecenderungan tersebut juga menunjukkan penurunan, sebagian kasus yang terjadi karena TV hanya bisa menerima materi jadi. Tak banyak revisi yang bisa dilakukan. Maka pilihannya adalah menayangkan agar tidak kehilangan kesempatan mendapatkan klien iklan tersebut,” tandas Mulyo Hadi. ***/Editor: MR

 

 

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan seluruh masyarakat untuk memastikan terlebih dahulu ketersediaan layanan siaran TV free to air (FTA) di masing-masing wilayah tinggal. Pasalnya, jika layanan siaran TV FTA tak sampai atau tidak ada di daerah tersebut, dipastikan layanan siaran TV digital yang akan dimulai pada akhir April ini tidak akan diterima.  

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat menjadi narasumber Pertunjukan Rakyat “Siap TV Digital, Menuju Rakyat Indonesia Terkoneksi, Semakin Digital Semakin Maju” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk wilayah Kabupatan Nagekeo dan Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis ( 8/4/2022).

Reza mengatakan, jika masyarakat di wilayah Nagekeo dan Ende belum menerima siaran TV analog dari stasiun TV manapun lewat FTA, hal ini harus segera dilaporkan. “Mumpung ada Kepala Dinas Kominfo dan mumpung ada Tim dari Kemenkominfo bersama Bapak Bupati untuk meminta perluasan layanan siaran TV atau siaran free to air di wilayah Nagekeo dan Ende,” katanya.

Menurut Reza, perluasan wilayah siaran digital di wilayah tanpa siaran FTA dimungkinkan karena penggunaan teknologi single frekuensi network. Teknologi ini dapat disertakan dengan pembangunan stasiun relay dari satu daerah ke daerah lainnya.

“Jadi agak mudah menggunakan sistem ini karena kita membuat stasiun infrastruktur relay dari satu daerah ke daerah yang lain. Karena frekuensinya memungkinkan menggunakan frekuensi yang sama. Jadi secara teknologi itu mudah,” jelas Echa, penggilan akrabnya. 

Namun begitu, kata Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (P2SP) KPI Pusat, perlu upaya bersama mulai dari pemerintah daerah, tingkat Provinsi, KPID, dan Kominfo, untuk menghadirkan kepastian siaran di titik blank spot di beberapa wilayah Indoensia. 

“Seharusnya ini lebih mudah teratasi dengan adanya layanan digital. Kita bisa mencontoh apa yang diterapkan di Makkasar. Mereka biasanya bersiaran dengan power 10 hingga 20 ribu watt, tapi lewat siaran digital dengan angka segitu jadi lebih luas jangkauannya. Dengan adanya upaya pengadaan infrastruktur jadi lebih memudahkan siaran digital masuk ke daerah,” ujarnya Echa. 

Di tempat acara, saat memberi sambutan, Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco, menyambut baik pelaksanaan ASO di Nagekeo. Menurutnya, ada peluang besar yang dapat dimanfaatkan daerah dari peralihan sistem siaran tersebut.

"Nagekeo hari ini mendapatkan peluang untuk mulai migrasi dari tv analog ke tv digital. Itu sebuah bentuk nyata dari kemajuan literasi dasar. Literasi digital itu menentukan kita agar dunia mengenal Nagekeo dari manusia, alam, budaya dan produk budaya," katanya.

Melalui ASO, lanjut Bupati, masyarakat berkesempatan untuk mengembangkan diri, memperkenalkan budaya, memperkenalkan produk UMKM agar bisa bersaing dalam dunia pariwisata yang sedang berkembang di Indonesia tak terkecuali di Bali Nusa Tenggara, lebih khusus di Flores Lembata NTT.

Menurut Johanes, melalui TV digital masyarakat dapat mengenalkan semua produk mulai dari budaya, nyanyian, tarian, handicraft sampai UMKM yang terus didorong oleh Pemkab Nagekeo untuk diproduksi oleh masyarakat agar dikenal oleh pasar, baik di Flores, Bali Nusa Tenggara, Indonesia dan dunia.

"Era digital sudah datang, era digital sudah di depan mata. Dan acara hari ini, saya mengajak semua yang hadir secara offline maupun online agar bisa mempersiapkan diri mengembangkan diri mewartakan kepada semua kenalan, saudara, melalui jejaring yang ada agar kita siap menggunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia, sehingga pada saatnya kita dapat mewujudkan Nagekeo The Heart of Flores," tandas Johanes. ***/Editor: MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sepakat bekerjasama dalam upaya pencegahan peredaran dan penggunaan Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan terlarang) di masyarakat. Kesepakatan kerjasama ini mengemuka di pertemuan kedua lembaga di Kantor KPI Pusat, Rabu (13/4/2022).

Dalam pertemuan itu, hadir Ketua KP Pusat, Agung Suprio, Direktur Informasi & Edukasi BNN, Iman Sumantri, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, dan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri.

Membuka maksud, Direktur Informasi & Edukasi BNN, Iman Sumantri, menyampaikan keinginan lembaganya mengajak KPI untuk sama-sama melakukan pencegahan dan penanggulangan bahaya Narkoba melalui penyiaran. Menurutnya, sebagai regulator penyiaran, tugas KPI berkaitan erat dengan tujuan BNN.

“Kita ingin mengelorakan semangat perlawananan terhadap narkotika. Indonesia sampai saat ini meningkat untuk penyebaran dan pengguna Narkotika. Tidak hanya di kalangan muda saja, tetapi di kalangan menengah ke atas juga. Kita berharap kerjasama ini dilanjutkan melalui MoU antara KPI dan BNN,” kata Iman.

Menanggapi keinginan itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyambut baik maksud yang disampaikan BNN dalam upaya pencegahan penggunaan Narkoba di masyarakat lewat sosialisasi di lembaga  penyiaran. Menurutnya, sosialiasi penanggulangan bahaya Narkoba bisa efektif dan menjangkau masyarakat melalui lembaga penyiaran.

“Berdasarkan data dari BNPT, lembaga penyiaran yang efektif menanggulangi anti terorisme yaitu melalui Radio Komunitas. Menurut BNPT itu lebih efektif karena Interaktifnya. Kami juga bekerjasama dengan BNPB, dengan aturan KPI lembaga penyiaran diharapkan menerapkan protokol kesehatan dengan mengunakan masker dalam setiap produksi acara,” ujar Agung.

Namun begitu, Agung berharap kerjasama ini nantinyua juga melibatkan lembaga penyiaran. “Kita perlu juga berkordinasi dengan lembaga penyiaran. Apa saja hal-hal yang bisa dituangkan dalam Mou tersebut,” tuturnya.

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti menambahkan, rencana kerjasama ini sejalan dengan tujuan penyiaran yakni untuk edukasi masyarakat. Melihat tingkat penyebaran zat terlarang ini melalui media sosial, langkah yang baik untuk menekan dan mencegahnya adalah melalui sosialisasi massif tentang bahaya Narkoba melalui media penyiaran. 

“Media penyiaran akan mendukung upaya pencegahan penyebaran Narkotika. Dan kita menyambut baik untuk kerjasama ini. Hal ini bisa kita tuangkan melalui MoU antara KPI dan BNN. Kami akan support,” tegas Mimah.

Kasubdit Media Elektronik BNN, Tri Tjahyono, mengakui sosialiasasi soal bahaya Narkoba belum begitu massif sehingga upaya tersebut kurang diketahui dan dipahami masyarakat. “Hasil survei tahun 2019 menyatakan media yang paling berpengaruh adalah media televisi. Kita sangat mengharapkan arahan dari KPI, kita berharap ini menjadi perhatian karena maraknya penyebaran Narkotika yang ada di Indonesia,” tukasnya. ***/Foto: AR/Editor: MR

 

 

Jakarta – Menghadapi era digitalisasi yang padat kompetisi. Ketersediaan sumber daya manusia yang handal menjadi sebuah keutamaan. Oleh karenanya, perlu terobosan besar guna mencetak sumber daya manusia Indonesia berkualitas yang mampu bersaingan dengan siapapun.

Pendapat tersebut disampaikan Anggota DPR RI dari Komisi I, Fadli Zon, saat menjadi pemateri dalam seminar merajut nusantara yang digagas oleh Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan tema “Pentingnya Digital Skill di Dunia Kerja”, Rabu (6/4/2022)

Menurutnya, pembahasan terkait digitalisasi ini sudah menggema. Bahkan, terkait hal ini, Presiden RI, Joko Widodo, memberi instruksi dengan lima langkah percepatan transformasi digital, salah satunya setiap warga negara Indonesia wajib aktif dan paham dalam sektor penggunan talenta digital. 

“Kemampuan inovasi sumber daya manusia dalam negeri menjadi salah satu hal yang menjadi prioritas dan perlu ditingkatkan. Sehingga SDM Indonesia mampu bersaing dan mengembangkan produk TIK dan bahkan bekerja di bidang TIK,” tutur Fadli Zon.

Dia menyampaikan jika pada 2030 nanti, Indonesia mesti siap beralih ke e-Economy. Menyambut era itu, dibutuhkan sebanyak 17 juta human talents yang adaptif dengan perkembangan teknologi. Karena itu, pemahaman teknologi, inovasi dan pembaruan teknologi menjadi penting. Selain juga integrasi masyarakat di era 4.0 makin tinggi.

“Transformasi digital yang dilakukan Indonesia diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Target dari upaya transformasi digital adalah memberikan kontribusi tambahan pertumbuhan PDB dan lapangan pekerjaan,” ungkap Fadli Zon.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, transformasi digital yang tengah gencar dilakukan pemerintah diperkirakan menciptakan 2,5 juta lapangan kerja baru pada 2024. Bahkan, potensi ekonomi digital akan jadi besar akibat momentum pasca pandemi Covid-19. Ini akan dijadikan modal untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna mewujudkan visi Indonesia 2045. 

Pria yang biasa disapa Andre ini menuturkan, mengutip hasil penelitian dari Microsoft tahun 2020, proyeksi lapangan kerja terkait teknologi digital akan terus berkembang di skala global. Jumlahnya diperkirakan mencapai 190 juta pekerjaan pada 2025. Pekerja dengan skill digital di bidang komputasi awan juga bakal banyak dicari, dengan proyeksi 23 juta pekerjaan pada 2025. 

“Dengan pembangunan infrastruktur digital yang terus dikebut, Kementerian Kominfo juga meningkatkan kapasitas talenta digital dengan tujuan dapat memanfaatkan infrastruktur yang ada. Jangan sampai infrastruktur TIK sudah dibangun, tapi kita tidak siap dengan sumber daya manusianya,” kata Yuliandre.

Yuliandre yang pernah menjabat Ketua KPI Pusat periode 2016-2019, mengklaim Kemenominfo telah mengambil inisiatif melakukan program terkait dengan peningkatan kualifikasi dan kualitas sumber daya manusia digital Indonesia. Dimulai dari level yang paling bawah yaitu basic skills yang lahir dari dua unsur yang berkolaborasi antara pendidikan dan pelatihan. 

“Indonesia juga perlu menyesuaikan dengan perubahan pola dan permintaan tenaga kerja, serta membuka akses pelatihan dan pengembangan keterampilan seluas-luasnya untuk semua lapisan masyarakat,” tutup Yuliandre. Darma/Maman/Editor: RG dan MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.