- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 16709
Surabaya – Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2019 yang dilakukan KPI bersama 12 Perguruan Tinggi yang ada di 12 Kota, dapat menjadi rujukan alternatif bagi industri penyiaran dan masyarakat ketika menentukan sebuah tayangan itu layak ditonton atau tidak. Apalagi metodelogi yang dipakai dalam riset atau survei ini lebih mengutamakan sudut pandang kualitas.
Ketika membuka kegiatan Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran 2019 di Surabaya, Senin (15/4/2019), Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Totok Suyanto, mengatakan riset indeks KPI berbeda dengan riset yang dilakukan lembaga survei lain. Riset KPI lebih menitikberatkan pada perspektif kualitas ketika melihat tayangan. Cara ini tidak sejalan dengan cara menilai secara kuantitas.
“Siaran televisi saat ini sangat banyak. Sayangnya, tidak semua masyarakat mengetahui tentang rating and sharing yang ditujukan untuk melihat seberapa banyak tayangan tersebut ditonton oleh masyarakat. Karenanya KPI hadir untuk melihat tayangan berdasarkan perspektif kualitas, yang bahkan terkadang hal itu tidak selalu berjalan beriringan dengan kuantitas,” jelas Totok.
Menurut Totok, menayangkan siaran yang baik dan berkualitas memerlukan usaha yang tak sedikit. Namun sesuatu yang berkaitan dengan nilai itu perlu diperjuangkan. Salah satu yang didorong Totok adalah penanaman nilai yang berbasis keluarga menjadi model dalam tayangan.
“Semoga semakin lama peningkatan selera masyarakat akan semakin membaik. Semoga ke depannya KPI dapat mengedukasi masyarakat agar menjadi lebih berkualitas. Kampus juga harus menjadi mitra KPI agar menjadi lebih baik lagi,” tandasnya.
Di tempat sama, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan perbedaan riset yang dilakukan KPI tahun ini adalah lebih mendalam karena metode yang digunakan menggabungkan cara survei dan riset. Riset ini menjadi pembeda dari sistem rating and sharing yang dikeluarkan oleh lembaga survei lain. Menurutnya, riset indeks yang dilakukan KPI dapat menjadi penyeimbang dalam bentuk kualitatif. Selain itu, riset ini diharapkan mendorong konten tayangan menghibur lebih bernilai atau punya value.
Nuning berharap kerjasama dengan Unesa melalui riset ini akan menjadi menjadi input untuk mengawal baiknya kualitas tayangan televisi. “Misalnya pada ruang KKN mahasiswa dengan melakukan literasi media, bagaimana menonton televisi yang baik dan berkualitas. Atau pada PPL mendampingi siswa untuk menonton tayangan televisi yang baik,” katanya. ***