Jakarta – Keragaman masyarakat di Indonesia seharusnya dapat tergambar dalam keragaman konten siaran televisi. Publik seharusnya mendapatkan banyak variasi konten siaran baik dalam variasi bentuk program atau pun variasi dan kreativitas dalam sebuah ide cerita. Namun kenyataan saat ini, justru konten siaran di televisi terjebak pada perilaku meniru, atau copy dan paste

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis menyampaikan hal tersebut saat menerima perwakilan Parlemen Remaja dari daerah pemilihan Jawa Barat di kantor KPI Pusat, di Jakarta, (1/10). Dalam memaparkan realitas konten siaran tersebut, Yuliandre juga mengungkapkan bahwa sinetron di Indonesia dikenal sebagai program drama seri paling panjang di dunia. Ini dikarenakan adanya kecenderungan para pengelola televisi untuk memperpanjang jumlah episode sinetron yang berhasil mendapat rating tinggi. “Kita punya pengalaman bagaimana sebuah judul sinetron dapat diproduksi hingga ribuan episode,” ucap Yuliandre sambil menyebut judul sinetron dimaksud. 

Sementara konten-konten luar negeri yang masuk ke ruang-ruang siar kita melalui berbagai platform media, justru punya strategi yang berbeda. Drama korea misalnya, ujarnya, mampu konsisten pada jumlah episode yang tidak terlalu panjang namun memiliki nilai dan pesan yang kuat bagi publik. Kepada perwakilan Parlemen Remaja yang merupakan siswa sekolah menengah atas ini, Yuliandre menegaskan bahwa dunia penyiaran di negeri ini membutuhkan sumber daya manusia dengan skill kreatif yang tinggi agar dapat mengubah wajah layar kaca menjadi tidak saja lebih menarik, tapi juga sarat dengan pesan positif yang kuat bagi publik. Selain itu, tentu saja, orisinalitas konten siaran kita harus lebih ditingkatkan, tegasnya. 

Parlemen Remaja yang dipimpin oleh Ketuanya, M Azhar Zidane, menyampaikan beberapa pertanyaan diantaranya terkait revisi undang-undang penyiaran. Di awal diskusi, Zidane menyampaikan pendapatnya tentang dinamika regulasi penyiaran dan kewenangan regulator yang ditetapkan oleh undang-undang. “Ada penilaian bahwa makin kesini kewenangan KPI sebagai regulator penyiaran makin dikerdilkan. Hal ini dikarenakan tidak adanya kewenangan untuk KPI mencabut izin penyelenggaraan penyiaran,” ujarnya. 

Untuk pertanyaan ini, Yuliandre memaparkan tentang pola pembagian kewenangan antara KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menata penyiaran. “Bagaimana pun juga Kominfo tidak dapat mencabut izin kalau tidak ada rekomendasi dari KPI,” ujarnya. 

Pertanyaan lain disampaikan Joya Josephine mengenai posisi KPI dalam rencana pengaturan konten media multiplatform. Adapun pertanyaan dari Megumi Shallominova tentang kesanggupan KPI menertibkan konten-konten siaran dari luar negeri, termasuk saat dimulainya penyiaran digital ke depan. Selain pertanyaan, Padli Yasin Fadillah selaku perwakilan dari Tasikmalaya mengusulkan tentang pengaturan konten mistik, horror dan supernatural. Padli berpendapat, seharusnya muatan MHS tersebut dapat dimintakan kepada lembaga penyiaran untuk dikemas lebih kreatif. Menurutnya, banyak khazanah lokalitas daerah di Indonesia yang sarat dengan konten MHS. “Jika dikemas lebih kreatif dan edukatif atau dalam bentuk animasi, tentu memungkinkan untuk disiarkan di luar jam 22.00 sehingga dapat ditonton lebih banyak orang,” ujar Padli. 

Yuliandre menjawab dengan gamblang beragam pertanyaan Parlemen Remaja ini. Termasuk menjelaskan bagaimana proses penyusunan regulasi penyiaran yang mengikutsertakan berbagai pemangku kepentingan penyiaran. “KPI tidak membuat regulasi semaunya dan asal ketok saja. Kita harus memastikan seluruh stakeholder memahami regulasi yang disusun, sehingga ikut berkomitmen pula menaati aturan tersebut,” terangnya. Dirinya juga menegaskan bahwa regulasi yang dibuat bukan untuk mempersulit industri penyiaran. Secara pribadi, dia menilai pengaturan terhadap multiplatform media harus segera dibuat. “Tentu tidak adil jika televisi free to air milik dalam negeri harus menaati aturan penyiaran yang demikian ketat, tapi konten siaran dari luar yang hadir melalui teknologi over the top (OTT) dan streaming, dapat disiarkan secara bebas tanpa aturan sama sekali,” ujarnya.  Yuliandre berharap dengan adanya aturan untuk siaran dan konten pada media multiplatform dapat memunculkan ruang kompetisi yang lebih adil dalam dunia penyiaran. /Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran “Morning Update” di iNews TV. Program ini dinilai melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 karena menayangkan cuplikan adegan ciuman bibir dan perkelahian dengan senjata. Hal itu dijelaskan KPI dalam surat teguran untuk program bersangkutan yang telah disampaikan ke iNews TV, beberapa waktu lalu.

Dalam surat sanksi diterangkan adegan ciuman bibir ditemukan Tim Pemantauan KPI Pusat pada “Morning Update” tanggal 08 September 2021 pukul 09.49 WIB yang menyajikan informasi tentang “Film-Film yang Bertemakan Mimpi”. Dalam informasi itu terdapat cuplikan video seorang pria dan wanita sedang berciuman bibir. Selain itu, pada 30 Agustus 2021 pukul 09.51 WIB, KPI menemukan tayangan video adegan perkelahian antara dua orang pria dan yang saling menodongkan senjata. Dua cuplikan adegan tersebut dinilai telah menabrak 12 pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan ciuman bibir tersebut telah melanggar ketentuan tentang pembatasan siaran bermuatan seksual, penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan, serta kesusilaan. Bahkan, dalam Pasal 18 Standar Program Siaran (SPS) KPI ditegaskan bahwa program siaran yang memuat adegan seksual dilarang menampilkan adegan ciuman bibir.

“Setiap lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelanggaran dan pembatasan program siaran bermuatan seksual. P3SPS ini tidak mentolerir adanya adegan ciuman bibir. Jadi, kami memutuskan memberi sanksi teguran untuk program Morning Update,” jelas Mulyo.

Selain itu, kata Mulyo, acara “Morning Update” dengan klasifikasi R atau remaja ditayangkan pada waktu pagi yang merupakan jam-jam ramah anak. Artinya, harus ada kepekaan dan kehati-hatian sebelum program tersebut tayang. “Apakah isinya sudah layak dan aman serta ramah terhadap anak maupun remaja. Hal ini harus jadi perhatian lebih karena klasifikasi acara ini berlabel R dan tayang pada waktu pagi,” ujarnya.

Berdasarkan ketentuan dalam P3SPS KPI, setiap program berklasifikasi R harus berisikan nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. Selain itu, program dengan kategori R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta iNews dan stasiun TV agar menguatkan quality control dan sensor internal masing-masing TV untuk menghindari kejadian serupa terulang. “Keberadaan anak harus diperhatikan dalam program yang tayang pada jam anak,” katanya. ***

 

 

Jakarta -- Perpindahan sistem siaran TV analog ke TV digital atau ASO (analog switch off) sudah di depan mata, tepatnya pada 2 November 2022. Ini artinya masyarakat harus siap dan mendapatkan informasi yang jelas dan benar terkait migrasi siaran tersebut. Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) menjadi krusial untuk mensosialisasikannya.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, saat menerima kunjungan kerja Komisioner KPID Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) di Kantor KPI Pusat, Selasa (28/9/2021).

Menurut Irsal, sosialisasi ini sangat penting karena masih banyak masyarakat yang belum tahu dan paham tentang ASO. Karenanya, KPID dapat mengambil bagian dalam proses perpindahan ini dengan menyampaikan informasi tentang ASO atau TV digital secara jelas dan benar.

“Kita sifatnya membantu dalam proses ini. Jadi, yang bisa dilakukan KPID menyampaikan sosialisasi kepada publik atau masyarakat karena banyak sekali orang yang belum paham terkait TV Digital,” kata Irsal.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menjelaskan bahwa Undang-undang Cipta Kerja tahun 2019 telah memberi batasan untuk beralih dari siaran analog ke digital pada 2 November 2022 mendatang. Perpindahan sistem siaran ini, lanjut dia, akan mengubah landskap penyiaran di tanah air menjadi lebih berwarna. 

“Jumlah TV akan semakin banyak, terbuka peluang usaha atau investasi di televisi. Berdasarkan data kami sudah ada sekitar 50 lebih TV yang sudah mempunyai izin tetap,” ujarnya. 

Agung menambahkan, kehadiran televisi-televisi baru ini mesti diperhatikan mengenai konsep atau genre siaran yang akan dijual ke masyarakat. Menurutnya, sebagian besar TV yang bersiaran sekarang mengambil tema hiburan. Jadi hal ini harus dihindari para pemain baru dengan format siaran di luar itu.

“Sekarang banyak televisi yang khusus membahas tentang TV anak, perempuan dan banyak lagi. Pasti mereka akan memfokuskan dari salah satu bidang,” kata Agung.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, menyampaikan pentingnya penguatan pengawasan siaran di daerah. Menurutnya, peralihan ke siaran digital yang akan jatuh pada tahun depan harus diantisipasi daerah dengan pengawasan siaran yang memadai dan canggih. 

“Penguatan sumber daya manusia juga penting untuk mendukung peralihan karena ini yang akan menentukan kualitas dari pengawasan tersebut,” tandasnya. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Trans TV untuk jeli dan berhati-hati ketika memutuskan menayangkan film berklasifikasi R atau remaja dengan konteks kekerasan yang massif. KPI menilai film dengan muatan demikian tidak layak tayang pada jam ramah anak atau di bawah jam 10 malam. 

Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menanggapi surat sanksi teguran tertulis kedua yang diberikan KPI untuk program acara “Bioskop Spesial Trans TV: Homefront”, Senin (27/9/2021). 

Mulyo menjelaskan alasan pihaknya memberi sanksi teguran kedua untuk program acara berklasifikasi R ini lantaran adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Pelanggaran tersebut ditemukan pada 02 Agustus 2021 mulai pukul 19.30 WIB yakni berupa adegan saling tembak-menembak menggunakan senjata api dengan intensitas yang tinggi. 

“Memang jika melihat konteks filmnya adalah drama aksi dan pastinya akan banyak tembak-menembak. Namun yang harus diperhatikan secara menyeluruh dari isi film seperti ini adalah waktu penayangannya. Semestinya, jam yang pas untuk menayangkan film ini di atas jam 10 malam atau dewasa. Saya rasa, klasifikasi R yang diberikan untuk film ini tidak tepat,” ujar Mulyo.

Menurut Mulyo, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dan remaja dalam setiap aspek produksi siaran. Ini artinya, semua bentuk film yang akan ditayangkan pada waktu R harus sesuai dan ramah terhadap mereka. “Muatan dan gaya penceritaan serta muatannya mesti selaras dengan perkembangan psikologis mereka,” tukas Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran ini.

Dia menyampaikan bahwa program siaran dengan klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. 

“Ini yang harus kita perhatikan dan pahami bahwa tidak semua film dengan klasifikasi R itu tepat dan manfaat untuk penonton usia dini atau remaja. Saya pikir aturan penyiaran ini harus dipahami secara utuh dan jelas oleh lembaga penyiaran. Aturan ini untuk melindungi penonton seperti mereka dan karenanya kehati-hatian perlu dikedepankan sebelum penayangan,” tandas Mulyo Hadi. ***

 

 

 

Surabaya -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mendorong upaya peningkatan kualitas tayangan dengan program kegiatan “Bicara Siaran Baik” kepada masyarakat. “Bicara Siaran Baik” dapat diartikan sebagai upaya menjadikan tayangan atau program siaran yang baik sebagai pilihan utama atau satu-satunya.

“Ketika penonton sudah menjadikan siaran baik sebagai pembicaraan, hal ini akan berkontribusi mengubah pola produksi program siaran. Artinya, produksi tayangan akan mengikuti menjadi baik,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, di sela-sela talkshow kegiatan Akademi P3SPS yang diselenggarakan KPID Jawa Timur, Jumat (24/9/2021).

Menurut Nuning, kebiasaan membincangkan siaran baik ini harus dimulai dari diri sendiri kepada siapapun dengan memberi referensi tontonan yang baik, mendidik dan pantas. Jika hal ini terus dilakukan dan menjadi kebiasaan, dampak baiknya akan mengekor. 

Berdasarkan data kepemirsaan, saat ini jumlah penonton program acara hiburan di TV menempati peringkat tertinggi di banding program genre lainnya. Jika ditotal, antara penonton program acara sinetron, film dan hiburan lain persentasenya mencapai 72%. Adapun sisanya seperti program acara berita hanya 10%. Bahkan, untuk penonton program religi lebih kecil dari penonton berita.

“Ini menjadi PR kita bersama. Bagaimana menggeser penonton-penonton acara hiburan seperti sinetron  untuk beralih menonton sinetron baik dan kualitas. Karenanya, melalui program literasi dan bicara siaran baik, kita berharap tujuan yang baik ini dapat tercapai,” jelas Nuning.

Dalam kesempatan itu, Nuning meluruskan prasangka salah terhadap bluring atau pemburaman dalam tayangan seperti film kartun maupun program acara lain. Menurutnya, proses bluring dilakukan internal lembaga penyiaran bukan KPI. 

“Blur seperti pada acara kartun lebih dikarenakan kekhawatiran berlebihan dari lembaga penyiaran bersangkutan karena kurangnya pemahaman terhadap aturan penyiaran. Kata kunci dari perlu diblur atau tidak itu adalah apakah ada unsur eksploitasinya. Eksploitasi ini bisa datang dari mata kamera seperti pengambilan long, medium atau close up karena itu mewakili obyek yang disampaikan, atau pada durasi dari scene yang dimaksud." jelas Nuning.

Sementara itu, Komisioner KPID Jatim, Amalia Rosyadi Putri, mengatakan pedoman penyiaran (P3SPS) bukanlah untuk membelenggu kreativitas. Dia menekankan adanya perhatian terhadap penonton di bawah umur yakni anak dan remaja. Harusnya porsi program acara anak dalam sehari menimal 5% dari total waktu tayang TV.

“Saya juga berharap kepada teman-teman jurnalis untuk mengemas berita yang baik dan ramah anak. Pasalnya, ada efek yang bisa dirasakan mereka ketika nonton berita supaya mereka tidak mengalami trauma setelahnya,” pinta Amalia.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner KPID Jatim, Malik Setiawan, menyoroti tayangan iklan kesehatan di TV. Menurutnya, iklan kesehatan yang hanya berdasarkan testimoni tanpa ada penjelasan akademisi ataupun para ahli sangat tidak baik. ***/Editor:MR

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.