Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) mengeluarkan sanksi administratif Teguran Tertulis Kedua untuk program acara “Berita Islami Masa Kini” yang dibawakan oleh Teuku Wisnu di Trans TV yang tayang pada, 1 September 2015 pukul 17.01 WIB. Program acara tersebut menyinggung soal amalan surat Al-Fatihah yang dianggap salah. Beberapa pernyataan dalam acara itu, menurut KPI dan berpedoman pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), dapat menyinggung dan menimbulkan kesalahpahaman karena adanya perbedaan pandangan/paham dalam agama Islam.

Dalam surat sanksi yang dikeluarkan KPI Pusat itu, program siaran yang berisi perbedaan pandangan atau paham dalam suatu agama wajib disajikan secara berhati-hati, berimbang, dengan narasumber yang berkompeten dan dapat dipertanggungjawabkan. Jenis pelanggaran itu dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap nilai-nilai agama. Atas dasar itu KPI Pusat memutuskan, program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 6 yang berbunyi, "Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau kehidupan sosial ekonomi" serta Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 7 huruf (a) dan (b), "Materi agama pada program siaran wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: (a); tidak berisi serangan, penghinaan dan/atau pelecehan terhadappandangan dan keyakinan antar atau dalam agama tertentu serta menghargai etika hubungan antarumat beragama. (b); menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham dalam agama tertentu secara berhati-hati, berimbang, tidak berpihak, dengan narasumber yang berkompeten, dan dapat dipertanggungjawabkan." 

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, sebelumnya program acara "Berita Islami Masa Kini" pernah mendapatkan Teguran Tertulis Pertama dengan surat Nomor  635/K/KPI/06/15, pada 23 Juni 2015 yang membahas tentang alasan perpindahan agama seseorang. "Dengan munculnya dua teguran itu, KPI akan terus melakukan pemantauan intensif terhadap program acara itu. Dalam pemantauan nanti, jika masih ditemukan pelanggaran KPI akan memberikan sanksi yang lebih berat yaitu penghentian sementara sesuai dengan Pasal 75 SPS KPI Tahun 2012," kata Idy di Jakarta, Jumat, 4 September 2015.

Selain didasarkan pada temuan dan kajian tim pemantauan KPI, Idy menjelaskan, KPI banyak menerima aduan dari masyarakat setelah acara itu ditayangkan. "Prinsipnya program siaran tidak boleh mempertentangkan ajaran dan pemahaman baik intra maupun antaragama. Apalagi sampai mengklaim paling benar sendiri sembari menyalahkan pihak lain," ujar Idy. 

Menurut Idy, masyarakat dan umat beragama di Indonesia memiliki pemahaman dan perilaku keagamaan yang beragam sehingga perlu dijaga kerukunan dan sikap saling menghargai. "Bila sikap suka menyalahkan itu dibiarkan berkembang, apalagi disampaikan melalui media penyiaran, itu akan sangat berbahaya bagi harmoni keindonesiaan karena berpotensi memecah belah bangsa," kata Idy lebih lanjut.

Melalui Surat Teguran Kedua itu, Idy menjelaskan agar Trans TV berhati-hati dalam menyajikan program yang berkaitan dengan agama, agar tidak menyinggung pandangan atau paham dalam suatu agama maupun agama lain. Idy mengingatkan agar seluruh Lembaga Penyiaran mematuhi P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi penghentian sementara pada dua program acara di Trans TV yakni “Insert Pagi” dan “Rumpi No Secret” berdasarkan hasil rapat pleno komisioner KPI Pusat tanggal 24 Agustus 2015. 

Penghentian sementara untuk Program Siaran “Insert Pagi” ditetapkan selama 2 (dua) hari penayangan berturut-turut mulai Tanggal 7 sampai 9 September 2015. Adapun sanksi penghentian sementara pada Program Siaran Rumpi No Secret ditetapkan selama 5 (lima) hari penayangan berturut-turut mulai Tanggal 7 hingga 11 September 2015.

Demikian disampaikan dalam surat sanksi penghentian sementara untuk kedua program acara tersebut yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, 25 Agustus 2015. 

Menurut KPI Pusat dalam surat sanksinya, ditemukan pelanggaran dalam program “Insert Pagi” pada tanggal 5 Agustus 2015 pukul 06.31 WIB. Program tersebut menayangkan wawancara Riana Rara Kalsum (Rara), yang diberitakan memiliki hubungan khusus dengan Zulfikar Rakita Dewa (Fikar). Wawancara tersebut memuat pernyataan Rara terkait rencana pernikahan Fikar dan hal-hal lain yang sifatnya sangat pribadi, antara lain surat izin menikah diperkirakan belum diperoleh oleh Fikar hingga pernyataan Rara mengenai Fikar yang tidak mencintai Nefita. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang penghormatan hak privasi, perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran. 

KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf a, b, c, dan d, Pasal 15 Ayat (1) serta Pasal 37 Ayat (4) huruf a. 

Sebelumnya, program ini telah diberikan sanksi administratif teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, melalui Surat Sanksi Administratif Teguran Tertulis No. 232/K/KPI/03/15 tertanggal 10 Maret 2015 atas tayangan perseteruan antara Ki Kusumo dan Demian dan Surat Sanksi Administratif Teguran Tertulis Kedua No. 293/K/KPI/03/15 tertanggal 26 Maret 2015 atas tayangan terkait kasus pelecehan seksual artis cilik. Atas pelanggaran tersebut KPI Pusat juga telah mendengarkan klarifikasi dari pihak yang mewakili Trans TV pada tanggal 19 Agustus 2015 di Kantor KPI Pusat. 

"Rumpi No Secret”

Sementara itu, untuk program siaran “Rumpi No Secret”, KPI Pusat menemukan pelanggaran pada tanggal 4 Agustus 2015 pada pukul 17.12 WIB. Program tersebut menayangkan wawancara Feny Rose (Pembawa Acara) dengan Riana Rara Kalsum mengenai perseteruan antara dirinya dengan Zulfikar, mulai dari pembicaraan mengenai tantangan untuk melakukan tes DNA sebagai bukti telah terjadi hubungan spesial antara keduanya, masalah telat datang bulan Riana, pendapat Riana atas rencana pernikahan Zulfikar, janji Zulfikar untuk menikahi Riana dan kasus penghinaan terhadap Riana. 

KPI Pusat menilai muatan permasalahan kehidupan pribadi (privasi) seseorang tidak boleh disiarkan karena dapat mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik untuk mengungkapkan aib masing-masing. Jenis Pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang penghormatan hak privasi, perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran.

KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf a, b, c dan d, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Selain tayangan tersebut, pada tanggal 9 Juni 2015 pukul 16.21 WIB dan pada tanggal 10 Juni 2015 pukul 15.24 WIB, Program Siaran “Rumpi No Secret” juga menayangkan perseteruan antara Cynthiara Alona dan Emma Fauziah (Ibu dari Vicky Prasetyo) mengenai permasalahan pribadi keduanya.

Program Siaran “Rumpi No Secret” telah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, melalui Surat Sanksi Administratif Teguran Tertulis No. 94b/K/KPI/02/15 tanggal 6 Februari 2015 serta Surat Sanksi Administratif Teguran Tertulis Kedua No. 281/K/KPI/03/15 tanggal 25 Maret 2015 atas kesalahan serupa. Namun, saudari kembali mengulangi pelanggaran tersebut. Atas pelanggaran tersebut, KPI Pusat juga telah mendengarkan klarifikasi dari pihak yang mewakili Trans TV pada tanggal 18 Agustus 2015 di Kantor KPI Pusat.

Dalam surat sanksi tersebut juga diputuskan Trans TV tidak diperkenankan menyiarkan program dengan format sejenis pada waktu siar yang sama atau waktu yang lain sesuai dengan Pasal 80 Ayat (2) SPS KPI Tahun 2012 selama menjalankan masa sanksi.

Selain itu, KPI Pusat meminta Trans TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

 


Jakarta - Salah satu dampak industrialisasi penyiaran adalah masyarakat hanya menjadi objek dan pasif. Kemudian selera yang terbentuk di masyarakat di arahkan oleh industri itu sendiri.  
 
"Maka ketika masyarakat ditanya tentang konten penyiaran, misal dengan satu pertanyaan saja, maka akan ada sepuluh jawaban yang berbeda yang akan kita dapatkan. Masyarakat kita belum terkonsolidasi," kata Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq dalam acara dialog "Mewujudkan Penyiaran Yang Berkualitas Dalam Rangka Pilkada Serentak dan Pembentukan Karakter Bangsa”, yang merupakan bagian rangkaian acara Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2015 di Jakarta, Kamis, 3 September 2015.
 
Menurut Mahfudz, KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen adalah bentuk konsolidasi untuk mewakili masyarakat. Pandangan masyarakat, Mahfudz melanjutkan, tercermin ada pada KPI itu sendiri, baik itu penilaiannya atas program siaran dan yang lainnya.
 
Pentingnya mengkonsolidasi masyarakat itu, menurut Mahfudz, akan memudahkan dalam memperbaiki kualitas program siaran Lembaga Penyiaran yang saat ini masih di bawah standar penilaian KPI. Menurutnya, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat adalah dengan memperbanyak kegiatan literasi media dan membuat sejumlah asosiasi masyarakat yang konsen pada penyiaran, seperti tayangan anak, iklan, sinetron, dan yang lainnya.
 
Mahfudz melihat banyak aduan masyarakat yang masuk ke KPI melalui sms, email, dan yang lainnya bersifat personal. Ia mengandaikan, semua aduan masyarakat itu terkonsolidasi dengan baik, akan memudahkan dalam melakukan tindakan yang lebih besar. "Masyarakat akan lebih berdaya, selera masyarakat dan prepensinya akan naik. Dengan demikian, publik itu tidak terus dijadikan objek. Mungkin ini maksud revolusi mental yang dimaksud Pak Jokowi," ujar Mahfudz yang disambut gemuruh tepuk tangan peserta Rapim KPI 2015.
 
Acara dialog yang dipandu oleh Marissa Anita itu juga menghadirkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara sebagai pembicara. Dalam paparannya Rudiantara menjelaskan, saat ini ada banyak karakter bangsa Indonesia yang hilang di tengah masyarakat. Ia menuturkan, ungkapannya itu didukung oleh berbagai penuturan dari banyak kalangan yang ditemui yang intens meneliti kondisi sosial masyarakat Indonesia.
 
Menurut Rudiantara, salah satu cara memperbaiki karakter itu melalui penyiaran. Ia menjelaskan, revolusi mental yang diusung Presiden Jokowi memiliki tiga kata kunci dasar, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong. "Nanti kami kumpulkan seluruh Lembaga Penyiaran untuk menjadikan tiga kata kunci itu dalam siarannya, sebagai bentuk pembangunan karakter bangsa," katanya.
 
Meski begitu, Rudiantara mengakui, untuk mencapai itu membutuhkan waktu yang tidak pendek dan tidak gampang.
 
Senada dengan Rudiantara, Mahfudz setuju bahwa nilai utama budaya masyarakat Indonesia adalah gotong royong. Menurutnya, dalam kondisi perang proksi--perang yang menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti untuk perlawanan--dalam kondisi saat ini, gotong royong memungkinkan sebagai solusi. Baginya, kecenderungan masyarakat industri, membentuk karakter yang individualistis.
 
"Maka pertanyaan yang bisa diajukan dalam kondisi penyiaran Indonesia saat ini adalah, apa filosofi penyiaran Indonesia? Ini jadi bahan yang kami terus bicarakan untuk kebijakan penyiaran nasional," ujar Mahfudz yang menyinggung tentang proses revisi Undang-undang Penyiaran yang masih dibahas Komisi I DPR RI.
 
Rudiantara mendukung penyelesaian revisi Undang-undang Penyiaran. Ia berharap revisi itu bisa memberikan perbaikan untuk program pemerintah dan KPI yang selama ini belum optimal. Kominfo sebagai salah satu regulator penyiaran, Rudiantara berjanji akan membantu KPI dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Jakarta - Dalam proses Pilkada serentak 2015 media dan Lembaga Penyiaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam mendukung  suksesi kepemimpinan daerah itu. Di antaranya, sebagai sarana informasi, pendidikan politik, dan  pengawasan pelaksanaan Pilkada itu sendiri.

Hal itu itu dikemukakan Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzzayad dalam acara dialog "Mewujudkan Penyiaran Yang Berkualitas Dalam Rangka Pilkada Serentak dan Pembentukan Karakter Bangsa”, yang merupakan bagian rangkaian acara Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2015 di Jakarta, Kamis, 3 September 2015. Acara yang dipandu Marissa Anisa itu juga menghadirkan pembicara Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah dan Ketua Bawaslu Muhammad.

Salah satu bahasan dalam Rapim yang dihadiri oleh seluruh Ketua KPID se-Indonesia adalah pengawasan Pilkada serentak di Lembaga Penyiaran. Di antaranya, strategi dan sinkronisasi pengawasan penyiaran sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang menyebutkan secara detail tentang penggunaan media penyiaran dalam proses pelaksanaan Pilkada serentak.

Dalam dialog itu, menurut Idy, KPI masih menunggu KPU dan Bawaslu untuk aturan teknis terutama untuk menyikapi masa tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember mendatang di Lembaga Penyiaran. “Kita belum mengklasifikasikan hal itu, karena masih menunggu aturan dari lembaga yang berwenang,” kata Idy.

Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, untuk aturan kampanye di Lembaga Penyiaran KPU menitikberatkan pada sistem kampanye yang adil dan berimbang untuk seluruh pasangan calon, yang dikemas dalam bentuk acara talk show atau dalam bentuk pemberitaan lainnya.

Menurut Ferry, kampanye yang adil dan berimbang adalah Lembaga Penyiaran dalam tayangannya tidak menonjolkan atau menitikberatkan hanya pada salah satu pasangan calon saja atau pasangan tertentu. “Apabila di daerah terdapat ada dua atau tiga pasangan calon, maka Lembaga Penyiaran harus berimbang dalam pemberitaannya. Apabila salah satu pasangan calon tidak melakukan kegiatan sama sekali, maka itu menjadi upaya Lembaga Penyiaran bagaimana dapat menjadi lebih adil,” ujar Ferry.

Sedangkan untuk penegakan hukum dalam Pilkada dan pengawasannya, Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan, akan fokus pada empat poin penting syarat berhasilnya Pemilu, yakni regulasi yang jelas dan tegas, peserta pemilu yang kompeten, pemilih yang cerdas, dan penyelenggara Pemilu yang independen.

Di akhir dialog, Idy mengatakan, bahasan pengawasan Pilkada serentak itu akan dikoordinasikan dengan seluruh KPI Daerah se-Indonesia dan akan dimasukkan dalam salah satu agenda persidangan dan akan menjadi putusan Rapim 2015. Kemudian untuk kesuksesan Pilkada serentak tahun ini, Bawaslu dan KPU siap memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat untuk jajarannya jika terbukti tidak bisa menjaga independensi dalam pelaksanaan tahapan Pilkada.

Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta KPI fokus melaksanakan pengawasan kualitas program siaran di Lembaga Penyiaran. Baik itu menyangkut regulasi, dalam pelaksanaan teknis eksekusi sanksi dan apresiasi terhadap Lembaga Penyiaran. Hal itu menurut Presiden, karena menurutnya masih ada ditemukan pelanggaran oleh Lembaga Penyiaran.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi dalam sambutan Pembukaan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2015 yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 2 September 2015. Dalam acara itu hadir sejumlah menteri Kabinet Kerja, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Pimpinan KPI baik Pusat dan KPI Daerah dari 32 provinsi di Indonesia, pimpinan KPU, Bawaslu, dan sejumlah pimpinan Lembaga Negara lainnya.

Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta agar dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) lebih dikuatkan untuk perbaikan kualitas siaran Lembaga Penyiaran. Menurut Presiden, pada pekan sudah mengumpulkan sejumlah pimpinan Lembaga Penyiaran dan banyak berdiskusi tentang rating yang selama ini menjadi acuan Lembaga Penyiaran untuk ukuran kuantitas. 

“Ternyata rating itu berdampak sekali terhadap banyak hal dalam penyiaran kita. Dalam pertemuan itu sepakat agar akan perbaikan bersama untuk terkait konten dari Lembaga Penyiaran. Kita berharap konten yang disajikan tidak hanya menghibur, juga mendidik, berisi ilmu pengetahuan, membangun pola pikir dan tata krama serta membangun kultur yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Presiden.

Presiden Jokowi menegaskan, Lembaga Penyiaran seharusnya tidak hanya mengejar rating semata, tetapi juga memandu publik untuk pembangunan bangsa yang lebih baik, menumbuhkan optimisme dan etos kerja, “Bukan siaran yang mengejar sensasional dan membuat histeria publik, tetapi pada semangat kerja dan produktif.”

Menurut Presiden, dalam suasana pembangunan ekonomi saat ini, publik harus ditumbuhkan kepercayaan dirinya. “Tanpa tata krama hukum, tata krama politik, tata krama tata negara, kita bisa kehilangan optimisme. Akan memunculkan ketidakpercayaan, pesimistis, dan akan sulit menghadapi masalah bangsa ini,” ujar Presiden Jokowi.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.