Jakarta - Anggota DPRD NTT mengunjungi Kantor KPI Pusat, Jakarta. Kunjungan dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD NTT, Kasintus Proklamasi Ebu Tho beserta anggota jajarannya. Kunjungan itu dalam rangka konsultasi tentang pergantian antarwaktu anggota KPID NTT.
Kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin dan Kepala Bagian Umum Henry A. R. Patandianan. Menurut Rahmat pergantian antarwaktu anggota KPI sudah diatur dalam Peraturan KPI Tentang Kelembagaan KPI.
"Di dalamnya sudah diatur dalam dari mulai perekrutan, pergantian antarwaktu, hingga aturan kelembagaan KPI lainnya," kata Rahmat di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 10 Maret 2015.
Rahmat menjelaskan saat perekrutan oleh DPR/DPRD anggota komisioner terpilih memiliki urutan keterpilihan yang disesuai dengan raihan perolehan suara yang diterima. Untuk KPI Pusat, Komisionernya berjumlah sembilan orang sedangkan KPID sebanyak tujuh orang.
"Bila dalam masa periode berjalan, ada anggota KPID yang berhenti atau keluar, berarti yang menggantikan adalah nama yang ada pada urutan delapan yang dalam aturan sebagai cadangan dan pengganti antarwaktu," ujar Rahmat.
Dalam dialog tersebut Kasintus mengatakan konsultasi itu dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang pasti tentang aturan kelembagaan KPI. "Jangan sampai kami salah membuat keputusan dan bisa digugat di pengadilan," kata Kasintus.
Acara dialog diakhiri dengan tukar cinderamata khas NTT oleh Kansintus dan penyerahan cinderamata KPI oleh Komisioner Rahmat Arifin.
Mataram – Sekitar tujuh Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada 2015. Ketua KPID NTB Sukri Aruman mengatakan peran serta Lembaga Penyiaran lokal masih minim dalam penayangan atau siaran yang bermuatan pendidikan politik bagi masyarakat.
Hal itu dikemukakan dalam dialog publik dengan tema, "Media dan Demokrasi" yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Anshor Kota Mataram, NTB, pada Sabtu, 7 Maret 2015. Dalam dialog itu juga menghadirkan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah NTB Suhardi Soud, Sekretaris PWI NTB Nasrudin Zein, dan Ketua Pengurus NU Kota Mataram Fairuz Abu Macel.
“Lembaga penyiaran lokal masih sebatas menjadi ajang kampanye dan masih sedikit perhatian pada siaran yang bermuatan pendidikan politik. Padahal itu kita harapkan mampu mengubah persepsi masyarakat dari pemilih irasional menjadi rasional. Itulah tugas penting Lembaga Penyiaran untuk mewujudkan siaran sehat, pemilih cerdas dan pemimpin berkualitas,” kata Sukri. Dalam dialog itu Sukri berharap KPU Daerah NTB bisa kembali berkoordinasi dengan KPI Daerah NTB dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait aturan teknis penyiaran Pilkada yang mengalami perubahan signifikan usai disahkannya Perppu Pilkada menjadi Undang-Undang Pilkada Langsung.
Sukri mengatakan, KPI Daerah NTB menyambut baik aturan baru terkait penyiaran Pilkada dan akan memberikan rekomendasi Lembaga Penyiaran mana saja yang boleh digunakan untuk kepentingan kampanye. “Khusus untuk keperluan kampanye di Lembaga Penyiaran, tentu kami tidak merekomendasikan penggunaan Lembaga Penyiaran Komunitas termasuk operator lokal TV kabel," ujarnya.
Dalam sistem demokrasi modern media massa sering disebut sebagai pilar ke empat demokrasi. Keberadaaan media diharapkan menjadi penyeimbang dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan posisi itu, menurut Sukri, Lembaga Penyiaran diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi profesionalisme, netralitas dan independensi.
Lebih lanjut Sukri menjelaskan, tantangan terbesar demokratisasi penyiaran di Indonesia saat ini adalah konglomerasi media. Menurutnya, pengalaman Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 adalah contoh buruk bagaimana publik terpolarisasi oleh kekuatan media siaran yang berafiliasi dengan kekuatan partai politik dan kandidat tertentu. " Ini sebuah ironi politik media dan tentunya harus dijadikan pengalaman berharga untuk menata kembali penyiaran menjadi lebih baik untuk kepentingan publik," ujar Sukri.
Sementara itu Anggota KPU Daerah NTB Suhardi Soud mengatakan, lembaganya berkomitmen untuk melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan Bawaslu NTB dan KPI Daerah NTB untuk membahas lebih lanjut mekanisme pengawasan dan pemantauan sosialisasi maupun kampanye melalui media massa dan Lembaga Penyiaran lokal. “Tidak ada celah bagi KPU untuk bermain-main karena semuanya transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Suhardi. (KPID NTB)
Ambon – Munculnya penyiaran yang tidak sehat di tengah masyarakat diyakini merupakan implikasi dari seluruh masyarakat penyiaran. Padahal dalam undang-undang penyiaran, KPI mendapatkan kewenangan atributif, atau diberikan langsung oleh pemubuat undang-undang dalam mengatur penyiaran, termasuk proses perizinan. Hal tersebut disampaiakn Prof dr Salmon Nirahua, SH., M. Hum., guru besar ilmu hukum tata Negara Universitas Pattimura, dalam acara Forum masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) di Ambon, (6/3).
Selain itu, pria yang kerap dipanggil Pak Mon ini mengapresiasi kegiatan FMPP di Ambon sebagai bagian usaha KPI menjaga kedaulatan penyiaran. “Bagaimanapun, jika bicara kedaulatan rakyat di penyiaran, KPI lah yang memegang mandatnya”, ujarnya. Hal ini senada dengan yang disampaikan Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan. KPI berperan mengedukasi masyarakat agar selektif dan hati-hati dalam mengkonsumsi tayangan televisi. Apalagi, tambah Fajar, frekwensi yang melintas di Maluku juga harus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Maluku, salah satunya melestarikan kekayaan khazanah budaya Maluku.
Di awal pelaksanaan FMPP ini dihadiri oleh Rektor Institut Agama Islam Negeri Ambon (IAIN) Dr Hasbullah Toisutta yang menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerja sama Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi antara KPI dan IAIN Ambon. Hasbullah mengaku tersanjung dengan pilihan KPI Pusat kepada lembaga pendidikan yang dipimpinnya ini. Dia berharap, keikutsertaan IAIN dalam pelaksanaan survey ikut memberikan kontribusi dalam perbaikan kualitas siaran televisi secara nasional.
Sementara itu dalam sambutan FMPP, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan alasan dilaksanakannya Survey Indeks Kualitas Program Televisi tahun 2015, serta dipilihnya Ambon sebagai lokasi pembentukan FMPP. “KPI berharap keterlibatan aktif masyarakat di Ambon dalam mengawasi muatan televisi dan radio,” ujar Judha. Tidak hanya aktif mengawasi bahkan, Judha berharap masyarakat Ambon juga cerdas dalam menyikapi muatan isi siaran.
Kualitas penyiaran saat ini juga dikritisi secara khusus oleh Abidin Wakano, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku. Dalam pandangan Abidin, seharusnya penyiaran menjadi provokator damai di tengah masyarakat. Apalagi di ambon sendiri, ujar Abidin, punya secara kelam tentang perselisihan antar kelompok masyarakat.
Dalam FMPP ini pula, Bekti Nugroho Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, melihat pentingnya “wisdom” yang dimiliki para produser dan sutradara tayangan di televisi. “Berita adalah idealitas, bukan realitas!” ujar Bekti. Karena harus tampil ideal, maka disanalah fungsi kebijaksanaan dari produser atau sutradara tampil. Agar isi berita yang muncul memang sesuia dengan hak asasi dan kebutuhan masyarakat. Bekti meyakini, kalau kebijaksaan atau wisdom ini dimiliki para pengelola tayangan televisi, harusnya tidak akan muncul muatan siaran yang tidak penting bahkan cenderung sampah, di tengah penyiaran kita.
Ambon - Revisi undang-undang penyiaran harus memberikan penguatan kewenangan yang substantif kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengatur segala hal tentang penyiaran. Salah satunya dengan menjadikan undang-undang penyiaran sebagai undang-undang yang Lex Specialis, sehingga penyelesaian segala masalah yang muncul dalam dunia penyiaran selalu merujuk pada undang-undang tersebut.Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Maluku, Edwin A Huwae, dalam dialog khusus “Revisi Undang-Undang Penyiaran: Undang-Undang Penyiaran Sebagai Aturan yang Lex Specialis”, di TVRI Ambon (5/3). Dalam dialog tersebut hadir pula Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Akademisi IAIN Ambon Abu Bakar Kabakoran, dan Ketua KPID Maluku Aziz Tunny.
Menurut Edwin, dengan memberikan kewenangan yang substantif kepada KPI, akan menguatkan lembaga ini dalam menjaga muatan siaran televisi dan radio di tengah masyarakat. “Selama ini kita melihatnya tugas itu belum maksimal berjalan, padahal kepentingan kita di penyiaran sangat besar. Karena kalau muatan siaran baik, maka masyarakat juga baik,” ujarnya.
Dalam pandangannya, selama ini muatan di televisi hanya sekedar lolos gunting sensor pornografi di LSF. Namun mengenai hitungan edukasi dalam program-program televisi, tidak ada sensornya sama sekali. Untuk itu dirinya berharap KPI dan KPID Maluku juga tegas menindaklanjuti tayangan-tayangan yang tidak mendidik di penyiaran. “Edukasi penting dilakukan, selain kepada masyarakat yang mengonsumsi tayangan, juga kepada lembaga penyiaran agar hanya siarkan program berkualitas,” tegasnya.
“Saya berharap masyarkataman dari polusi penyiaran”, tambah anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini. Bagaimanapun juga masyarakat punya hak mendapatkan informasi yang berkualitas dan sesuai kebutuhannya. Selain itu, jam-jam- utama (prime time) sudah seharusnya hanya diisi dengan muatan yang mendidik, pungkas Edwin.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memberikan sanksi teguran pada Global TV gara-gara menayangkan adegan yang tidak pantas, menghina dan merendahkan martabat manusia dalam program siaran “Ada Ada Saja” pada 23 Februari 2015. Adegan tersebut melanggar ketentuan dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat sanksi teguran kepada Dirut Global TV, David Fernando Audy, Rabu, 4 Maret 2015.
Dalam surat dijelaskan, program tersebut menayangkan adegan menantang peserta dengan imbalan uang sebesar Rp 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah), untuk melakukan tantangan mencukur alis hingga habis.
Menurut surat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, adegan tersebut sangat tidak pantas untuk ditayangkan dan menghina atau merendahkan martabat manusia. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap norma kesopanan, perlindungan anak-anak dan remaja dan penggolongan program siaran.
Menurut Judha, program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis.
KPI Pusat meminta Global TV segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. Global TV juga diwajibkan menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***
Mereka secara terang2an mengajak Dan merendahkan Dan membuly martabat seorang perempuan.sungguh tdk etis jk jadi tontonan masyarakat.mohon di tindak lanjuti KPI.trimaksih