Tarakan - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar talkshow mengenai penguatan penyiaran sekitar daerah perbatasan untuk kedaulatan bangsa di RTFM 98,7 MHz, Sebengkok Tiram, Tarakan, Kalimantan Utara (9/6).  Talkshow ini membahas media penyiaran di daerah perbatasan Indonesia, yang dapat dikatakan masih sangat minim. Padahal, masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan juga memiliki hak informasi dari dalam negeri. 

KPI memberikan perhatian lebih dalam atas masalah di wilayah Indonesia, khususnya daerah perbatasan ini harus ditangani dengan cermat. Karena masyarakat Indonesia yang berada di perbatasan lebih sering menerima siaran asing dikarenakan negara Indonesia menganut kebijakan langit terbuka, yang tidak memperbolehkan adanya usaha menghalangi frekuensi dari negara tetangga masuk ke Indonesia. 

Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan, bahwasanya dalam memandang masalah penyiaran di wilayah perbatasan ini, pihaknya mengupayakan masyarakat yang di wilayah perbatasan akan ditangani kebutuhan informasinya. 

Salah satunya dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) penyiaran di perbatasan, agar nantinya masyarakat yang tinggal di perbatasan tidak akan kehilangan rasa nasionalismenya. 

“Dalam penguatan penyiaran di wilayah perbatasan ini, kami sksn mrngupayakan KPI Derah Kalimantan Utara dapat terbentuk. Pemilihan anggota KPID nantinya akan dipilih secara internal,” ujar Judha. 

Dia juga menambahkan bahwa program penyiaran di masyarakat, diantaranya mengutamakan program yang dibutuhkan oleh khalayak. Dalam hal ini apa yang dibutuhkan masyarakat jauh lebih penting ketimbang apa yang diinginkan. 

Praktisi Penyiaran di Kalimantan Utara, Haryono Putra yang juga menjadi narasumber talkshow mengatakan, mementingkan kebutuhan masyarakat memang hal yang utama, dalam penyiaran perbatasan yang memiliki beberapa persoalan. Haryono menyebutkan masalahnya adalah persoalan geografis dan  SDM. 

“Mengatasi masalah ini memang tidak mudah, tapi dengan adanya komitmen kuat dari pemerintah baik lembaga yudikatif, legislatif, eksekutif, bahkan media-media, dapat membuat kita lebih berani menghadapi masalah di perbatasan. Di tengah masyarakat terbuka kini, melalui internet, radio, media cetak dan media televisi telah membuka mata kita untuk mengontrol pemasukan berita yang ada. Dalam hal ini peran kita sebagai masyarakat Indonesia dapat membagi mana yang menurunkan rasa nasionalisme kita dan mana yang dapat meninghkatkan rasa nasionalisme kita,”tuturnya. 

Masyarakat diharapkan dapat kritis, cerdas dalam memilih dan cerdas dalam memilah penyiaran yang ada pada media Indonesia. KArena hanya dengan menonton, mendengar dan membaca sesuatu yang memang penting untuk diri mereka sendiri sehingga mereka dapat mengetahui lebih dalam, seputar negerinya sendiri. (Radar Tarakan)

 

Medan - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) gelar survey indeks kualitas tahap pertama di Medan, mulai 8 hingga 11 Juni 2016 kemarin. Hadir penanggungjawab wilayah Sumatera Utara (Sumut), Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, didampingi Kepala Sekretariat KPI Maruli Matondang. Sementara itu, wakil Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dihadiri oleh Endah Muwarni. Adapun dari Universitas Sumatera Utara (USU) Fatmawardy Lubis. Survey Indeks Kualitas program siaran TV merupakan kerjasama KPI, ISKI dan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gambaran mengenai kualitas siaran TV Indonesia.

Berbeda dengan tahun 2015, survey indeks kali ini dilakukan di 12 kota di Indonesia. Penambahan jumlah kota ini dimaksudkan agar survey ini semakin mewakili persepsi masyarakat Indonesia terhadap siaran televisi.

Dalam survey ini, KPI melibatkan para panel ahli sesuai kepakarannya. Di samping itu terdapat  survey terhadap responden (masyarakat umum) sejumlah 100 orang untuk menyampaikan pendapatnya mengenai tayangan TV. Untuk survey di Medan, tim panel ahli terdiri dari pemerhati anak, dosen, psikolog, jurnalis, dan sosiolog. Pelibatan pakar ini diharapkan akan memberikan gambaran dan rekomendasi yang lebih komprehensif terhadap kualitas penyiaran Indonesia.

Beberapa kategori program yang disurvey antara lain: program anak-anak, religi, berita, talkshow, infotainment, variety show, sinetron,  komedi dan wisata budaya.

Survey indeks kualitas ini rencananya akan dilakukan secara rutin setiap dua bulan. Hasil dari survey akan dipublikasikan oleh KPI dengan harapan dapat dijadikan acuan bagi televisi untuk menyusun dan memproduksi program-programnya. Survey indeks kualitas merupakan salah satu tugas KPI sesuai dengan amanat UU Penyiaran yakni mendorong lembaga penyiaran menghasilkan program-program yang memiliki unsur edukasi, informasi, hiburan dan manfaat bagi masyarakat. ***

Jakarta – Menyambut Hari Anak Indonesia yang jatuh pada 23 Juli mendatang, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkolaborasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berencana menyelenggarakan Anugerah Penyiaran Ramah Anak bagi lembaga penyiaran. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas program acara untuk anak-anak di lembaga penyiaran. Rencana tersebut mengemuka dalam diskusi dan koordinasi di kantor KPI Pusat, Rabu, 8 Juni 2016.

Komisioner sekaligus Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily mengatakan, minimnya tayangan untuk anak menjadi alasan KPI dan KPAI menginisiasi anugerah ini. Harapannya, kegiatan ini dapat mendongkrak tumbuhnya program-program acara yang berkualitas serta ramah untuk anak. “Anugerah ini dapat mendorong lebih banyak lagi lembaga penyiaran yang memproduksi tayangan ramah anak yang menarik, menghibur dan mendidik,” katanya di sela-sela acara FGD tersebut.

Rencananya, lanjut Lily, anugerah penyiaran ramah anak ini dibagi menjadi beberapa kategori.
Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan anugerah penyiaran yang ramah anak adalah keinginan yang sejak lama ingin dilaksanakan. Idy pun sependapat jika secara kwantitas jumlah yang disebut dengan program ramah anak ternyata sangat sedikit dan itu perlu ditingkatkan, harapannya melalui kegiatan apresiasi ini.

Menurut Idy, terbentuknya program–program anak yang bagus dapat membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Keterlibatan negara tidak boleh ketinggalan. Pasalnya, membuat tayangan budaya yang bermutu tidaklah murah dan itu memerlukan bantuan negara dalam pembiayaan. “Negara ini harus hadir beserta dananya untuk membuat tayangan yang berdasar budaya, berkarakter anak bangsa ” kata Idy.

Di tempat yang sama, Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh berharap kerjasama dengan KPI untuk pemberiaan penghargaan untuk program siaran ramah anak dapat terwujud dalam rangka menyambut hari anak Indonesia nanti. Menurutnya, KPAI memiliki konsen yang sama dengan KPI terkait peningkatan mutu dan kualitas serta kuantitas program acara anak yang memang ramah untuk anak.

Boby Guntarto dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) mengusulkan Anugerah untuk program anak nanti tidak hanya konten tapi juga soal teknis lainnya seperti konsistensi penayangan siaran yang baik pada saat jam tonton anak. Bobby juga memandang perlu lembaga penyiaran membuat tayangan yang baik dengan mencontoh program asing yang memang baik dan mendidik. Saat ini, kata Guntarto ada 55 program televisi anak dari dalam dan luar negeri yg tayang di layar kaca kita. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali mendiskusikan batasan dan larangan peliputan investigasi langkah-langkah kejahatan secara detail dan interogasi terhadap pelaku kejahatan bersama tim redaksi semua stasiun televisi yang berjaringan secara nasional pada Selasa, 7 Juni 2016 di kantor KPI Pusat. Upaya ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran dan dampak yang ditimbulkan baik terhadap korban dan keluarganya serta masyarakat yang menonton tayangan tersebut.

Diskusi ini juga melibatkan narasumber terkait bidang jurnalistik yakni Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dan Ketua Umum IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Yadi Hendriyana.

Angggota KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin di awal diskusi mengatakan, pembahasan jurnalistik paling berkaitan dengan liputan investigasi yang ada dilapangan. Menurutnya, apa yang dilakukan beberapa tim investigasi media di stasiun televisi dengan membuat tayangannya terlalu detail  menyebabkan hal-hal yang tidak pantas jadi turut masuk. “Batasan kedetailan itu sampai mana dan ini harus jelas,” katanya di depan puluhan peserta FGD yang hadir.  

Hal lain menurut Rahmat yang juga penting dibahas yakni mengenai kekerasan seksual terhadap anak dan remaja. KPI mendapati banyak liputan soal ini mengemuka di tayangan berita. Rahmat menegaskan perlindungan terhadap korban (anak dan remaja) menjadi prioritas pihaknya. Karenanya, informasi terkait identitas korban misalnya harus benar-benar dijaga kerahasiaannya. “Di dalam P3SPS memang baru bicara identitas, bicara soal batasan identitasnya memang belum ada. Kita harus memikirkan bagaimana konsep detail dalam program jurnalistik.”

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran sekaligus Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily mengatakan, lembaga penyiaran harus menyadari bahwa peliputan investigasi kejahatan yang dimaksudkan untuk memberikan informasi dan meningkatkan kehati-hatian jangan malah menjadi inspirasi buat orang yang menonton untuk meniru tindak kejahatan tersebut. "Kalau ini yang terjadi, maka fungsi dan peran TV menjadi keliru karena detail informasi langkah kejahatan justru menginspirasi penonton untuk meniru" katanya.

Kemudian mengenai liputan media mengenai interogasi, sesungguhnya Polisi telah berkoordinasi dengan KPI pada April lalu dan Kepolisian telah menyampaikan adanya telegram internal kepolisian bahwa media tidak boleh ada di ruang interogasi, yang berhak memberikan keterangan adalah Kabid Humas Polisi dan ‎tersangka tidak boleh diwawancara mengenai detail kejatahatan yang dilakukan. Tapi sayangnya hingga hari ini, pelanggaran semacam ini masih ditemukan di televisi.

Mengenai ini, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengemukakan bahwa modus operandi suatu kejahatan itu tidak boleh diungkapkan atau ditayangkan di televisi. Stanley, panggilan akrab Yosep, mengungkapkan butir–butir penting yang perlu diperhatian kalangan media antara lain soal kehati-hatian dengan pemberitaan yang membuka identitas korban. Kemudian, jangan melakukan ekspose yang berlebihan dan detail karena ditakutkan memunculkan inspirasi dan peniruan. Selain itu, dalam melakukan wawancara jurnalistik jangan berlebihan.

Bahkan, Ketua Umum IJTI Yadi menyesalkan masih adanya tayangnya berita mengerikan yang lolos dari news room media penyiaran. Padahal, hal ini tidak boleh terjadi karena dampak yang ditimbulkan akibat tayangannya tersebut terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Namun, Yadi tidak menerima jika yang terjadi saat ini semata-mata hanya kesalahan pers. Dia berharap khususnya pada polisi untuk tidak memberi peluang pada jurnalis di ruang interogasi. “Itu kesalahan bukan pada jurnalis tapi juga ruang yang diberikan oleh polisi. Kesadaran internal news room kita sekarang makin baik sebetulnya,” katanya.

Beberapa hal yang menurut Yadi untuk diperhatikan media yakni soal larangan menayangkan rekonstruki karena akan menginspirasi. Lalu, menghindari wawancara langsung dengan korban. Hindari kekerasan verbal. Berhati-hati dengan tayangan langsung atau live dan gambar CCTV jangan detail ditayangkan.

Mengenai posisi polisi, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Agus Riyanto yang hadir dalam diskusi mengatakan, pihaknya terbuka untuk dikoreksi. Menurutnya, ini bukan hanya salah wartawan tapi juga polisi. “Telegram sudah kita sampaikan dan kita tampilkan. Karena itu saya mohon bantuannya. Kami tidak menutup atas koreksi. Apabila ada teman-teman saya yang salah jangan diikuti. Karena saya tidak bisa menjangkau yang lebih jauh,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menyatakan pertemuan ini sangat penting untuk KPI sebagai bahan penegasan dan penekanan. Idy pun menekankan solusi kedepannya dengan kolaborasi. “Kita harus bangun kembali konsensus semua pihak mengenai hal ini,” papar Idy. ***

 

Pembukaan Workshop Optimalisasi Legalitas Perizinan Berbasis Kearifan Lokal Menuju Penyiaran Papua Yang Maju dan Demokratis (2/6) oleh Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Doren Wakerkwa.


Papua - Keragaman budaya yang ada di Papua harus dapat dijadikan inspirasi oleh pengelola televisi berjaringan guna memproduksi dan menayangkan program lokal dalam implementasi  Sistem Stasiun Jaringan (SSJ).  Sebagai salah satu pulau besar di Indonesia, Papua memiliki luas 421.981 km2 dengan 250 suku asli Papua dengan bahasa dan kebiasaan yang berbeda-beda. Tentunya dengan menghadirkan keragaman yang khas Papua di televisi ini, akan memenuhi hak masyarakat Papua untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) koordinator pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo, dalam acara Workshop KPI Daerah Papua tentang Optimalisasi Legalitas Perizinan Berbasis Kearifan Lokal Menuju Penyiaran Papua Yang Maju dan Demokratis, di Papua (2/6).

Pada workshop yang dihadiri oleh pengelola lembaga penyiaran, baik TV dan radio se-Papua ini, Azimah menyampaikan tentang landasan hukum yang menguatkan kewajiban penayangan program lokal dalam SSJ.  Merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual, dan program siaran non faktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat.

Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo dan Komisioner KPID Papua Johni Demetouw  bersama Humas Polda Papua

 

Dengan diwajibkannya penayangan program lokal pada televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional, Azimah melihat sebagai peluang bagi sumber daya manusia (SDM) lokal untuk ikut ambil bagian berkiprah di industri penyiaran.

Catatan KPI dari hasil evaluasi implementasi SSJ, masih banyak program lokal yang ditayangkan oleh stasiun televisi, belum diproduksi dengan menggunakan SDM lokal. Padahal, ujar Azimah, tujuan pelaksanaan program lokal dalam SSJ ini adalah dalam rangka mengembangkan potensi daerah, baik dari segi SDM Penyiaran dan perekonomian masyarakat di daerah itu sendiri.

Sejauh ini, program lokal yang sangat khas dengan lokalitas masyarakat setempat baru ada di provinsi Aceh dan Bali. Untuk Aceh, program lokal dibuat dengan menyiarkan adzan lima waktu berdasarkan waktu Aceh. Sedangkan untuk Bali, program lokal dibuat selama tiga kali dalam sehari dengan menyiarkan Puja Trisandya.  “Papua juga dapat menghadirkan program lokal di televisi terkait dengan kebiasaan dan adat yang menjadi khas masyarakat”, ujar Azimah.

Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Doren Wakerkwa saat memberikan sambutan Workshop

 

Sementara itu dalam pembukaan acara Workshop, Asisten Bidang Pemerindahaan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Doren Wakerkwa menyampaikan amanat Gubernur Papua tentang Peraturan Daerah (Perda) larangan minuman keras di provinsinya. Dirinya berharap, seluruh pihak yang memiliki akses untuk melakukan sosialisasi terhadap Perda ini, ikut serta berpartisipasi termasuk juga pengelola televisi dan radio di Papua.

Doren mengatakan, Perda tentang larangan minuman keras ini sangatlah penting untuk ditaati semua pihak. “Jika anak-anak muda Papua kecanduan minuman keras, siapa yang akan memikirkan masa depan Papua. Pemimpin macam apa yang nanti akan hadir untuk Papua?”, tukasnya.

Doren juga mengingatkan tentang komitmen lembaga penyiaran untuk menghadirkan konten lokal Papua di tengah masyarakat. Lebih jauh, Doren bahkan meminta lembaga penyiaran menambah lagi personil yang bertugas di kabupaten-kabupaten yang ada di Papua, agar berita pembangunan yang dilakukan pemerintah dapat tersosialisasi dengan baik.

Terkait Perda larangan minuman keras di Papua yang resmi diberlakukan sejak 30 Juni 2016, menurut Azimah dapat dikategorikan sebagai berita lokal Papua yang layak disiarkan oleh televisi swasta berjaringan sebagai implementasi SSJ. “Hal ini sejalan dengan harapan Pak Asisten Daerah, agar di setiap kabupaten/ kota di Papua, lembaga penyiaran baik lokal ataupun yang berjaringan menempatkan reporter yang memadai agar berita atau pun peristiwa di Papua cepat terinformasikan pada seluruh masyarakat di berbagai pelosok Papua.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.