Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Fokus Grup Diskusi (FGD) mengenai Pedomanan Panduan Survei Minat, Kenyamanan dan Kepentingan Publik untuk Perizinan Lembaga Penyiaran di kantor KPI Pusat, Jakarta, Senin, 12 November 2014. FGD ini diselenggarakan khusus oleh bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan KPI Pusat. FGD tersebut turut mengundang stakeholder terkait dan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).
Pembahasan MKK dinilai penting karena menyangkut dasar pertimbangan dalam melahirkan lembaga penyiaran di wilayah layanan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan MKK publik. Ini sekaligus untuk memastikan dan menjamin adanya diversty of content penyelenggaraan lembaga penyiaran di wilayah layanan. Demikian dijelaskan
Anggota KPI Pusat, Amirudin, dalam presentasinya terkait pedoman kajian MKK. Yang tidak kalah pentingnya, lanjut Amir, kajian ini untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat agar masing-masing lembaga penyiaran dapat hidup, bertahan, dan berkesinambungan.
Anggota KPI Pusat, Danang Sangga Buana, dalam presentasi memaparkan tentang potret potensi televise dalam minat, kepentingan dan kenyamanan pemirsa. Menurutnya, keinginan, minat, kepentingan dan kenyamanan pemirsa harus sejalan dengan keberadaan lembaga penyiaran dalam wilayah layanan.
Sementara itu, Azimah Subagijo, MKK akan mempermudah KPI dalam melayani masyarakat dalam proses perizinan dan pengawasan. MKK juga bisa menjaga kepentingan public dari persaingan industri yang tidak sehat. ***
Jakarta - Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI) mengunjungi Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat pada Senin, 03 November 2014. Kunjungan itu dalam rangka studi banding tentang dunia penyiaran.
"Kami ingin mengetahui bagaimana peran KPI dalam mengawasi siaran di Indonesia dan ranah tugas lainnya. Selain itu, kami juga ingin mendapatkan penjelasan tentang nilai-nilai apa saja yang menjadi prinsip penyelenggaraan penyiaran yang beretika," kata Esti yang memimpin kunjungan.
Kunjungan diterima oleh Kasubag Pengaduan dan Pengawasan Siaran Heriyadi dan Koordinator Pemantauan Isi Siaran Irvan Sanjaya di Ruang Rapat Lantai 8 Gedung Bapeten, Jakarta Pusat. Acara berlangsung dalam format dialog.
Pada kesempatan itu Heriyadi menjelaskan tugas dan fungsi KPI Pusat dan ranah kerja lainnya dalam pengawasan siaran. Sedangkan Irvan lebih banyak secara teknis menerangkan tentang KPI Pusat dalam pengawasan isi siaran. "Kami mengawasi siaran televisi berjaringan selama 24 jam. Dengan lima shift kerja, analis bertugas memantau dan mencatat semua isi siaran. Panduan yang kami gunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang juga menjadi panduan industri penyiaran, termasuk dunia televisi dan radio," ujar Irvan.
Menurut Irvan, P3SPS menjadi rujukan dalam pengawasan penyiaran. Bila isi siaran dianggap melanggar dari aturan itu maka lembaga penyiaran akan diberikan teguran. "KPI berperan sebagai regulator. Bertugas mengawasi dan memberikan kebijakan. Jadi kalau ada yang melanggar akan kita panggil dan beri tahu pelanggarannya, kalau pelanggaran itu dinilai berat kita beri teguran," terang Irvan.
Forum berlangsung cair, beberapa mahasiswa tak segan mengajukan pertanyaan tentang KPI dan isu dunia penyiaran yang sedang hangat. Usai dialog mahasiswa diajak menuju ruang kerja KPI bagian pemantauan siaran dan monitoring yang berada di Lantai 6 Gedung Bapeten. Di sana para mahasiswa langsung diperlihatkan dan dijelaskan bagaimana pegawai KPI Pusat melakukan pengawasan isi penyiaran. (SIP)
Jakarta – KPI Pusat terus mengasah kemampuan para analis pemantauan langsung isi siaran dengan pelatihan pendalaman materi dan aplikasi penerapan P3 dan SPS KPI. Pelatihan yang berlangsung di Hotel PP University, Cisarua, selama dua hari mulai 30 - 31 Oktober 2014, memberikan berbagai aspek pelatihan terkait penilaian analisa yang objektif terhadap tayang yang ditayangkan stasiun televisi dan radio dalam hal Jurnalistik, Perlindungan Anak, Pemilu, Sara dan kekerasan ditinjau dari sisi legal aspek.
Pelatihan ini, menurut Ketua bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, untuk mempertajam analis dalam melakukan mapping berbagai program acara televisi yang di pantau. Selain itu, untuk meningkatnya kualitas temuan indikasi pelanggaran sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam P3&SPS. “ Ini juga untuk meningkatnya kualitas pengawas saat melaksanakan pengawasan isi siaran televisi dan radio,” katanya.
Peserta yang berjumlah 55 orang dilatih secara langsung narasumber dari dalam maupun luar antara lain Judhariksawan (Ketua KPI), Idy Muzzayad (Wakil Ketua KPI Pusat), S. Rahmat Arifin (Komisioner KPI Pusat), Agatha Lily (Komisioner KPI Pusat), Danang Sangga Buwana (Komisioner KPI Pusat) dan Harsiwi Achmad (Praktisi/Direktur Program SCTV).
Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mendukung penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menata dunia penyiaran di Indonesia agar lebih baik lagi. Hal tersebut disampaikan Zulkifli saat menemui Komisioner KPI Pusat, yang melakukan audiensi di kantornya di Gedung Nusantara 5, Komplek DPR-MPR, Jakarta (3/11).
Dalam pertemuan tersebut, Zulkifli menilai harus ada langkah terobosan yang diambil KPI agar sanksi-sanksi yang dikeluarkan kepada lembaga penyiaran yang melanggar regulasi penyiaran dapat menimbulkan efek jera. “Harus ada sanksi yang lebih kuat dari sekedar sanksi administratif”, ujarnya.
Dari pengamatan politisi asal Lampung ini, penyiaran sekarang justru lebih banyak memunculkan perilaku negatif yang sebenarnya justru menghambat investasi asing di negara ini dan menimbulkan citra yang negative tentang Indonesia. Padahal, menurut Idy Muzayyad (Wakil Ketua KPI Pusat), penyiaran diarahkan untuk menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memajukan kebudayaan nasional, menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.
Sementara itu, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, menyampaikan tentang peluang penguatan KPI secara kelembagaan lewat revisi Undang-Undang Penyiaran. Pada DPR periode lalu, pembahasan revisi undang-undang penyiaran sudah dimulai, namun tidak selesai, ujar Fajar. Karenanya, KPI berharap agar Komisi I DPR RI pada periode 2014-2019 ini dapat menyelesaikan revisi undang-undang tersebut, sehingga tatanan penyiaran di Indonesia dapat berlangsung lebih baik lagi. Untuk itu, Zulkifli yang juga mendapat amanah di Komisi I DPR RI ini meminta KPI segera menemui pimpinan DPR RI dan ketua-ketua Fraksi di DPR untuk mendukung revisi undang-undang penyiaran dalam rangka penguatan kelembagaan KPI.
Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan Bekti Nugroho, koordinator bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin, komisioner bidang pengelolaan struktur dan system penyiaran Danang Sangga Buwana dan komisioner bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, didampingi Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang. (Ira)
Bandung - Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan perlunya rekonstruksi ulang penyiaran dalam era konvergensi media saat ini. Menurutnya, perkembangan teknologi dan informasi saat ini sudah membawa kemudahan akses konten penyiaran hanya melalui internet. Ia mencontohnya begitu gampangnya mencari live streaming saluran televisi berjaringan Indonesia.
"Ada perkembangan teknologi dan informasi, khususnya internet. Dalam internet ini ada penyiaran yang mudah diakses siapa saja. Dengan adanya konvergensi ini membuat kita perlu mengkaji ulang. Kita tidak bisa terus seperti penyiaran sekarang ini," kata Judhariksawan saat menyampaikan materinya dalam seminar "Ekosistem untuk Konvergensi Media di Indonesia", Rabu, 29 Oktober 2014 di Ruang Teater Kabayan, Kawasan Trans Studio, Bandung, Jawa Barat. Sesi seminar itu adalah bagian dari pelaksanaan Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2014.
Perkembangan teknologi dan informasi saat ini, bukan berarti tanpa persoalan. Menurut Judha, persoalan penyiaran dan konververgensi ini memiliki cakupan yang luas. Mulai dari persoalan sosial, regulasi, dan yang lainnya.
"Dari segi sosial, akan ada behavior yang berubah, mulai dari sifatnya yang interaktif, unsur kepercayaan yang harus terus diverifikasi atas siapa yang mempublikasi di sosial media, etika, saling mengghargai," ujar Judha. Selain itu, menurut Judha, meski perkembangan teknologi dan informasi terus berkembang, untuk kondisi Indonesia akan tetap ada kesenjangan digital atau konvergensi media itu sendiri, "Entah itu karena kesenjangan digital atau karena kesenjangan pengetahuan. Hal-hal itu juga perlu kita perhatikan ke depan."
Lebih lanjut Judha menjelaskan, dengan konvergensi media dan perkembangan teknologi digital ke depan akan banyak persoalan yang harus diselesaikan. Di antaranya pemetaan masalah dan kebutuhan, perlunya penataan sistem pendukung dan regulasinya. Bagian regulasi ini, menurut Judha, perlu dilihat apakah akan menjadi wewenang tambahan KPI atau justru akan berkurang.
"Atau akan seperti apa? Kita lihat nanti dalam revisi UU Penyiaran yang belum disahkan dan ini menjadi tugas pemerintahan yang baru," ujar Judha.
Pemateri lain dalam "Sistem untuk Konvergensi Media di Indonesia" juga diisi oleh Dirjen PPI Kominfo Kalamullah Ramli dan wartawan senior Ninok Leksono yang juga Rektor Universitas Multimedia Nusantara.
Dalam paparannya, Ramli menjelaskan konvergensi juga perlu diimbangi dengan kebijakan dan regulasi, serta perangkat pendukung lainnya. Menurut Ramli, konvergensi media saat ini sudah menggabungkan antara penyiaran dan Telekomunikasi. "Ada telekomonikasi, ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan ada penyiaran. Saya membayangkan bagian-bagian itu menjadi satu. Tapi nanti kita lihat ke depan seperti apa," kata Ramli.
Sedangkan Ninok Leksono menjelaskan, konvergensi media dan perkembangan teknologi dan informasi saat ini membuat adanya perubahan proses dan sistem dalam jurnalisme. Menurut Ninok, unsur kecepatan adalah salah satunya. Namun menurut Ninok, meski laju perkembangan teknologi dan informasi begitu pesat, menurutnya hal-hal yang menjadi pedoman dasar jurnalisme masih akan tetap menjadi acauan.
"Ini seperti bagaimana jurnalisme mengedepankan keberanaran dalam pemberitaannya, kemudian mengedepankan kepentingan kepentingan umum, dan hal-hal mendasar lainnya," kata Ninok.
Menjadikan korban KDRT sebagai bahan becandaan dan lelucon dengan menggunakan kata-kata dan tdk pantas untuk di pertontonkan di hadapan publik, membawa fto korban untuk bahan bully an .