Manokwari - Bisnis Lembaga Penyiaran Berlangganan Televisi Kabel (LPB TV Kabel) kini semakin marak. Indonesia Cable TV Association (ICTA) melaporkan, pada tahun 2014 TV kabel di Indonesia sudah mencapai 5.000 operator dengan klasifikasi 76 persen Local Operator (LO) kecil (6 karyawan); 20 persen LO menengah (40 karyawan); dan 4 persen LO besar (90 karyawan). Dari angka sebesar itu baru 324 LO yang sudah berizin. 

Hal itu disampaikan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Amirudin dalam forum Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) untuk 2 TV Kabel dan 1 TV Swasta Lokal di Manokwari, Papua Barat, Kamis, 4 Desember 2014.

Amir menambahkan, bisnis TV Kabel dari segi perizinnanya berbeda dengan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). "Bukan saja wajib legal dari sisi penyelenggaraannya dengan wajib mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), tetapi juga wajib legal dari program re-transmission. TV kabel wajib memiliki hak siar (re-transmission consent) agar tidak dituduh melakukan pencurian program siaran oleh TV Kabel legal," kata Amir.

Selain itu, menurut Amir, TV Kabel juga wajib legal dalam  penggunaan tiang untuk menghubungkan kabel saat menggunakan tiang milik pihak lain. Tidak hanya itu, TV Kabel juga wajib memiliki perangkat sensor internal untuk melindungi khalayak khusus anak dan remaja dari tayangan yang bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

"Tetapi pada kenyataannya, TV Kabel masih banyak yang belum memiliki hak siar sekalipun telah memiiki IPP-Prinsip. Begitu juga masih banyak yang belum memiliki izin penggunaan tiang untuk penggunaan kabel bagi yang sewa pada pihak ketiga. Bahkan perangkat sensor internal juga banyak yang belum disediakan," ujar Amir.

Terkait dengan  hal itu, Amir menjelaskan, KPI dan pemerintah akan melakukan pengawasan  secara khusus pada isu hak siar, sensor internal, dan penggunaan tiang, agar bisnis TV kabel benar-benar sejalan dengan perlindungan kepentingan publik yang lebih besar, dan bukan hanya peduli pada laba atau keuntungan semata (Return of investment).

‎Hal senada juga dikemukakan Ketua KPID Papua Barat Agustinus Mawara, bahwa TV kabel perlu segera mengurus hak siar bagi yang belum punya dan memperpanjangnya untuk yang sudah habis. Demikian terhadap penggunaan tiang. Menurutnya TV kabel perlu segera membangun tiang untuk menyambungkan kabel bagi yang telah memiliki izin pemda.

Tim ‎EUCS dipimpin Amirudin dan anggota terdiri dari Ketua dan Wakil KPID Papua Barat, Direktorat Penyiaran Kominfo, Anton Dailami, Etin Suhartetin, Toizu Toika beserta Direktorat Sumber Daya Kominfo, Adityawarman dan Loka Monitor Spekturm Frekuensi Manokwari, Nasser Warwey juga melakukan verifikasi faktual ke lokasi lembaga penyiaran. (Int)

 

Jakarta - Berkaca dari pengalaman pengawasan penyiaran pemilu terhadap stasiun televisi dan radio pada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014, KPI menemukan sejumlah fenomena yang terindikasi menggunakan frekuensi milik publik yang dipinjamkan kepada Lembaga Penyiaran digunakan oleh pemilik dan afilisianya untuk kepentingan kelompok dan golongannya dalam berbagai format acara seperti berita, sinetron, talkshow, kuis, musik, dan lain sebagianya.

Dalam konteks jaminan publik untuk mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang terkait penyiaran untuk memberikan rasa keadilan, manfaat, dan kepastian hukum baik bagi publik ataupun peserta pemilu KPI menyelenggrakan Focus Group Discussion (FGD) yang juga bagian dari proses untuk penyempurnaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tentang  “Pengaturan Penyiaran Pemilu dan Pemilukada".

Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Jumat, 5 Desember 2014. Adapun narasumber dalam FGD menghadirkan Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPI Pusat Idy Muzayyad, Rahmat S. Arifin, dan Agatha Lily. Dari segi peserta mengundang dari lembaga terkait seperti BAWASLU RI, Komisi Informasi, Dewan Pers, Divisi Humas Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, ATVSI, ATVLI, ATVJI, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia), dan perwakilan dari KPI Daerah.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia sesuai dengan kewenangan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran diberikan mandat untuk menetapkan dan melakukan tinjauan secara berkala terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). P3SPS sebagai landasan hukum, moral, etik serta pedoman bagi Lembaga Penyiaran diharapkan bersama dapat operasional dan implementatif dalam praktik hukum. Dengan begitu Lembaga Penyiaran bisa lebih mematuhi batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh ditayangkan pada suatu program siaran.

Atas dasar prinsip ini, KPI mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Hukum Acara yang Aplikatif dan Implementatif untuk Dipatuhi dan Ditaati” dengan menghadirkan narasumber Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, Komisioner Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Arifin dan Agatha Lily, serta M. Riyanto, dengan menghadirkan peserta KPI Daerah, Lembaga Penyiaran, dan Dewan Pers. Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, dengan moderator Tenaga Ahli Hukum KPI PUsat Hendrayana, pada Selasa, 2 Desember 2014. 

Idy Muzayyad mengatakan FGD ini diadakan karena KPI sedang melakukan revisi P3SPS termasuk di dalamnya mengenai penjatuhan sanksi. KPI akan menyempurnakan bagian yang belum memadai dalam bagian hukum acara penjatuhan sanksi. Menurut Idy, kalau bicara hukum harus ada kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum. Dalam praktik hukum acara selama ini masih ada yang perlu diberikan catatan. Di antaranya: bagaimana sinergi penjatuhan sanksi KPI-KPID, jangka waktu teguran sanksi antara teguran pertama, kedua, dan seterusnya, bagaimana mekanisme forum klarifikasi, menyangkut kadaluarsa, soal keberatan, siapa yang hadiri tahapan-tahapan penjatuhan sanksi serta bobot sanksi. Di samping itu catatan lain yang tidak kalah penting adalah pembahasan mengenai belum adanya sanksi berupa denda. 

Berbicara dari segi hukum acara, M. Riyanto menjelaskan tentang pentingnya kerangka sistematika hukum yang akan ditetapkan nanti. ”Dibuat secara baik dalam kerangka sistem, tujuan hukum, agar tidak terjadi sengketa dan akibat hukum,” kata M. Riyanto yang juga mantan Ketua KPI Pusat periode 2010-2013. 

Perwakilan dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Zen Al-Faqih menambahkan tentang pentingnya kepastian hukum ketika nanti diterapkan. ”Dasar hukum acara harus menjamin keadilan dan kepastian hukum. Prinsip ini adalah hal yang mendasar dalam hukum acara," ujar Zen.

Hal senada disampaikan Sujarwanto Rahmat Arifin dan Agatha Lily, hukum acara mesti implementatif dan menjamin adanya kepastian hukum. Hal ini penting agar Lembaga Penyiaran tidak bingung berkaitan dengan teguran dan sanksi KPI. Beberapa point esensi hukum acara dari FGD itu, menurut Rahmat, nanti akan menjadi masukan berharga bagi penyempurnaan P3SPS yang rencananya akan dilaksanakan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI di Makassar tahun 2015. (AND)

Jakarta - Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema, "Menyoal Kemandirian Lembaga Non-Struktural di Indonesia". FGD berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu, 3 Desember 2014.

Adapun peserta FGD terdiri dari Komisioner KPI Pusat, Judhariksawan, Idy Muzayyad, Bekti Nugroho, Fajar Arifianto Isnugroho, Amirudin. Peserta FGD dari luar menghadirkan Kepala Bidang Studi Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah, dan Staf Ahli Komisi I DPR RI, serta dari unsur Sekretariat KPI PUsat.

Bahasan FGD fokus pada pembahasan dan telaah kemandirian lembaga non-struktural dari sudut pandang hukum, fungsional, dan struktural organisasi.



Focus Group Discussion (FGD) penyempurnaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) “Hukum Acara yang Aplikatif dan Implementatif untuk Dipatuhi dan Ditaati” yang menghadirkan peserta Komisioner KPI Pusat, KPI Daerah, dan Lembaga Penyiran. Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 2 Desember 2014. 

Dalam Undang-undang Penyiaran KPI berwenang menetapkan standar program siarandan memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Dalam penjatuhan sanksi  telah diatur hukum acara yang dituangkan dalam standar program siaran antara lain diatur: 1) Mekanisme penjatuhan sanksi; 2) Tahapan penjatuhan sanksi; 3) Mekanisme forum klarifikasi; 4) Mekanisme pengajuan keberatan; 5) Jangka waktu daluarsa sanksi; 6) Mekanisme pemutihan sanksi; 7) Batasan waktu antara sanksi pertama dan sanksi selanjutnya; (8) Para pihak yang harus hadir dalam forum klarifikasi.

Seiring perkembangan waktu, hukum acara yang mengatur hal itu perlu dilakukan penyempurnaan untuk lebih aplikatif dan implementatif  untu ditaati dan dipatuhi oleh Lembaga Penyiaran. FDG akan hal itu dilakukan untuk mendapatkan masukan-masukan dari pemangku kepentingan dan pelaku di bidang penyiaran untuk penyempurnaan P3SPS demi perbaikan hukum acara yang sudah ada.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.