Jakarta – Lembaga penyiaran harus memperhatikan secara seksama aturan tentang kategori siaran dengan memastikan klasifikasi setiap program acaranya apakah sudah sesuai dengan isinya. Hal ini untuk menghindari adanya tayangan semisal berklasifikasi (R), namun muatannya justru bertolak belakang seperti bernuasa mistik, horor dan supranatural (MHS). 

Permintaan agar lembaga penyiaran memperhatikan aturan ini mengemuka dalam pembinaan isi siaran untuk program acara di MDTV dan RCTI, Kamis (6/3/2025). 

Dalam pembinaan itu, KPI Pusat menyoroti adanya program acara di dua stasiun TV di atas, yang di dalamnya terdapat unsur MHS tetapi tayang di jam anak dan remaja menonton atau antara pukul 05.00 pagi hingga 10.00 malam.

Pada program siaran “Inilah Kisahnya” dengan klasifikasi R13+ yang ditayangkan MDTV, isinya membahas penggunaan susuk dan penjelasan seorang ahli metafisika yang membenarkan manfaat penggunaan susuk. Bahkan, pada episode berbeda, di program siaran yang sama, memuat penjelasan tentang ilmu hitam dari seorang praktisi supranatural.

“Pertama, kami ingin mendapat penjelasan “Inilah Kisahnya” bercerita tentang apa, konsepnya seperti apa. Tayangan bermuatan MHS ada regulasinya di P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) di Bab XVI dan Surat Edaran (SE) KPI terkait hal ini,” ucap Komisioner KPI Pusat, Tulus Santoso, di awal pembinaan seraya menyinggung jam penanyangannya selepas Adzan Subuh.

Menurut Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini, klasifikasi usia harus sesuai dengan isi siarannya. Pasalnya, hal ini sangat terkait dengan waktu penayangan program acara tersebut. “Pertama isi siaran harus disesuaikan dengan klasifikasi usia, kemudian jam tayangnya. Apalagi program ini berisikan hal tentang mistik, horor dan supranatural,” ujar Tulus.  

Terkait pandangan KPI, perwakilan MDTV menjelaskan bahwa tayangan tersebut dimaksudkan memberi informasi tentang kebudayaan Indonesia dari segala sisi. Pada dasarnya yang disajikan tidak selalu bermuatan MHS, tapi juga tentang budaya, tarian, dan hal unik lainnya. Kehadiran pakar dan praktisi dalam program siaran tersebut untuk memberikan insight ada budaya yang kurang baik, hal ini disertai penjelasan bahwa apa yang ditayangkan tidak untuk ditiru. 

“Ini dulu dibuat ingin meng-capture budaya warisan, baik riil atau mitos sehingga yang kami sampaikan pasti ada pro dan kontra. Di ending program ada statement, kita perlihatkan juga gambaran positif, tapi juga konsekuensi atau resikonya,” kata perwakilan MDTV yang hadir di pembinaan tersebut.

Komisioner KPI Pusat Aliyah ikut menanggapi dengan mempertanyakan gambaran positif yang disebutkan pihak MDTV. 

“Susuk memang realitanya ada orang yang pasang agar kelihatan menarik. Kalau dari perspektif agama bisa menghadirkan ustaz atau kiai terkait boleh tidaknya. Kalau positif kayanya nggak. Tayangan bisa positif tapi dari perspektif agama tidak positif, ini menjadi perhatian juga bagi lembaga penyiaran. Kita tidak ingin masyarakat kemudian terjebak ikutan melakukan hal tersebut. Valuenya apa? Kita ingin tayangan kemudian memberi nilai positif kepada masyarakat,” tegas Aliyah.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan, menyoroti perihal profil MDTV yang mencakup pola siaran, persentase program harian dan sebagainya. Dia juga mengingatkan untuk tayangan yang bersumber dari daring selain memperhatikan kesesuaian kualitas dengan regulasi tayang di frekuensi publik, juga harus memperhatikan copyright.

“Ini akan jadi perhatian, terkait yang disampaikan Pak Hasrul akan kami siapkan dan laporkan. Terima kasih masukannya dari Komisioner. Semoga dengan adanya pembinaan jadi semangat baru kita dari 0 lagi dan juga menjadi langkah baru menjadi lebih baik lagi,” ujar wakil MDTV.

Soroti perundungan dan pekerja anak

Saat pembinaan isi siaran RCTI, KPI Pusat menyoroti adanya tampilan adegan perundungan dan pekerja anak dalam program siaran “Kasih Jannah” berklasifikasi (R). KPI juga mengingatkan tayangan bermuatan MHS dalam program siaran “Sinema Siang Spesial: Arumi".

“Yang perlu digarisbawahi adalah adegan mempekerjakan anak di bawah umur, di dunia nyata ini tidak boleh sebetulnya. Jangan sampai menjadi tren atau inspirasi bagi orang tua atau lingkungan di daerah,” ucap Aliyah. Dia pun berharap meski ada tayangan kekerasan, ide ceritanya dapat disampaikan dengan baik.

Di kesempatan ini, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, menyoroti jam tayang program acara yang terdapat muatan dewasa. Menurutnya, penempatan program-program yang ada muatan dewasa harus disesuaikan. “Di sini yang ingin saya ingatkan kembali adalah jam tayang. Ada jam dimana adegan dewasa tampil, ada juga dimana adegan-adegan lain bisa tampil,” tegasnya. 

Komisioner Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Struktrur Penyiaran (PKSP), Muhammad Hasrul Hasan, menyinggung tentang hasil penilaian kualitas sinetron dalam IKPSTV yang termasuk rendah.

“Pastinya RCTI juga ingin menghasilkan tayangan yang berkualitas untuk bangsa. Saya ingin sekali ada sinetron seperti jaman Si Doel yang menayangkan kehidupan sehari-hari masyarakat, yang mempunyai nilai budaya,” katanya. 

Sementara itu, Komisioner Bidang Kelembagaan Evri Rizqi Monarshi, menekankan pada pentingnya pemenuhan hak anak dan kesetaraan gender, tidak menjadikan perempuan sebagai objek saja. 

Terlepas dari minat masyarakat terhadap drama luar biasa, Evri Rizqi mengingatkan perlunya batasan bahwa apa yang disampaikan kepada masyarakat harus menimbulkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Mewakili RCTI, Edward Chandra menyampaikan bahwa apa yang akan disampaikan ke masyarakat tidak semata untuk memenuhi slot tayangan, tetapi juga menyampaikan sisi edukatif. “Kami dari creator juga ingin memperlihatkan sisi moral, misalnya yang menang akhirnya adalah yang baik,” katanya. ***/Anggita/Foto: Agung R

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan lembaga penyiaran agar memastikan setiap produk (obat tradisional) dan layanan kesehatan yang dipromosikan aman bagi masyarakat. 

Salah satu aspek keamanan yakni produk kesehatan tersebut memiliki izin edar dan izin iklan dari lembaga atau institusi terkait. 

Hal ini disampaikan Komisioner KPI Pusat, Tulus Santoso, di sela-sela kegiatan pembinaan isi siaran lembaga penyiaran (Jawa Pos TV) di Kantor KPI Pusat, Kamis (6/3/2025).

“Kami mengingatkan bahwa iklan (produk kesehatan), selain ada izin edar juga ada izin iklan. Kenapa harus dicek, karena nanti berkorelasi dengan klaimnya. Klaim yang meluas atau tidak sesuai bisa merugikan masyarakat, terutama jika klaim tidak sesuai dengan izin yang diberikan,” kata Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini di depan perwakilan Jawa Pos TV. 

Ia menambahkan, berdasarkan etika pariwara Indonesia bahwa tidak semua orang boleh menjadi bintang iklan kesehatan. Pasalnya, tenaga kesehatan masuk dalam kategori tersebut.

Hal senada juga disampaikan Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Aliyah. Ia menyampaikan tentang pentingnya perlindungan kepada publik. 

“Iklan yang tayang di TV akan menjadi referensi. Jika terjadi overclaim maka akan membahayakan publik. Kami paham lembaga penyiaran butuh pasokan (iklan) tapi kami berharap kredibilitas tetap dijaga untuk perlindungan publik jangan sampai menyesatkan,” ujar Aliyah.

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menambahkan, perlindungan terhadap publik dilakukan antara lain dengan melakukan koordinasi lintas lembaga. Isu mengenai produk yang belum layak edar juga ramai di daerah melalui penayangan di TV lokal, yang mana menjadi kewenangan KPID. 

“Kita tahu banyak kearifan lokal, pengobatan tradisional dan alternatif, kami berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tapi jika ada logo TV (diiklankan di TV), masyarakat percaya pasti valid, tapi belum bisa dijustifikasi secara medis. Lembaga penyiaran seharusnya menjadi sarana atau media penjernih,” kata Ubaidillah. 

Pandangan serupa turut disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Amin Shabana. Menurutnya, lembaga penyiaran harus menjadi ruang informasi yang tepat dan benar bagi khalayak. Karenanya, setiap iklan Kesehatan yang akan ditayangkan harus terlebih dahulu dipastikan izinnya. 

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Jawapos TV, Sofyan mengakui bahwa dalam penayangan produk dan layanan kesehatan sebagaimana dimaksud, terjadi perbedaan pendapat antardivisi. Bagaimanapun mereka menyadari bahwa apa yang ditayangkan di TV disertai tanggung jawab yang besar. Menindaklanjuti masukan-masukan dari KPI, pihak Jawapos menyampaikan akan berkoordinasi dengan pihak pengiklan. ***/Anggita/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.