Jakarta – KPI, KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers melanjutkan rapat pembahasan dan penyelesaian draft keputusan keempat lembaga terkait penyusunan tim taskforce desk Pemilu. Bawaslu menjadi leading sector pengawasan dan pemantauan penyiaran, pemberitaan, iklan kampanye. Draft final akan ditandatangani oleh ketua KPU, KPI, Bawaslu dan Dewan Pers.
Pembahasan yang berlangsung di Hotel Arya Duta, Selasa, 8 Oktober 2013, dihadiri Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, Anggota Dewan Pers, Ketua Bawaslu, dan urut hadir dalam pembahasan tim legal KPI Pusat, Sofyan Pulungan, dan Koordinator Pemantauan KPI Pusat, Irvan Senjaya.
Tim task force nantinya akan terbagi dari tim teknis dan suvervisi dimana tim teknis bekerja memberikan rekomendasi kepada PIC. Rencananya, rapat tim teknis akan mulai rapat pada 16 Oktober mendatang. Rapat ini akan dilakukan setidaknya dua minggu sekali, namun jika dilihat ada hal mendesak rapat akan dilakukan secepatnya. Sekretariat gabungan gugus tugas tim pengawasan dan pemantauan berada di Bawaslu.
Dalam kesempatan itu, segera dijadwalkan sosialisasi dan hearing tentang kampanye dengan lembaga penyiaran dalam waktu dekat yang akan menghadirikan keempat lembaga terkait. Red
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali mengadakan Anugerah KPI tahun 2013 yang malam puncaknya akan digelar pada 6 Desember 2013 mendatang. Kegiatan rutin tahunan ini merupakan bentuk apresiasi KPI atas kerja keras lembaga penyiaran menyuguhkan tontonan menarik namun tetap sehat dan berkualitas.
Agatha Lily, Komisioner KPI Pusat sekaligus Ketua Penyelenggara Anugerah KPI 2013 mengatakan, tujuan kegiatan ini untuk memberikan penghargaan kepada program-program siaran yang sehat dan berkualitas serta meningkatkan kesadaran lembaga penyiaran untuk menyuguhkan program yang sehat dan berkualitas.
“Anugerah ini guna memacu persaingan yang sehat antara lembaga penyiaran untuk menyuguhkan program siaran yang sehat dan berkualitas. Selain juga untuk mendorong lembaga penyiaran memproduksi dan menyiarkan program siaran yang dapat membentuk jati diri bangsa,” kata Lily yang juga Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat.
Anugerah KPI 2013 akan memperebutkan delapan kategori penghargaan yakni Program Anak-anak, Program Sinetron Lepas/FTV, Program Berita Investigasi, Program Dokumenter, Program Talkshow, Program Feature Budaya (Radio dan Televisi), Lembaga Penyiaran Peduli Perbatasan (Radio dan Televisi), dan Lifetime Achievement.
Peserta yang dapat berpartisipasi dalam Anugerah KPI 2013, terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok lembaga penyiaran televisi berjaringan (baik publik maupun swasta), dan kelompok lembaga penyiaran radio dan televisi lokal.
Pendaftaran untuk program Anugerah KPI 2013 dimulai dari tanggal 1 hingga 25 Oktober 2013 pukul 21.00 WIB dan dikirimkan ke kantor KPI Pusat, Jl. Gajah Mada No.8 Lt.6 Jakarta, 10120. Masing-masing peserta dapat mengirimkan program terbaiknya untuk setiap kategori yang dimiliki sebanyak satu episode yang tayang pada periode 1 Oktober 2012 – 30 September 2013.
Program-program yang telah diterima nantinya akan diseleksi oleh tim yang dibentuk oleh Komisioner KPI Pusat untuk melihat ada tidaknya pelanggaran berdasarkan P3 dan SPS KPI tahun 2012. Jika program tersebut ditemukan ada pelanggaran akan dinyatakan gugur dan tidak dapat diteruskan ke tahap selanjutnya.
Setelah itu, program yang lolos verifikasi pelanggaran P3 dan SPS KPI tahun 2012 akan dinilai oleh tim juri yang independen, kredibilitas dan ahli dalam bidangnya. Ada 27 juri yang terlibat dalam Anugerah KPI 2013. Red
Jakarta – Jurnalis di media penyiaran diharapkan dapat mengaplikasikan etik dan aturan yang berlaku dalam penyiaran seperti P3 dan SPS KPI dalam setiap peliputan di lapangan. Selain mengikuti etik dan aturan yang ada, para jurnalis ditekankan lebih mengedepankan dasar-dasar jurnalistik dan hati nuraninya ketika menemui kejadian atau peristiwa yang mengerikan dalam peliputan.
Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Agatha Lily, ketika menjadi narasumber dalam workshop peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) lembaga penyiaran televisi di Provinsi Lampung, Kamis, 26 September 2013, yang diselenggarakan KPID Lampung bekerjasama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) pengurus daerah Lampung.
Menurut Lily, panggilan akrab Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini, jurnalis harus mampu membuat keputusan yang baik berdasarkan hati nuraninya ketika peliputan di lapangan menemukan bahwa fakta yang terjadi tidak baik bagi orang banyak karena mengandung muatan atau gambar yang tidak pantas seperti kekerasaan, korban akibat kekerasan, kecelakaan, dan kejadian lainnya.
Lily menekankan pentingnya setiap jurnalis dibekali pengetahuan mengenai etik dan aturan yang berlaku seperti P3 dan SPS KPI, KEJ (Kode Etik Jurnalistik), dan aturan lainnya. Dengan pengetahuan itu, para jurnalis mampu membedakan dan memilih cara yang baik dan tidak berbenturan dengan aturan yang berlaku seperti dalam pengambilan gambar korban kecelakaan atau kekerasaan.
Workshop sehari digelar di Hotel Sheraton akan diikuti kurang lebih 50 jurnalis stasiun televisi nasional berjaringan yang bertugas di Lampung, pemimpin redaksi, video jurnalis (VJ), dan editor dari enam stasiun televisi lokal, juda dihadiri Ketua Umum IJTI Yadi Hendriyana.
Sementara itu, Ketua IJTI Pengurus Daerah (Pengda) Lampung Febriyanto Ponahan menjelaskan, workshop ini digelar untuk peningkatan kemampuan jurnalis televisi dalam menyonsong era konvergensi media.
"Jurnalis televisi selain kompetensi dan handal di lapangan tapi dituntut untuk menguasai teknologi. Artinya ke depan bukan zamannya lagi jurnalis membawa alat tulis tetapi harus akrab dengan gadget, live event. Hal ini sangat penting karena idealisme newsroom yang selalu mengutamakan kecepatan, kedalaman tapi tetap efisiensi," kata Febri.
Wakil Ketua KPID Provinsi Lampung Dedi Triadi mengatakan, kerja sama dengan organisasi profesi IJTI ini sengaja dilakukan mengingat tugas dan fungsi KPI sebagai pengawasan isi siaran dan perizinan lembaga penyiaran televisi dan radio, termasuk peningkatan profesionalisme praktisi penyiaran.
"Jurnalis televisi menjadi ujung tombak karena harus selalu berpegang teguh dengan rambu-rambu kode etik jurnalis (KEJ) juga Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar program Siaran(P3SPS). Karena itu, worskshop ini sangat penting karena materi-materi yang disampaikan berupa P3SPS dan peningkatan profesional jurnalis televisi yang menjadi bagian dari materi Uji Kompetensi Jurnalis Televisi IJTI," ujar mantan jurnalis cetak itu. Red
Jakarta – Sehubungan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyiaran sebagai amandemen atas Undangan-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Lentera Anak Indonesia menyambangi Kantor KPI Pusat pada 7 Oktober 2013 guna memberikan masukkan untuk menjamin perlindungan anak terkait iklan rokok dalam isi siaran.
Pertemuan tersebut diterima oleh S. Rahmat Arifin, Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, dan dihadiri Hery Chariansyah, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Muhammad Joni, Kiki Soewarto, dan Romiyatul Islam.
Hery mengharapkan dengan adanya amandemen baru, Undang-Undang Penyiaran yang sekarang dapat memberlakukan pelarangan iklan rokok secara menyeluruh, tidak hanya dalam media penyiaran. “Bukan hanya pembatasan, karena pembatasan yang terjadi selama ini tidak efektif.” jelas Hery. “Iklan rokok sangat mengkontribusi meningkatnya perokok anak” tambahnya.
Pelarangan total terhadap iklan rokok tersebut tidak hanya sponsorhip atau iklan rokok saja, tetapi juga colour image, dan promosi dari iklan rokok tersebut. ”Kami berharap KPI dapat bersama-sama untuk memperjuangkan hal ini” tambah Kiki.
Menurut Hery, rokok merupakan zat adiktif yang sama dengan produk adiktif lainnya yang sama-sama mengancam, dan seharusnya pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi anak dari zat adiktif tersebut dengan konsep perlindungan khusus yang harus dilakukan segera mungkin.
Menanggapi hal tersebut, Rahmat mengatakan bahwa KPI akan menyampaikan seluruh masukkan-masukkan terkait hal rokok, dimana Undang-Undang Penyiaran masih dibahas di DPR, yang kemungkinan akan selesai pada Januari 2014. red
Bandung - Keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang professional di bidang penyiaran adalah salah satu tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seperti yang diamanatkan dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Untuk itu, KPI harus mampu membuat sebuah disain sistem pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran dengan mewujudkannya dalam bentuk regulasi. Hal tersebut mengemuka dalam seminar bidang kelembagaan pada Rapat Pimpinan (Rapim) KPI, di Bandung (1/3), yang bertajuk standarisasi kompetensi profesi penyiaran dan kode etik KPI.
Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini, Bekti Nugroho (Koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat), Mochamad RIyanto (Mantan Ketua KPI Pusat), Imam Wahyudi (Dewan Pertimbangan Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia/ Dewan Pers). Menurut Riyanto, rencana KPI Pusat menyusun standarisasi kompetensi profesi penyiaran merupakan langkah maju, Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang sedang menyusun Standar Kompetensi Kinerja Nasional Indonesia (SKKNI). Untuk itu, RIyanto menilai, KPI sebaiknya bekerjasama dengan asosiasi-asosiasi profesi untuk menyusun standarisasi tersebut.
Menurut Bekti Nugroho, kehadiran standar kompetensi profesi penyiaran adalah sebuah usaha KPI untuk meningkatkan kualitas penyiaran di Indonesia. Dalam pandangannya, standar kompetensi dan kode etik ini akan menjadikan marwah KPI kembali berwibawa. Sehingga lembaga penyiaran tidak lagi mengakali sanksi-sanksi KPI seperti yang terjadi pada beberapa program yang selama ini. SElain itu, ujar Bekti, standarisasi ini juga untuk menjaga agar frekuensi ini digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. “Dan itu hanya bisa terjadi dengan keberadaan KPI yang punya wibawa, martabat, kredibilitas dan integritas”, tegasnya. udah
Sementara itu, dalam pemaparannya di hadapan peserta Rapim, Imam Wahyudi menyampaikan bahwa sebagai lembaga yang punya kewenangan untuk menjatuhkan sanksi, KPI memang membutuhkan sebuah aturan yang mengikat semua komisioner pusat dan daerah. Sebagaimana lembaga-lembaga lain seperti Komisi Informasi, Komisi Pemilihan umum, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah memiliki kode etik.
Peserta Rapim menanggapi wacana baru soal standarisasi dan kode etik ini dengan antusias. Menurut Sumeizita, komisioner KPID Sulawesi Selatan, KPI Pusat harus memikirkan kompensasi yang didapat dari standarisasi kompetensi ini bagi para praktisi penyiaran. “Yang pasti, dengan adanya standarisasi ini akan menaikkan nilai tawar mereka”, ujarnya. Untuk itu, kerjasama antara KPI dengan asosiasi lembaga penyiaran juga dilakukan dengan baik dalam pembuatan standarisasi ini. Usul lain yang juga mengemuka adalah dimasukannya masalah kompetensi profesi dan korporasi sebagai salah satu syarat memperoleh izin penyiaran. Sehingga, hanya lembaga penyiaran yang memiliki SDM-SDM penyiaran berkualitas saja, yang dapat menyelenggarakan kegiatan penyiaran. Pendapat ini ternyata disetujui pula oleh Imam Wahyudi. Menurutnya, selama ini media cetak dapat didirikan dengan mudah tapi tidak demikian dengan media elektronik seperti televisi dan radio yang membutuhkan waktu panjang untuk mendapat izin siar. Imam menilai, seharusnya KPI dapat memasukkan parameter kompetensi ini dalam proses perizinan. Sehingga, masalah-masalah yang muncul di layar penyiaran, dapat direduksi seminimal dan seawal mungkin.
Menjadikan korban KDRT sebagai bahan bercandaan dan dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas dan dipertontonkan dihadapan publik dengan membawa/menggunakan properti foto korban untuk bahan bully-an
Pojok Apresiasi
Nahar Willy Harso
Banyak mengandung pesan moral, mengajarkan seseorang untuk tidak mudah menyerah.