Banda Aceh - Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyatakan peran serta masyarakat dalam mengoreksi media penyiaran sangat dibutuhkan dalam mendukung KPI menegakkan aturan penyiaran pada lembaga-lembaga penyiaran. “Bagaimanapun juga, sebagai konsumen dari media penyiaran, masyarakat punya posisi tawar yang penting yang harus diperhatikan para praktisi dunia penyiaran” ujar Judha dalam pembukaan acara pembentukan Forum Masyarakat Peduli Media Sehat (FORMAT LIMAS) di Banda Aceh (20/11).
Hadir dalam acara tersebut Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Aceh, Darmawan yang membacakan sambutan tertulis Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Dalam sambutan tersebut, Zaini menyatakan menyambut baik terbentuknya Forum Masyarakat Peduli Penyiaran di Aceh. Keberadaan masyarakat dalam forum tersebut, menurut Zaini, akan membantu KPID Aceh dalam melakukan pengawasan muatan siaran. Bahkan dirinya berharap, masyarakat juga menunjukan daya kritisnya terhadap media penyiaran dan mengerti tentang pola dan isu yang digunakan lembaga penyiaran, sehingga mampu memaknai pesan yang tampil secara proporsional.
Zaini juga berpesan agar KPID Aceh bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat dalam melakukan pengawasan konten siaran. Dengan adanya kerjasama dan sinergi antara KPID Aceh dengan seluruh unsur masyarakat, Zaini percaya, KPID Aceh dapat menjalankan tugas konstitusinya dalam memenuhi hak publik mendapatkan infromasi sesuai hak asasi. Ia juga berharap semoga forum ini menjadi momentum lahirnya kepedulian masyarakat Aceh, sehingga kualitas penyiaran semakin meningkat.
Bagi KPI sendiri, mengaktifkan lagi keberadaan Forum Masyarakat Peduli Media Sehat (FORMAT LIMAS) akan membantu KPI menjadikan masyarakat sebagai mata dan telinga KPI dalam memantau muatan media penyiaran. Hal ini juga disepakati oleh Arie Junaidi, pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia yang hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut. Menurutnya, kualitas tayangan televisi dan radio saat ini sangat memprihatinkan. Sehingga masyarakat perlu bergerak bersama KPI untuk aktif memberikan masukan dan kritik pada lembaga penyiaran tentang kualitas siaran mereka.
Pembicara lain yang juga hadir dalam acara ini adalah Direktur Utama Aceh TV, Ahmad Dahlan, Ketua KPID Aceh Muhammad Hamzah, dan Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho. Acara ini sendiri diawali dengan penyampaian pidato kunci oleh anggota Komisi I DPR RI Sayyed Mustafa Usab.
Banda Aceh - Pesatnya perkembangan media saat ini mengharuskan masyarakat lebih kritis dalam menerima semua pesan yang disampaikan media, terutama yang melalui medium penyiaran. Data yang dimiliki Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menunjukkan jumlah lembaga penyiaran sudah mencapai 2590 di seluruh Indonesia.Seyogyanyalah kuantitas ini berbanding lurus dengan kualitas muatan media penyiaran, sehingga hak masyarakat mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya dapat terpenuhi, sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
KPI sebagai perwakilan masyarakat dalam mengatur segala hal terkait penyiaran, menilai perlu mengajak masyarakat untuk ikut mengkritisi muatan dari media penyiaran yang selama ini hadir leluasa di ruang-ruang keluarga lewat televisi dan radio.Untuk itu KPI berharap perhatian masyarakat terhadap kualitas media penyiaran dapat disalurkan melalui sarana yang tepat.
Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyatakan peran serta masyarakat dalam mengoreksi media penyiaran sangat dibutuhkan dalam mendukung KPI menegakkan aturan penyiaran pada lembaga-lembaga penyiaran. “Bagaimanapun juga, sebagai konsumen dari media penyiaran, masyarakat punya posisi tawar yang penting yang harus diperhatikan para praktisi dunia penyiaran” ujar Judha dalam pembukaan acara pembentukan Forum Masyarakat Peduli Media Sehat (FORMAT LIMAS) di Banda Aceh (20/11).
Untuk itu KPI akan mengaktifkan lagi keberadaan Forum Masyarakat Peduli Media Sehat (FORMAT LIMAS) untuk menjadi mata dan telinga KPI dalam memantau muatan media penyiaran. Di mata Judha, peran serta masyarakat mengawasi penyiaran sangat vital dalam era globalisasi saat ini. “Apalagi saat maraknya isi siaran yang justru menggerus budaya bangsa dengan menampilkan muatan yang tidak sesuai kepribadian masyarakat dan tidak memberikan kemanfaatan”, tambahnya. Sehingga lewat pengawasan masyarakat dalam FORMAT LIMAS ini, kesalahan lembaga penyiaran dapat dieliminir. Karena, dari forum ini pula lembaga penyiaran mendapatkan masukan yang berharga tentang minat dan kesukaan masyarakat tentang sebuah model isi siaran. “Jadi lembaga penyiaran tidak hanya mengandalkan penilaian lembaga rating”, ujarnya. KPI meyakini, semakin besar tingkat kepedulian masyarakat akan kualitas isi siaran, maka media penyiaran pun akan menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Sehingga, layar kaca dan getar radio sepenuhnya hanya diperuntukkan bagi kemaslahatan bangsa.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan Trans7 dan Trans TV segera melakukan perbaikan terhadap sejumlah program acaranya. Harapan tersebut disampaikan secara langsung oleh Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, saat diskusi dengan pimpinan dan bagian produksi acara di kedua televisi tersebut, Senin, 18 November 2013 di kantor Trans Corp.
Menurut Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat ini, diskusi yang dilakukan pihaknya bagian dari pembinaan pihaknya pada Trans TV dan Trans7 atas tayangan yang dinilai KPI memerlukan perbaikan. Meskipun begitu, proses pembinaan tidak akan menghapuskan sanksi administrasi jika terdapat adegan atau tayangan yang melanggar P3 dan SPS KPI.
“Kami harap Trans TV dan Trans7 bisa mengambil langkah-langkah dengan baik untuk perbaikan supaya tidak ada penjatuhan sanksi,” tegas Rahmat yang diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.
Dalam kesempatan itu, kata Rahmat, kedua stasiun televisi tersebut dapat menerima masukan yang disampaikan KPI terkait perlunya perbaikan pada sejumlah tayangnya. Turut hadir dalam diskusi pimpinan Trans Corp, Ishadi SK. Red
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menginventaris masukan-masukan terkait aturan penyiaran radio dalam revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI. Terkait hal itu, KPI mengundang pengurus Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia atau PRSSNI dalam diskusi yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Selasa, 19 November 2013. Dalam kesempatan itu, hadir Wakil Ketua PRSSNI, Fahri Muhammad.
Rencananya, P3 dan SPS KPI hasil revisi akan dibahas dan mungkin diputuskan dalam Rakornas KPI tahun 2014 di Jambi. P3 dan SPS KPI tersebut merupakan peraturan gabungan yang mengatur soal penyiaran televisi, penyiaran politik, penyiaran radio dan penyiaran televisi berlangganan.
Ketua bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, masukan soal aturan radio dimaksudkan untuk menambahkan aspek-aspek pengaturan dalam penyiaran radio dalam P3 dan SPS KPI hasil revisi nanti. “Pengaturan di radio tidak jauh berbeda dengan di televisi. Jadi tidak ada yang terlalu spesifik. Pengaturan siaran radio lebih pada penekanan pengaturan berbicara diradio,” kata Rahmat yang juga pernah menjadi Ketua KPID DIY beberapa waktu sebelumnya.
Pembahasan peraturan ini juga akan mengajak semua unsur yang terkait antara lain KPID, AJI, ATVSI, ATVLI, PRSSNI dan asosiasi terkait lainnya. “Kita akan surati KPID, AJI, ATVSI, ATVLI dan asosiasi lainnya untuk membahas revisi ini,” kata Rahmat.
Pada saat diskusi dengan PRSSNI, Fahri Muhammad, memberikan buku pedoman siaran radio yang buat PRSSNI pada 2010 lalu. Buku pedoman itu berjudul “Standar Profesional Radio Siaran”. Menurut Fahri, pedoman tersebut dapat jadi masukan terkait pengaturan siaran radio dalam P3 dan SPS hasil revisi KPI nanti.
Dalam pertemuan, turut hadir Ketua KPID Sumut, Harris Nasution, Koordinator Pemantauan KPI Pusat, Irvan Senjaya, Tenaga Ahli Hukum KPI, Benny Hehanusa, dan Asisten KPI Pusat. Red
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampainya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Media Tidak Boleh “Seolah-olah” Putuskan Sebuah Kasus yang Belum Diputuskan Pengadilan
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampaiannya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Red
pembuly-an secara verbal sangat tidak pantas untuk di siarkan.saya harap KPI bisa menegur TRANS TV untuk mengganti dengan tayangan yang lebih layak.trimakasih
Pojok Apresiasi
Octavianus Wanda Sri Dharmawan
Celetuk khas komeng sangat terhibur, apalagi si Adul.
Pokoknya program "KOPLAK - RCTI" nantinya harus masuk nominasi "Komedi Terfavorit"