- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 68051
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis.
Jakarta -- Di tengah krisis saat ini, kebutuhan kita terhadap media, baik itu media sosial dan media pada umumnya sangatlah besar. Hal ini terkait keperluan kita untuk mendapatkan dan mengakses seluruh informasi yang terjadi di luar maupun nasional termasuk jalannya pemerintahan di saat pandemi.
Dalam situasi seperti ini, pola komunikasi krisis seharusnya segera digunakan pemerintah. Ini untuk memastikan persepsi publik bahwa negara dalam keadaan siap menghadapi krisis sekaligus juga peduli dengan publik. Pandangan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat mengisi sesi Diskusi Virtual dengan tema “Media dan Komunikasi Krisis di Tengah Pandemi Covid-19” di laman aplikasi zoom, Selasa (14/4/2020).
Dia mengatakan metode komunikasi krisis yang tepat akan menghasillan komunikasi yang baik dan tepat sasaran. Menyangkut persoalan wabah Corona, lanjut Andre, pemerintah harus selalu memberikan informasi penting terkait kasus Covid-19.
“Komunikasi krisis dapat diartikan adalah seorang komunikator harus dapat dipercaya, terbuka, berbasis keseimbangan terhadap kejadian dan data pendukung yang akan disampaikan ke khalayak luas,” katanya.
Yuliandre yang merupakan Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat ini menuturkan, manajemen krisis pada situasi yang krusial seperti sekarang harus terorganisir dengan baik. Dia juga menilai adanya kemungkinan dari dampak krisis yang menyebabkan beberapa pihak, baik swasta maupun negeri, yang gamang melaksanakan tindakan atau respons komunikasi yang efektif dan tepat, berpotensi mengalami masalah besar.
“Tujuan utama komunikasi dalam krisis adalah menjaga kepercayaan publik melalui saluran media arus utama maupun media sosial. Oleh karenanya, dalam komunikasi krisis ini perlu adanya pasokan keakuratan data dan merespons kebutuhan informasi secara tepat dan cepat kepada media. Jangan sampai justru media mengolah informasi secara liar sehingga menimbulkan framing negatif dan berdampak buruk terhadap citra sebuah Lembaga pemerintah maupun swasta,” tutur mantan Presiden OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF).
Andre juga meminta media penyiaan pada situasi sekarang semestinya menjadi agen perubahan dalam mengkomunikasikan kasus penyebaran Covid-19. Terkait permintaan itu, lanjutnya, KPI telah mengeluarkan himbauan untuk seluruh Lembaga Penyiaran agar dapat berkontribusi lebih dalam menyajikan informasi yang akurat dan tepat.
Saat ini, Andre yang pernah menjabat Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2016-2019, menyatakan bahwa di saat seperti ini masyarakat memerlukan adanya asupan edukasi secara menyeluruh. Bahkan, KPI Pusat telah menyerukan kepada setiap Lembaga penyiaran untuk menghadirkan tayangan yang bersifat edukatif.
Perlu diketahui, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah mengeluarkan Imbauan dan Evaluasi Muatan Siaran di Masa Pandemi COVID-19 dengan Nomor 183/K/KPI/31.2/03/2020 diterangkan bahwa; (Berikut link surat edaran)
KPI juga mengeluarkan surat edaran Nomor 156/K/KPI/31.2/03/2020 Tentang peran serta Lembaga Penyiaran ada enam point yang diminta KPI dalam surat tersebut. (Berikut link surat edaran)
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar ilmu komunikasi Universitas Indonesia, Ibnu Hamad, mengatakan salah satu figur penting dalam kondisi krisis seperti ini adalah perlunya peran sang juru bicara. Menurutnya, juru bicara tunggal akan mengurangi potensi munculnya pernyataan yang beragam dan bertentangan. Juru bicara juga mencerminkan kesatuan visi perusahaan, serta menjaga konsistensi dan kontinuitas proses komunikasi dengan publik melalui media.
“Karena itu, menjadi penting bagi negara atau pihak mana pun dalam proses penyampaian obyektivitas oleh juru bicara tentang kondisi aktual sebelum atau pada saat munculnya krisis dalam framing positif. Selain itu, harus peduli dengan kepentingan publik dan empati,” ucapnya. *