Jakarta - Memasuki minggu ketiga Ramadhan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada delapan program siaran Ramadhan di televisi. Kedelapan acara yang mendapatkan sanksi teguran adalah “Sahurnya Pesbukers” (ANTV), “Yuk Kita Sahur” (TransTV), “Sahurnya OVJ” (Trans 7), “Karnaval Ramadan” (Trans TV), “Hafidz Indonesia” (RCTI), “Mengetuk Pintu Hati” (SCTV), “Promo Siaran Karnaval Ramadan” (Trans TV), dan iklan “PT Djarum edisi Ramadhan versi merawat orangtua”. Di antara program-program siaran tersebut, “Sahurnya Pesbukers” (ANTV) dan “Yuk Kita Sahur” (TransTV) telah mendapatkan dua kali sanksi teguran tertulis. Demikian ditegaskan dalam Siaran Pers yang dikeluarkan KPI Pusat, Selasa, 30 Juli 2013.

Berdasarkan hasil pemantauan KPI Pusat, secara umum sejumlah stasiun TV telah menampilkan acara dengan semangat Ramadhan, melalui acara-acara ceramah, talkshow, features, pencarian bakat, sinetron tertentu, dan film serial. Namun, ditemukan pelanggaran isi siaran yang sama dengan pelanggaran yang dilakukan pada tahun-tahun lalu, yang dilakukan oleh beberapa acara komedi yang bersiaran langsung, terutama pada saat sahur.

Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) 2012, terdapat empat bentuk pelanggaran yang banyak dilakukan oleh acara-acara komedi. Pertama, pelanggaran atas perlindungan kepada orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu (melecehkan orang dengan kondisi fisik tertentu atau orang dengan orientasi seks dan identitas gender tertentu atau pekerjaan tertentu atau yang memiliki cacat fisik dan/atau mental). Kedua, pelanggaran atas perlindungan anak. Ketiga, melanggar norma kesopanan (dan kesusilaan). Keempat, melanggar ketentuan penggolongan program siaran (program klasifikasi R/Remaja).

Dalam berbagai acara komedi, beberapa adegan yang tidak pantas ditampilkan di ruang publik muncul secara hampir merata. Beberapa di antaranya: aksi pelemparan tepung atau bedak ke wajah atau ke kepala, mendorong tanpa alasan jelas, menoyor kepala, menjejalkan sesuatu ke dalam mulut, memukul dengan benda tertentu (yang dikatakan sebagai benda lunak), bahkan juga menampilkan adegan cium ketiak. Acara komedi juga banyak menampilkan pemain laki-laki berpakaian perempuan dan berlagak sebagai laki-laki yang keperempuan-perempuanan. 

Acara-acara komedi Ramadhan ini menampilkan kuis dengan hadiah ratusan ribu rupiah, namun pertanyaan yang diajukan banyak yang tidak terkait dengan Ramadhan atau agama Islam. Banyak yang diajukan dalam kuis adalah pertanyaan sepele yang cenderung meremehkan kecerdasan publik.

KPI Pusat menilai secara umum tidak ada niat dari penyelenggara televisi yang menampilkan acara komedi untuk menghormati bulan Ramadhan, karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan merupakan pengulangan dari tahun-tahun sebelumnya. Penyelenggara televisi juga mengabaikan keluhan masyarakat terutama saat sahur dan berbuka, saat anak-anak dan remaja banyak yang memilih televisi sebagai teman santap buka dan sahur.

KPI Pusat juga memberikan sanksi kepada acara menjelang buka puasa yang disponsori oleh produsen rokok, yakni “Mengetuk Pintu Hati” (SCTV), dan iklan perusahaan rokok. Sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) 2012, program siaran yang berisi segala bentuk dan strategi promosi yang dibuat oleh produsen rokok wajib dikategorikan sebagai iklan rokok dan karenanya hanya boleh disiarkan pada pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat.

Sampai saat ini, pengaduan publik terkait acara Ramadhan yang diterima KPI Pusat berjumlah 296 pengaduan. Pengaduan publik umumnya disampaikan melalui sms, twitter, dan email.

KPI Pusat kini juga sedang melakukan pengkajian terhadap beberapa program Ramadhan yang mendidik serta sesuai dengan nuansa Ramadhan. KPI Pusat akan mengumumkan hasil pemantauannya usai Ramadhan.

KPI Pusat meminta semua stasiun TV untuk terus memperbaiki isi siarannya sesuai dengan semangat Ramadhan dan secara umum mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) 2012.

KPI Pusat terus mengharapkan masyarakat dapat mengadukan acara-acara televisi dan radio yang dianggap bermasalah ke KPI melalui SMS: 081213070000, email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya., twitter: @KPI_Pusat, facebook: Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, telepon ke Call Center KPI: 021-63040626 atau ke alamat KPI: Gedung Bapeten Lt. 6, Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 10120. Red




Surabaya – Kasus pembajakan siaran televisi berlangganan semakin marak. Dua tahun terakhir kasus yang ditemukan Asosiasi Perusahaan Multimedia Indonesia (APMI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencapai 27 kasus pelanggaran yang dikatagorikan pelanggaran hak cipta.

Pelanggaran ini diakibatkan karena perkembangan TV berlangganan sangat pesat. Menurut Media Partner Asia, penetrasi televisi berbayar mencapai 46% pada tahun 2009 (meningkat 9% dari tahun sebelumnya), atau sekitar 47% dari total pelanggan televisi berbayar di dunia. Tahun 2015 diprediksi akan ada setidaknya 400 juta pelanggan televisi berbayar di kawasan Asia Pacific (termasuk Indonesia).

Menurut Handiomono, Head of Legal & Litigation APMI dalam sebuah diskusi Pembajakan Siaran Televisi Berlangganan beberapa waktu lalu, akibat pembajakan konten di Asia pada 2009, total kehilangan pendapatan mencapai USD 2 Miliar atau naik dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Menurut riset Dataxis tampak bahwa kerugian akibat pembajakan tumbuh lebih cepat dibandingkan laju pendapatan yang bisa diraup industri yang sah.

Karena itu, Polri serius untuk menangani kasus ini. Polri siap melanjutkan investigasi dan penindakan hukum secara lebih serius terhadap pelaku penyiaran TV berlangganan illegal. “Karena itu perlu peran aktif dari industri, aparat hukum, maupun pemerintah sebagai pemegang regulasi untuk melakukan tindakan hukum secara nyata dan meluas,” jelas Handiomono.

Kampanye anti pembajakan siaran televisi berlangganan saat ini gencar dilakukan sebagai langkah penting melindungi pertumbuhan siaran televisi berlangganan di Indonesia. Pelaku pembajakan terdiri dari korporasi legal dan individu yang mencoba mengambil keuntungan secara pribadi ataupun korporasinya dengan melakukan pembajakan konten siaran. Rata-rata pelaku individual tidak memiliki ijin usaha ataupun ijin penyiaran. Mereka mendistribusikan saluran premium secara illegal kepada pelanggannya. Sementara beberapa kasus juga dilakukan korporasi resmi sebagai badan usaha dan pemilik ijin siaran dari Kominfo, namun tidak memiliki kerjasama dengan content provider untuk menyiarkan saluran premium yang didistribusikan kepada para pelanggan.

Saat ini, tindakan hukum telah dilakukan APMI dengan memberikan somasi hingga melaporkan kasus tersebut kepihak berwajib. Dari 27 kasus, beberapa diantaranya sudah menghasilkan keputusan hukum, dan ada pula yang masih taraf persidangan seperti yang terjadi beberapa waktu ini di Karanganyar (Jawa Tengah).

Tindakan hukum ini memang penting dilakukan karena dikatakan Handiomono sudah sangat merugikan penyedia layanan TV Berbayar secara resmi. Salah satu contoh kasus adalah penahanan terhadap Daniel, seorang warga Manado, Sulawesi Utara, yang tertangkap tangan melakukan pembajakan siaran premium. Salahsatu perusahaan TV berbayar telah melaporkan aksi kejahatan tersebut ke Polres Manado, dalam hitungan hari tinggal menunggu vonis terhadap Daniel. Soalnya segala bukti-bukti telah terkumpul dan telah melewati beberapa kali proses pengadilan.

Tersangka Daniel dijerat dengan tindak pidana pelanggaran Hak Cipta dan Hak Siar sebagaimana diatur dalam pasal 49 dan 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan atau pasal 25 dan 33 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Hak Siar juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Modus operandi yang dilakukan oleh tersangka adalah dengan menangkap siaran tanpa ijin pemilik dan tanpa ijin pemerintah (IPP – Ijin Penyelenggaraan Penyiaran). Berdasarkan catatan APMI, setidaknya terdapat 695 pelaku usaha televisi berbayar yang meredistribusikan siaran secara ilegal di seluruh Indonesia. Dari angka tersebut, diperkirakan jumlah pelanggan televisi berbayar ilegal di Indonesia mencapai 1,4 juta rumah tangga. Berdasarkan data yang pernah dirilis di 2011 menyebutkan bahwa jumlah pelanggan ilegal mencapai lebih dari dua juta per bulannya. Kerugian yang diterima penyelenggara resmi TV berlangganan mencapai hingga miliaran rupiah setiap bulannya. Red dari Surabayapagi.com

Jakarta – Pemilihan umum 2014 memang masih beberapa bulan lagi. Tapi persiapan menuju pesta demokrasi lima tahunan tersebut mulai galak-galaknya dilakukan berbagai pihak termasuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Salah satu upaya yang disedang dikerjakan KPI adalah merumuskan pengaturan penyiaran Pemilu 2014 bersama-sama lembaga terkait dalam kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD), Jumat, 27 Juli 2013.

Dalam FGD lanjutan yang berlangsung usai sholat Jumat yang dipimpin langsung PIC Penyiaran Pemilu 2014 KPI, Idy Muzayyad, dibahas persoalan-persoalan yang harus segera dituntaskan seperti ketentuan iklan kampanye, ketentuan pemberitaannya, iklan layanan masyarakat serta fokus pengaturan penyiaran Pemilu.

Diawal acara FGD, berlangsung pemaparan dari beberapa narasumber yakni Komisioner KPI Pusat, Ferry Kurni Rizkiyansyah, Perwakilan ATVSI, Uni Lubis, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M. Afifuddin, dan Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), Amir Effedi Siregar. Acara pemaparan ini dimoderatori Komisioner KPI Pusat, Azimah Soebagyo.

Feri dalam pemaparannya menjelaskan permasalahan sosialisasi dan pendidikan Pemilu bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan partisipasi angka pemilih dalam Pemilu 2014. KPU menargetkan partisipasi masyarakat menembus angka 75%. Angka ini setidaknya lebih tinggi dari partisipasi pemilih dalam Pemilu 2009 lalu yang hanya mencapai 72%.

Kemudian, Uni Lubis, menyampaikan masukan dari ATVSI terkait peraturan Pemilu bagi media penyiaran khususnya televisi. Masukan dari pihaknya sudah dikirimkan ke Dewan Pers dan KPI. Uni juga menceritakan pengalaman di sejumlah Negara mengenai keterlibatan media di negara tersebut ketika berlangsungnya prosesi demokrasi seperti ini.

Sementara itu, Amir Effendi Siregar, pada saat pemaparan, menyoroti soal independensi dan netralitas media dan jurnalis dalam Pemilu mendatang. Menurutnya, ditulis dalam materi presentasinya, media tidak akan bisa 100 persen independen. Namun, semakin tinggi derajat independensi dan netralitasnya, semakin tinggi kredebilitasnya, semakin disukai dan semakin mampu membentuk opini publik.

“Akhirnya, jika ingin menjadi media jurnalis dan media yang baik, independensi dan netralitas harus ditegakkan. Bila tidak, media akan ditinggalkan audiens, bisa mendapatkan sanksi etik dan atau hukum," paparnya di depan peserta FGD yang juga dihadiri sejumlah perwakilan dari stasiun TV dan radio.

Afifuddin menyampaikan pentingnya pendidikan politik bagi pemilih. Dan, pendidikan tersebut wajib juga dilakukan oleh media penyiaran. Hal-hal yang media mesti lakukan antara lain memberikan informasi kepada masyarakat terkait Pemilu secara umum, misalnya himbauan ke masyarakat untuk cek DPS dan lainnya. Kemudian, memberi informasi pada masyarakat atas program-program peserta Pemilu serta melakukanpendidikan pemilih kepada masyarakat secara umum.

“Media juga berfungsi sebagai pemantau sekaligus dipantau. Media itu berfungsi memantau peserta Pemilu, penyelenggara Pemilu, memberitakan aktifitas peserta Pemilu. Selain itu, siaran media menjadi obyek yang harus dipantau oleh publik, misalanya iklan capres yang sudah marak,” kata Afifuddin.

Pada saat sesi tanyajawab, beberapa peserta menanyakan fungsi beberapa media seperti lembaga penyiaran komunitas. Pasalnya, lembaga penyiaran komunitas memiliki peran strategis untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat. Hal ini tidak lepas dari fungsi dan kedekatan media ini dengan komunitasnya. Red

Cirebon- Indonesia mengalami ketidakhadiran atas tiga hal yang dibutuhkan sebuah negara untuk maju dan berkembang. Tiga hal itu adalah ketidakhadiran kepemimpinan, kejujuran dan kepercayaan. Untuk itu, dibutuhkan revitalisasi media penyiaran menghadirkan tiga hal tersebut. Demikian disampaikan Mahfudz Siddiq, Ketua Komisi I DPR-RI, dalam acara Diskusi Publik Daerah dengan tema Media Penyiaran sebagai Sarana Pendidikan Bagi Masyarakat ,(17/7).

Revitalisasi media penyiaran juga diperlukan untuk menyeimbangkan seluruh peran dan fungsi lembaga penyiaran sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Penyiaran. Sehingga,  masyarakat juga mendapatkan manfaat yang sangat optimal dengan kehadiran media penyiaran di tengah mereka.

Sementara itu, komisioner KPI Pusat  Azimah Subagijo menyampaikan peran penting media dalam mengedukasi masyarakat. Selama ini sudah banyak orang yang memanfaatkan media, khususnya penyiaran, menjadi sarana pembelajaran. Namun demikian, harus disadari, pembelajaran ini pun ada dua jenis, yang baik dan buruk. Azimah menyontohkan kasus pembobolan ATM Bank yang ditayangkan modusnya di televisi, ternyata menginspirasi masyarakat yang punya niat jahat untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Untuk itu, ujar Azimah, media penyiaran

Media penyiaran ini, menurut Mahfudz, ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi masyarakat seharusnya bersyukur karena banyaknya media penyiaran di sekitarnya menjadi berkah untuk mempermudah komunikasi antas masyarakat. Namun di sisi lain, media pun bisa menjadi musibah kalau program siarannya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 

Dalam kesempatan dialog tersebut,  Ketua KPID Jawa Barat, Neneng Athiatul Faiziyah menyampaikan permasalahan penyiaran di  Jawa Barat. Menurutnya, Jawa Barat memang memiliki potensi penyiaran paling besar se-Indonesia. Terbukti dari 2300-an lembaga penyiaran yang berizin, 1300 di antaranya berasal dari Jawa Barat. Hal ini sangat wajar, ujar Neneng, mengingat jumlah penduduk Jawa Barat memang terbesar se-Indonesia, hingga 49 juta orang. Namun demikian, Neneng berharap kehadiran muatan lokal di lembaga penyiaran harus dirasakan oleh masyarakat. Saat ini, dirinya merasakan betul, tergerusnya karakter bangsa dengan serbuan budaya luar yang masuk lewat penyiaran.

Muatan lokal sendiri, menurut Neneng, bukan sekedar masalah tari-tarian dan kuliner lokal. Ada banyak unsur lain yang bisa dihadirkan di ruang siar masyarakat, terkait muatan lokal. Kewajiban muatan lokal ini menurut perwakilan dari Radio Prima FM, dari Haurgeulis Indramayu, memang mengakomodir keinginan masyarakat banyak. Namun bagi lembaga penyiaran, menghadirkan muatan lokal tidak menjanjikan secara ekonomis. Sebagai contoh, program Tarling di radio tersebut, ternyata digemari oleh pendengar dengan usia 50 tahun ke atas. Meskipun ada pendengar, namun untuk kalangan usia tersebut, ternyata tidak mengundang pengiklan yang strategis.

Dalam diskusi yang juga dihadiri lembaga penyiaran dari Indramayu, kota dan kabupaten Cirebon itu, banyak memberikan masukan bagi KPI dan juga Komisi I DPR RI. Diantaranya kembali mewajibkan relay dari RRI pada setiap peringatan hari-hari nasional, guna menumbuhkan lagi rasa nasionalisme di tengah masyarakat.

Jakarta – 4 stasiun TV (RCTI, SCTV, Trans TV dan PT Cipta TPI) mendapat teguran KPI Pusat terkait penayangan iklan “PT Djarum Edisi Bulan Ramadhan versi merawat orangtua” di stasiun TV tersebut. Iklan di atas dinilai melanggar ketentuan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012. Hal itu disampaikan KPI Pusat dalam surat tegurannya yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Kamis, 25 Juli 2013.

Pelanggaran yang dilakukan dalam iklan itu adalah ditampilkannya bentuk dan strategi promosi yang dibuat oleh produsen rokok, yakni PT Djarum, yang ditayangkan di luar pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan siaran iklan dan perlindungan anak dan remaja.

Adapun iklan yang melanggar ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 23 Juli 2013 pukul 17.45 WIB. Stasiun SCTV pada tanggal 23 Juli 2013 pukul 17.47 WIB. Stasiun Trans TV pada tanggal 23 Juli 2013 pukul 12.47 WIB. PT Cipta TPI pada tanggal 23 Juli 2013 pukul 17.53 WIB.

Beberapa waktu lalu, KPI Pusat telah mengirimkan surat No. 389/K/KPI/07/13 tertanggal 16 Juli 2013 perihal peringatan tertulis atas iklan tersebut kepada seluruh stasiun TV. Dalam surat tersebut, KPI Pusat telah meminta Saudara untuk segera melakukan evaluasi internal dengan cara tidak lagi menayangkan iklan tersebut di luar pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat

Menurut Mochamad Riyanto, tindakan penayangan iklan tersebut melanggar P3 KPI Pasal 14 dan Pasal 43 serta SPS Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) dan (2).
   
“Kami meminta kepada semua stasiun TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran, termasuk iklan, dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat,” jelas Riyanto. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.