- Detail
- Dilihat: 11867
Jambi - Bagi keluarga di Indonesia, televisi seperti ruang keluarga terbesar abad ini. Menonton siaran televisi sebagai sarana pertemuan semua anggota keluarga. Dengan segala perabot rumah tangga yang sesungguhnya, saat menonton televisi bersama keluarga, terdapat ruang pendidikan bagi orang tua kepada anak-anaknya di dalamnya.
Hal itu dikemukakan sutradara Garin Nugroho Riyanto atau yang kondang dikenal dengan nama Garin dalam acara dialog peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-81 yang berlangsung di Novita Hotel, Jambi, Selasa, 22 April 2014. Acara dialog yang disiarkan langsung TVRI Jambi itu mengusung tema, “Mewujudkan Penyiaran Indonesia yang Berdaulat”.
Pembicara lain dalam dialog itu juga dihadiri oleh Ketua Komisi 1 DPR RI Mahfudz Siddiq dan perwakilan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Hardijanto. Sedangkan peserta yang hadir adalah komisioner seluruh KPI Pusat dan KPID yang acaranya bersamaan dalam pelaksanaan acara Rapat Koordinasi Nasional 2014 (Rakornas).
Menurut Garin, isi siaran televisi adalah jenis hiburan dalam rumah. Selayaknya hiburan dalam rumah, siaran televisi yang baik juga bisa menampilkan siaran tanpa mengabaikan umur dari anggota keluarga yang menonton. Selain itu juga, menurut Garin, juga siaran yang menjunjung nilai-nilai etika dasar yang bisa di terima semua kalangan.
Sutradara film “Mata Tertutup” ini mencontohkan, bagaimana kurangnya etika dalam beberapa materi siaran di televisi. Salah satunya, iklan yang menampilkan anak sekolah yang terlambat sekolah kemudian dimarahi oleh gurunya dan oleh orang tuanya dihadiahi mobil kendaraan pribadi agar tidak terlambat.
“Coba dipikirkan, di mana etikanya? Masa anak kecil diberi hadiah kendaraan pribadi gara-gara terlambat sekolah. Kalau tontonan semacam itu terus-menerus ditayangkan, lama-lama hal itu menjadi lumrah bagi masyarakat kita. Kalau sudah begitu, bapak-bapak dan ibu-ibu di sini yang repot, bakal ditagih oleh anak-anaknya untuk dibelikan kendaraan,” terang Garin yang disambut senyum dan tawa kecil peserta yang hadir.
Saat waktu pertemuan dengan seluruh anggota keluarga, televisi adalah medium penting itu. Jika isi siaran televisi kian tidak sehat dan tidak informatif, menurut Garin, akan membuat adanya pergeseran makna menonton bersama keluarga.
“Menonton televisi itu adalah hiburan dalam rumah. Saat menonton bersama keluarga, di situ ada keakraban keluarga di dalamnya. Ada ruang pendidikan di dalamnya. Dalam ruang keluarga itu juga dikuatkan dengan suasana perabotan dan furnitur ruangan, biasanya ada foto keluarga di dalamnya. Dengan siaran saat ini banyak orang tua yang merasa diambil ruang-ruang itu,” terang Garin.
Saat diminta memberikan refleksi penyiaran selama 81 tahun di akhir acara, Garin lebih banyak bicara dari sudut pandang media televisi. Menurut pria kelahiran Surakarta 1961 ini, kondisi siaran televisi saat ini mengalami penurunan kualitas isi siaran. “Banyak teman-teman produser yang curhat ke saya. karya mereka yang ditayangkan di televisi meski memiliki ratting yang tinggi versi lembaga ratting, namun malu sendiri dengan karyanya,” ujar Garin menuturkan.
Saat ini DPR RI masih menggodok revisi Undang-undang Penyiaran atau Undang-undang Nomor 32 tahun 2002. Dalam konteks peraturan itu, Garin menjelaskan kriteria isi siaran televisi yang ideal bagi masyarakat, yakni televisi yang membebaskan kreativitas, mendorong bisnis, namun tetap diawasi oleh profesionalisme, etika, dan pengetahuan. Menurutnya, demokratisasi dalam penyiaran harus diiringi dengan keterampilan, etika, pengetahuan.
“Yang perlu dilakukan KPI dalam kondisi saat ini adalah berpihak pada masyarakat dengan nilai-nilai yang diinginkan. Sudah banyak keluarga yang kehilangan ruang-ruang pertemuannya. Saya melihat industri penyiaran kita saat ini serba bisa. Yang tidak bisa dan tidak punya apa-apa itu justru masyarakat itu sendiri,” papar Garin.
Sedangkan menurut Hardijanto, berharap agar sistem regulasi penyiaran yang masih dalam tahap revisi saat ini benar-benar dipikirkan dengan matang sebelum diputuskan. Dia mencontohkan, agar aturan main dunia penyiaran tidak terkesan tanggap saat kondisi darurat. “Regulasi penyiaran kita ke depan jangan bersifat reaktif, tapi bisa antisipatif dan aplikatif. Kemudian, bagaimana menyatukan antara regulator, industri, dan masyarakat itu sendiri,” terang Hardijanto.
Namun Hardijanto mengakui akan isi siaran televisi saat ini yang banyak menuai kritik dari berbagai pihak. Menurutnya kondisi siaran khususnya konten siaran saat ini memiliki persoalan dari berbagai hal. “Kesulitan televisi sekarang adalah kekurangan penulis naskah dan sutradara yang handal,” ujar Hardijanto.
Usai dialog acara puncak Harsiarnas 2014 ditutup dengan penyerahan penghargaan sebagai bentuk apresiasi penyiaran nasional kepada insan atau lembaga yang dianggap memiliki peran aktif dan massif dalam dunia penyiaran. Penerima apresiasi penyiaran nasional tahun ini diberikan kepada Harry Wiryawan selaku penggagas Harsiarnas. Kemudian Provinsi Kalimantan Selatan atas upaya aktif dalam menggerakkan literasi media. Terakhir diberikan kepada Yayasan Pengembangan Media untuk Anak atas usaha terus menerus menghidupkan literasi media untuk anak.
Penyerahan penghargaan diberikan oleh Ketua Komisi 1 DPR RI Mahfudz Siddiq dan didampingi Ketua KPI Pusat Judhariksawan di hadapan peserta dan komisioner dari 33 provinsi di Indonesia.