Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali melanjutkan pembahasan tentang hak akses KPI dalam pelayanan permohonan penyelengggaraan perizinan penyiaran di dalam OSS (Online Single Submission). Hak akses ini untuk memudahkan KPI (KPI Pusat dan KPID) mengetahui lembaga penyiaran mana saja yang sudah berproses izin. 

Komisioner sekaligus Koordinator Pengeloan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat, Mohamad Reza, menyampaikan permintaan hak akses ini tidak lain untuk mengetahui secara terbuka daftar lembaga penyiaran yang telah melakukan proses perizinan penyiaran. “Ini untuk memudahkan kami untuk bisa mengetahui lembaga penyiaran mana saja yang sudah berproses perizinan. Kami juga ingin tahu secara legal penyelenggaraan perizinan seperti ini,” katanya.

Reza juga menyampaikan pihaknya telah menyiapkan alur bisnis yang telah dibuat KPI dan akan diserahkan kepada BKPM. “Tim IT dan legal sudah menyiapkan flowchartnya,” tambahnya.

Sementara Tim Pengembangan Teknis Aplikasi OSS, Agus, menyatakan telah menyiapkan dashboard (dasbor) atau papan istrumen untuk KPI dapat mengakses hak akses dalam OSS. Untuk bentuk dasbor seperti apa, semuanya diserahkan kepada KPI. “Nanti KPI perlu bersurat kepada BKPM yang tujuannya untuk meminta hak akses. Untuk formatnya, nanti kami akan sampaikan apa saja yang kami butuhkan untuk proses permintaan hak akses tersebut,” jelasnya.

Menanggapi keterangan pihak penyelenggara OSS dan BKPM yang menerima permintaan KPI untuk mendapatkan hak akses, Reza menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, KPI tidak akan menambah-nambah dan akan menyesuaikan dengan Undang-undang yang berlaku. “Kami tidak ingin menjadi lembaga yang diambil tupoksinya karena tidak menjalankan tugas fungsinya,” tegas Echa, panggilan akrabnya.  

Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri, berharap proses ini dapat berjalan baik dan memperkuat bentuk SOP (standar operasional prosedur) agar aplikasi ini tidak disalahgunakan serta tepat guna. ***

 

 

Serpong – Momentum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berlangsung setiap tahun, secara regulasi, memang merupakan forum pengambilan kebijakan terhadap isu penyiaran. Selain itu, tentu juga menjadi sarana bagi seluruh anggota KPI untuk berbagi pengalaman dalam menerapkan kebijakan yang prakteknya kerap kali tidak sama di masing-masing daerah. Beragam Isu yang dibahas dalam Rakornas KPI 2022, diantaranya migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital, pelaksanaan Analog Switch Off (ASO), serta penguatan kelembagaan KPI di daerah.  Dalam Sarasehan Rakornas KPI 2022 yang digelar seusai Pembukaan Rakornas, Maman Suherman selaku Pengamat Media tampil sebagai pemandu acara.

Isu penting lain yang mencuat dalam dunia penyiaran adalah tuntutan hadirnya keadilan regulasi, baik dalam regulasi usaha dan regulasi informasi antara media baru dengan lembaga penyiaran. Saat diminta tanggapan atas pernyataan Kang Maman ini, Gilang Iskandar dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyatakan, kita dorong saja DPR dalam revisi undang-undang. Panitia Kerja (Panja) sudah bergerak sekarang. “Bagi kita, ini unfair treatment,” tegas Gilang. Di satu sisi hoax, ujaran kebencian, sex bebas dan LGBT tidak ada di televisi free to air, kalau pun ada sangatlah sedikit. Di sisi lain, konten tersebut ada banyak di media sosisal dan Over The Top (OTT).  

Sementara dengan aturan yang ketat, lembaga penyiaran harus menghadapi mereka yang sekali merdeka, merdeka sekali. Termasuk dengan pertumbuhan pasarnya yang sangat besar, sejak tahun 2014 mencapai 15,1 persen. “Jika bicara garda pertahanan karakter bangsa dan nasionalisme kita, ya seharusnya lembaga penyiaran dibantu agar tetap eksis. Di lain pihak, mesti diatur nih barang transnasional bagaimana caranya,” tegas Gilang. Hal itu dapat diwujudkan dengan keberanian sebagaimana Inggris dan Australia membuat regulasi. “Tinggal keberanian politik saja, mau atau tidak. Dan kita akan berhadapan dengan negara besar,” tambahnya. Tapi demi keselamatan bangsa, kita harus mendorong DPR memasukkan aturan tersebut. Masukan lanjutan dari Gilang, kalau ternyata DPR menetapkan yang mengawasi konten media baru adalah KPI, maka KPI harus dilengkapi dengan alat-alat pemantauan yang lebih canggih dan anggaran yang lebih besar.

Senada dengan Gilang, perwakilan Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) Mohammad Riyanto juga menilai perlunya peraturan yang lebih spesifik untuk menjangkau platform media digital. “Sehingga ada satu pemikiran, arah regulasi juga dapat membuat keseimbangan pasar di tengah masyarakat,” ujarnya. 

Selain televisi, kebutuhan untuk aturan yang setara juga diserukan oleh pelaku penyiaran di radio. Ketika ditanya Kang Maman soal prediksi radio telah menjelang “sunset”,  Sekretaris Umum Pengurus Pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) M Rafiq memaparkan terobosan yang ditempuh PRSSNI di era disrupsi digital. Di Indonesia yang berpenduduk 270 juta, ternyata smartphone yang online sebanyak 370 juta. “Artinya ada 100 juta orang yang memiliki telepon seluler lebih dari satu,” ujarnya. Ada 205 juta pengguna internet aktif di Indonesia, 93% mengakses internet menggunakan gadget. Dari 205 juta orang itu, tiga jam lebih dalam sehari bermain sosial media. “Alhamdulillah masih 2 jam 50 menit menonton televisi baik itu teresterial atau pun streaming. Celakanya yang mendengarkan radio tinggal 35 menit saja,” papar Rafiq. 

Dengan kondisi seperti ini, PRSSNI berusaha untuk tetap relevan dan hadir di 370 juta smartphone yang online selama delapan jam sehari. Saat ini PRSSNI bekerja sama dengan 3 aplikasi, diantaranya langit musik, sehingga 600 radio anggota PRSSNI akan dapat didengarkan siaran langsungnya melalui streaming di tiga aplikasi tersebut. “Dan kita juga siapkan audio on demand, podcast, features, sandiwara radio, playlist dan lain-lain,” terangnya

Tentu saja dengan kondisi seperti ini sangat diharapkan pemerintah membuat aturan terhadap konvergensi media. “Kenapa? Karena saya khawatir ada anggota PRSSNI yang nakal,” tegas Rafiq. Kita tahu persis bahwa iklan produk tembakau dan turunannya, iklan alkohol dan dan alat kontrasepsi diatur sangat keras untuk siaran teresterial. “Pada saat siaran streaming, saya khawatir pasti akan ada colongan. Pasti akan ada radio yang menayangkan iklan rokok tidak pada jamnya, toh streaming tidak apa-apa, kan tidak diatur, Kalau radio ditegur, pasti orang radio akan bilang kenapa tak kau tegur spotify?,” ungkapnya lagi. 

Diakui pula oleh Rafiq, saat ini dengan siaran yang konvergen tersebut, ada potensi menyiarkan lagu-lagu yang sebenarnya masuk daftar merah oleh KPI, yang disarankan tidak disiarkan kecuali setelah diedit. Tapi kalau siaran melalui streaming, tentu bukan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Karenanya aturan konvergensi itu harus segera disusun supaya fair untuk kita semua, terangnya. 

Pengalaman di tahun 2019 misalnya, Rafiq memaparkan total radio expenditure mencapai 1,7 triliun. Tapi pada tahun yang sama, media order yang diterima oleh Spotify juga mencapai 1,7 triliun. Mungkin karena di sana dapat memutar lagu-lagu yang tidak bisa diputar di radio. Dia juga bisa pasang iklan yang tidak boleh disiarkan oleh radio, dan tetap aman. Jadi yang ditekankan adalah munculnya segera regulasi konvergensi media yang menyediakan ring tinju yang aman buat kita. “Yang diatur kita, tapi yang datang dari luar sana gak diatur,” tutup Rafiq. 

Foto: KPI Pusat/ Agung R

 

BERITA ACARA

RAPAT KOORDINASI NASIONAL KOMISI PENYIARAN INDONESIA

TAHUN 2022

 

Pada hari ini, Selasa, tanggal delapan, bulan November, tahun dua ribu dua puluh dua, pada pukul 21.00 WIB, bertempat di Hall Nusantara 3 ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten, telah dilaksanakan Rapat Pleno pada Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2022 yang telah menghasilkan beberapa rekomendasi dan keputusan pada masing-masing bidang sebagai berikut:

I. Bidang Kelembagaan

1. Mengesahkan Rancangan Peraturan KPI tentang Kelembagaan menjadi Peraturan KPI tentang Kelembagaan KPI;

2. Mengesahkan Rancangan Peraturan KPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Komisi Penyiaran Indonesia menjadi Peraturan KPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Komisi Penyiaran Indonesia.

 

II. Bidang Pengawasan Isi Siaran

3. KPI akan melanjutkan pembahasan revisi P3SPS setelah Undang-Undang Penyiaran yang baru disahkan;

4. Hal-hal yang belum diatur dalam P3SPS Tahun 2012 dibuat dalam Surat Edaran yang bersumber dari pasal-pasal draf P3SPS Tahun 2021;

5. KPI meminta komitmen Lembaga Penyiaran TV Digital terkait program siaran lokal sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran;

6. Membentuk tim penyusunan instrumen pengawasan sebagai tindak lanjut Peraturan KPI tentang Rekomendasi Pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Karena Tidak Melakukan Siaran, selambat-lambatnya tiga puluh (30) hari kerja setelah Rakornas KPI Tahun 2022.

 

III. Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P)

1. Mengesahkan Rancangan Peraturan KPI tentang Rekomendasi Pencabutan IPP Karena Tidak Melakukan Siaran menjadi Peraturan KPI tentang Rekomendasi Pencabutan IPP Karena Tidak Melakukan Siaran;

2. Melanjutkan upaya perolehan Hak Akses KPI serta penetapan dan pengawasan persyaratan terkait isi siaran di Online Single Submission (OSS) Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Penyiaran;

3. Rekomendasi kepada Kemenkominfo terkait pelaksanaan Analog Switch Off (ASO):

a. Menindaklanjuti penyesuaian ketentuan-ketentuan digitalisasi penyiaran pasca Putusan MA 40P/HUM/2022;

b. Melaksanakan percepatan distribusi Set Top Box (STB) sesuai komitmen yang disepakati Pemerintah dan penyelenggara Multiplekser;

c. Menyegerakan pelaksanaan ASO di luar Jabodetabek;

d. Menjamin ketersedian STB dengan harga yang terjangkau.

4. Perlu keberpihakan khusus Pemerintah terkait penyelenggaraan penyiaran digital di Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) dan area blank spot. 

Demikian Berita Acara ini dibuat setelah dimengerti dan disepakati oleh seluruh peserta Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2022.

 

 

Ditandatangani oleh:

Ketua KPI Pusat,

KPI Daerah Lampung

KPI Daerah Riau

KPI Daerah Kalimantan Selatan

KPI Daerah DKI Jakarta

KPI Daerah Banten

KPI Daerah Papua

 

 

Serpong- Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2022 merupakan momen pertama kalinya bagi KPI Pusat periode 2019-2022 untuk bertemu secara langsung dengan anggota KPI Daerah seluruh Indonesia. Setelah dua kali kesempatan dijalani dengan online, Rakornas 2022 yang digelar offline juga bertepatan dengan momentum migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital atau yang lebih dikenal dengan Analog Switch Off (ASO) pada 2 November 2022. 

Usai pembukaan Rakornas yang dilakukan oleh Deputi VII Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia Arif Mustofa, agenda Rakornas dilanjutkan dengan sarasehan yang mengangkat dinamika penyiaran kontemporer. Dipandu Maman Suherman, sarasehan diawali dengan pembahasan ASO. Ketua KPID Papua Rusni Abaidata menyampaikan permasalahan penyiaran digital di Papua. Dia mengatakan, sebelum 2 November 2022, KPID Papua menyelenggarakan diskusi bersama Pemerintah Daerah dan Lembaga Penyiaran yang mengungkap sulitnya distribusi Set Top Box (STB) di wilayah Papua I oleh lembaga penyiaran penyelenggara multiplekser. Salah satu kendalanya adalah kurangnya SDM untuk melakukan distribusi dan teknis pendataan penerima STB dengan infrastruktur daerah yang lebih menantang. 

 

Secara konten, pelaksanaan digitalisasi penyiaran sebenarnya menjadikan keragaman konten sebagai sebuah kemestian. Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) Eris Munandar menyampaikan, jaminan kualitas memang merupakan tantangan tersendiri di era televisi digital. Terlebih semangat penting dari penyiaran digital adalah demokratisasi penyiaran yang salah satu unsurnya adalah keberagaman konten. “ASO sebagai starting point bangsa ini untuk beralih total dari analog ke digital,” ujarnya.  Saya pikir, era digital ini bukan sekedar keniscayaan dan alih teknologi, tambah Eris. Tapi ada satu hal yang sangat dinantikan masyarakat, salah satunya keberagaman konten. Hal ini yang menjadi tantangan bagi televisi lokal dalam penyiaran digital ke depan. “Termasuk runtuhnya oligarki informasi,” tambah Kang Maman sebagai pemandu acara. 

Sementara itu masukan lain disampaikan oleh Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Santoso, yang hadir melalui sambungan video conference. ATVLI, ujar Santoso, mendukung migrasi penyiaran digital dan ASO yang memang merupakan sebuah keniscayaan. Tapi diantara masalah yang muncul dalam migrasi sistem penyiaran adalah keberadaan televisi lokal di daerah yang tidak mendapat perlindungan secara investasi dan hukum. “Salah satu kendala adalah biaya sewa multiplekser (mux),” ujar Santoso. Tahun lalu, TVRI mematok harga 14 juta, tahun ini 27 juta. Kemudian para pemegang multiplekse juga sudah mengedarkan surat pemberitahan adanya kenaikan harga sewa mux pada periode mendatang. “Bagaimana televisi lokal bisa hidup sedangkan pertumbuhan iklan saat ini juga harus bersaing dengan media baru,” ujar Santoso. 

Dirinya juga menyinggung tentang amar putusan Mahkamah Agung terkait mux yang menetapkan tidak boleh ada sewa menyewa mux. “Di mux ini ada indikasi sewa menyewa frekuensi”, tegasnya. Dari segi investasi, televisi lokal sudah menjadi korban dalam pelaksanaan penyiaran digital. Jangan sampai menjadi korban juga dalam hal hukum terkait sewa menyewa mux. Menurut Santoso, hal ini sebenarnya bukan masalah bagi televisi lokal saja, tapi juga televisi besar yang tidak punya mux di daerah sehingga harus sewa dari yang lain.

Foto: KPI Pusat/ Agung R

 

 

 

Serpong - Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2022 berakhir pada 8 November 2022 dengan menetapkan pengesahan tiga Rancangan Peraturan KPI menjadi PKPI. Tiga PKPI tersebut adalah PKPI tentang Kelembagaan, PKPI  tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan PKPI tentang Rekomendasi Pencabutan IPP Karena Tidak Melakukan Siaran. PKPI ini ditetapkan dalam Sidang Pleno Rakornas KPI yang dipimpin oleh Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia, dengan peserta anggota KPI Pusat dan KPI Daerah dari seluruh Indonesia.

Selain menetapkan tiga PKPI, Rakornas KPI 2022 merekomendasikan kelanjutan pembahasan revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) setelah revisi Undang-Undang Penyiaran disahkan. Selain itu, KPI juga meminta komitmen dari lembaga penyiaran swasta televisi digital, terkait program siaran lokal, agar sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran. Secara khusus, KPI juga menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terkait pelaksanaan Analog Switch Off (ASO), diantaranya melaksanakan percepatan distribusi Set Top Box (STB) sesuai komitmen yang disepakati Pemerintah dan penyelenggara Multiplekser, menyegerakan pelaksanaan ASO di luar Jabodetabek, dan menjamin ketersediaan STB dengan harga yang terjangkau. 

 

Dalam penutupan Rakornas KPI 2022, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari berkesempatan memberi arahan pada peserta Rakornas. Sebagai Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Penyiaran, dirinya menyampaikan agenda Komisi I dalam merealisasikan program legislasi nasional, dalam hal ini Undang-Undang Penyiaran. Setelah Komisi I selesai menetapkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di tahun ini, rencananya Undang-Undang Penyiaran akan segera dibahas dalam masa sidang selanjutnya. Harapannya, ujar Abdul Kharis, Komisi I dapat segera mengirimkan draf RUU Penyiaran ke Badan Legislasi (Baleg). “Kalau Baleg setuju, akan dibawa ke paripurna DPR,” ujarnya. Selanjutnya draf RUU dikirimkan ke pemerintah untuk dibuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sandingan yang akan dibahas bersama dengan Komisi I. “Kita perkirakan butuh dua masa sidang untuk pembahasan RUU, sehingga diharapkan pada Juli 2023 RUU Penyiaran sudah dapat ditetapkan menjadi Undang-Undang”, tegasnya. 

Yang menarik dari RUU ini, tambahnya, sudah disiapkan landasan untuk pengaturan media baru, sehingga regulasi penyiaran akan mengalami perubahan yang mendasar. Jika undang-undang penyiaran yang baru sudah ditetapkan, KPI tentu akan lebih mudah membuat aturan turunannya untuk revisi P3 & SPS. Selain itu, perbaikan nasib KPID juga menjadi perhatian dalam revisi Undang-Undang Penyiaran. Dirinya optimis, pembahasan RUU Penyiaran tidak memakan waktu terlalu lama mengingat beberapa masalah krusial yang menyebabkan draf RUU tidak dapat disahkan oleh DPR RI periode 2014-2019, sudah tuntas melalui Undang-Undang Cipta Kerja.  

 

Selain bicara tentang RUU Penyiaran, Abdul Kharis juga menyoroti pelaksanaan ASO pada 3 November 2022 lalu. Kondisi transisi yang sedang dialami masyarakat dengan terjadinya migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital, harus diakui tidaklah mudah. “Adaptasi pada pola penyiaran digital tidak semudah membalik telapak tangan,” terang Abdul Kharis. Apalagi, media baru yang hadir di tengah masyarakat juga semakin gencar dan butuh langkah antisipatif untuk menjawab tantangan itu. 

Saat ini televisi swasta dan televisi publik tengah bahu membahu melaksanakan perintah Undang-Undang Cipta Kerja, bahwa ASO harus dimulai pada 2 November 2022. ASO yang sudah berlangsung di Jabodetabek, harus segera disusul oleh daerah lain. “Kami mendukung sepenuhnya upaya memberi perhatian bagi masyarakat tidak mampu dengan penyediaan STB,” ujarnya. Apalagi sebentar lagi ada Piala Dunia yang memiliki magnet yang sangat besar bagi penonton. DI satu sisi, Abdul Kharis mengungkap kekhawatirannya akan animo masyarakat yang sangat tinggi untuk membeli Set Top Box namun tidak diimbangi dengan ketersediaannya di pasar.  

Beberapa perwakilan KPID berkesempatan untuk menyampaikan aspirasi kepada Wakil Ketua Komisi I DPR RI. Termasuk permintaan agar pemerintah konsisten terhadap aturan yang sudah ditetapkan sendiri dalam pelaksanaan ASO. Usai  penyampaian arahan dari Wakil Ketua Komisi I, Rekomendasi Rakornas 2022 kembali dirumuskan bersama dan dibacakan oleh perwakilan dari 3 KPID.

(Foto: KPI Pusat/ Agung R)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.