Pandeglang -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara independen terus menggalang kekuatan masyarakat untuk mengawasi siaran pemilihan umum (pemilu). Penyiaran adalah tempat strategis yang memberi pengaruh kuat pada masyarakat. Jangan sampai penyiaran dikuasai oleh kelompok tertentu, terlebih dalam persaingan di pemilu. 

Terkait hal itu, KPI menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) yang ditujukan bagi masyarakat Pandeglang pada Kamis (26/10/2023). Bimtek yang digelar di Pendopo Kabupaten Pandeglang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, kelompok masyarakat, organisasi wartawan/media, hingga tokoh masyarakat. 

Narasumber dalam kegiatan ini antara lain Aliyah selaku Komisioner KPI Pusat, Subhan Nur Ulum  selaku Praktisi Penyiaran, Fery Hasnudin selaku Tokoh Masyarakat, A. Solahudin selaku Wakil Ketua KPID Banten, serta Rizki Natakusumah selaku Anggota Komisi I DPR RI.

Penyampai pertama sekaligus penanggungjawab kegiatan, Aliyah, mengatakan bahwa dunia penyiaran televisi dan radio masih menjadi ladang utama dalam pemberitaan pemilu. Ia menyatakan KPI berupaya terus menjamin informasi yang ada di televisi dan radio bebas dari hoaks mengingat pengawasannya yang ketat. KPI juga mengutamakan independensinya sekaligus mewakili masyarakat. 

“KPI merupakan wakil dari Aa dan Teteh semua terkait pengawasan penyiaran, itu adalah tugasnya KPI. Tugas wewenang KPI adalah memastikan informasi yang diberikan ke masyarakat adalah benar. Apalagi ini tahun politik, jelang pemilu 2024 yang tentunya banyak informasi di luar lembaga penyiaran yang disinformasi, misinformasi, dan sebagainya,” jelas Aliyah. 

Aliyah juga meminta lembaga penyiaran (LP) untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. Lembaga penyiaran memiliki kewajiban menyiarkan informasi yang berimbang dengan acuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

“Lembaga penyiaran bisa mengedukasi masyarakat melalui informasi yang disampaikan. Untuk lembaga penyiaran pasti sudah familiar dengan P3SPS, utamanya pasal 71 yg terkait penyiaran kepemiluan (berimbang, netral, dan sebagainya),” tambah Aliyah. 

Penyampai kedua yakni Solahudin selaku Wakil Ketua KPID Banten menekankan agar peserta turut mengawasi dan melaporkan jika terjadi dugaan pelanggaran di isi siaran. Meskipun KPI telah tergabung dalam gugus tugas pemilu, partisipasi masyarakat masih sangat dibutuhkan untuk mendukung kinerja KPI. 

“Pemantauan kita adalah pemantauan langsung oleh analis KPID Banten. Yang terpenting adalah partisipasi masyarakat melalui aduan yang bisa menjadi salah satu instrumen kita. Partisipasi masyarakat dalam dunia penyairan menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai amanah Undang-Undang 32 tahun 2002. Jika hanya diamanahkan pada KPI tanpa masyarakat, maka akan sulit,” ujar Solahudin. 

Subhanul Ulum selaku penyampai ketiga meminta masyarakat untuk terus meningkatkan perannya dalam dunia penyiaran. Dia menjelaskan bahwa pengawasan masyarakat terhadap pemberitaan pemilu di TV dan radio adalah wujud nyata partisipasi.

“Saya ingin mengajak bapak ibu semua untuk menyimak dan mendengarkan TV dan Radio di Pandeglang karena hanya dengan itu kita bisa turut serta mengawasi penyiaran pemilu,” jelas Subhanul.

Subhanul juga menyebutkan bahwa pengawasan tersebut akan mendorong lembaga penyiaran memuat informasi yang berimbang terkait pemilu.

Peran tokoh masyarakat dalam menggerakkan pengawasan siaran pemilu tidak kalah penting. Fery Hasanudin selaku tokoh masyarakat di Pandeglang menyatakan tokoh masyarakat adalah penggerak pendidikan politik di masyarakat. Secara tidak langsung tokoh masyarakat turut memberi kontribusi dalam proses pemilu melalui edukasi. 

“Tugas tokoh masyarakat meningkatkan kualitas pemilu partisipasinya dan kualitasnya. Edukasi pemahaman dari tokoh masyarakat kepada warganya, pentingnya pemilihan, lalu adanya kesadaran, dan hal-hal ini bisa disugestikan kepada masyarakatnya,”  jelas Fery.

Terakhir yang menyampaikan paparan adalah Anggota Komisi I DPR RI, Rizki Natakusumah yang membidangi komunikasi dan informasi. Dia juga mendengarkan aspirasi langsung dari organisasi media yang fokus pada pengawasan KPI. 

Dalam kesempatan itu, Rizky menjelaskan bahwa KPI perlu diberi regulasi yang kuat. Terlebih menghadapi perubahan teknologi yang pesat salah satunya dengan revisi UU penyiaran yang ada saat ini. Dia mengaku perlu adanya kajian yang matang. 

“Terobosan yg menjadi pemikiran saat ini adalah agar semua bisa berjalan seiringan. Bagaimana memisahkan UU 32 yang didalamnya banyak pro dan kontra tidak hanya ada KPI. Tapi, disitu juga ada berbagai stakeholder sampai kominfo,” papar Rizki. Abidatu Lintang

 

 

Jakarta – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 Lembaga Penyiaran Publik (LPP) seperti TVRI dan RRI harus menjadi rumah pembersih (clearing house) terhadap pemberitaan palsu atau hoaks yang beredar di media sosial. Tidak hanya itu, kedua media penyiarannya ini harus berlaku adil dan memberikan porsi yang sama untuk semua kontestan Pemilu.

Keinginan tersebut mengemuka dalam diskusi kelompok terpumpun (fokus grup diskusi) bertajuk “Media Publik Pemerintah dalam Mensukseskan Pemilu Damai 2024”, Kamis (26/10/2023) di Hotel Mercure Batavia, Jakarta.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo), Usman Kansong, mengatakan dalam konteks media negara momentumnya mengambil posisi sebagai clearing house  bagi media-media sosial. Menurutnya, media penyiaran publik memiliki peran penting untuk memitigasi peredaran konten hoaks, termasuk deef fake selama tahun politik 2024 mendatang.

Dia memberi contoh konten hoaks terbaru beredarnya video Presiden Joko Widodo yang berpidato dengan membaca teks dalam bahasa mandarin di media sosial TikTok, yang ternyata adalah deep fake memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

“Nah itu suatu fenomena yang kita khawatirkan menjelang Pemilu yakni deep fake. Jadi Artificial Intelligence ataupun kecerdasan buatan itu harus kita antisipasi karena bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang tidak baik,” jelas Dirjen IKP.

Kejadian serupa juga terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Chicago, Amerika Serikat, dimana seorang kandidat juga mendapat serangan deep fake, yang pada akhirnya menyebabkan dia kalah dalam pilkada tersebut.

Oleh karena itu, Usman yang baru saja menerima video tersebut langsung berkoordinasi dengan Dirjen Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel A Pangerapan, untuk segera menindaklanjuti dengan melakukan langkah pemutusan akses atau take down atau memberi stemple bahwa konten tersebut hoaks.

“Tidak mungkin presiden bicara dalam bahasa Mandarin kendati baca teks, pasti juga dalam tulisan mandarin kan begitu,” kata Usman sekaligus menyatakan untuk menjadi clearing house tentu saja ada prasyarat umum bagi media yang melakukannya, seperti harus independen.

Anggota KPI Pusat Amin Shabana, yang hadir dalam FGD tersebut, mengatakan hal yang sama terkait posisi LPP menghadapi Pemilu mendatang. Proporsional, berimbang serta adil memberi ruang yang sama bagi peserta Pemilu adalah hal yang mutlak dilakukan LPP. “LPP hadir untuk mengangkat tingkat kepercayaan publik pada informasi,” tambahnya. 

Meskipun begitu, Amin meminta LPP untuk mengikuti aturan di P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI terkait kepemiluan. Selain itu, dia juga meminta agar LPP tidak menjadikan media baru sebagai sumber informasi utama.

Harapan lain yang disampaikannya terkait pemilu agar siaran TVRI dan RRI dapat menjangkau wilayah 3T (terdepan, tertinggal dan terluar). Menurutnya, tiga daerah ini memerlukan siaran kepemiluan yang kebenarannya dapat dipercaya. “Berdasarkan pantauan kami, daerah-daerah ini masih banyak yang terpapar siaran asing,” ujar Amin.

Disampaikan juga bagaimana program Indeks Kualitas Program Siaran TV (IKPSTV) KPI tahun 2023 ini menganalisis siaran kepemiluan di TV. “Kami memantau bagaimana netralitas dan keberimbangan lembaga penyiaran. Kami juga mengajak 12 perguruan tinggi dalam riset ini dan hasilnya sangat penting bagi lembaga penyiaran,” tandasnya. 

Diskusi ini menghadirkabn narasumber antara lain Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno, Direktur Utama RRI Hendrasmo, dan Direktur Utama LKBN Antara Akhmad Munir. Adapun yang bertindak sebagai moderator Prof. Widodo Muktiyo. ***

 

 

 

 

Jakarta – Media penyiaran berperan penting dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang. Menyajikan informasi yang adil, proporsional, menyehatkan sekaligus menyejukan adalah bagian dari peran itu. Hal ini selaras dengan amanah yang dituangkan dalam Undang-Undang (UU) Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 bahwa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, serta kontrol dan perekat sosial. 

Terkait hal ini, Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Amin Shabana mengatakan KPI hadir dalam tugas dan fungsinya sebagai pengawas konten siaran pasca tayang dan dipastikan tidak menghambat industri kreatif. Adanya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), lanjutnya, adalah acuan dalam memproduksi produk siaran yang sehat sekaligus mendidik masyarakat. 

“P3SPS adalah rambu–rambu untuk industri, salah satunya perlindungan terhadap publik. Mengajak lembaga penyiaran yang kreatif untuk mengutamakan kepentingan publik, tidak untuk kepentingan tertentu,” kata Amin saat menjadi narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Direktorat Politik dan Komunikasi Bappenas di Jakarta, (25/10/2023).

Amin juga menerangkan, KPI secara langsung melakukan pengamatan terhadap program siaran dengan hasil analisa dari tim pemantauan KPI. Mengukur kualitas program siaran bukanlah sebuah pekerjaan mudah bagi KPI. Salah satu yang menjadi program prioritas nasional adalah Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) dengan melibatkan 12 perguruan tinggi se-Indonesia. 

Menurutnya, berdasarkan data hasil IKPSTV tahun 2022, ada dua program siaran televisi yang masih di bawah standar kualitas 3,00 yang ditetapkan KPI yakni sinetron dan infotaimen. “Hasil IKPSTV secara umum tahun 2022 hasilnya 3,20 standar tetapi dari 8 kategori belum semua kategori aman atau berkualitas. Kategori sinteron dan infotaimen selama 3 tahun ini masih dibawah 3,00,” katanya. 

Pada kesempatan itu, Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan, dunia penyiaran hari ini didominasi tayangan entertainmen dan sinetron. Hal ini berbanding kecil dengan kategori acara berita. Menyikapi pemilu, dia melihat maraknya temuan efektivitas media untuk berkampanye. 

“Pers yang dipersepsikan sebagai pilar ke empat demokrasi seharusnya memiliki porsi yang lebih dibandingkan dengan kategori tayangan hiburan. Secara undang-undang pun, pers memiliki velue of freedom yang terukur, bertanggung jawab dan berada dilingkungan demokrasi,” tegas Yadi.

Berdasarkan data hasil temuannya, jika di rata-rata tiap pasangan calon yang mengikuti pemilu dengan berbagai tingkatan minimal memiliki 1 media online. Yadi melihat para peserta calon pemilu mendirikan atau membeli sebuah media sebagai sebuah cara yang efektif namun memiliki resiko besar ketika media itu terbengkalai setelah kontestasi. “Hampir setiap paslon ketika ikut pemilu memiliki minimal 1 media online,” katanya.

Dalam acara ini, turut hadir Direktur Komunikasi dan Politik Bappenas, Astri Mayasari, Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution, Sekretaris Jenderal ATVSI, Gilang Iskandar. Syahrullah

 

 

Banda Aceh - Sebagai negara yang berada pada posisi geografis dengan sebutan “Ring of Fire”,  bencana alam di Indonesia memang tidak bisa dihindari. Namun demikian, resiko dampaknya dapat dikurangi dengan cara memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang dengan pesat. Salah satunya penggunaan fitur deteksi dini bencana (Early Warning System/ EWS) pada perangkat Set Top Box dalam sistem penyiaran digital.  Hal ini disampaikan Ubaidillah, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, dalam kegiatan simulasi fitur EWS yang diselenggarakan KPI Aceh di Museum Tsunami, (26/10)/ 

Menurut Ubaidillah, dengan adanya fitur ini, informasi dini mengenai bencana dapat segera sampai ke masyarakat untuk mengambil tindakan persiapan dalam rangka menyelamatkan diri.  “Harapan kita, tentunya resiko yang timbul dari bencana ini dapat diminimalisir,” ujarnya.  

Lebih jauh dari itu, Ubaidillah mengingatkan tentang urgensi pemberitaan tentang lingkungan lewat lembaga penyiaran. “Saya pernah mengajukan alternatif agar lembaga penyiaran tidak hanya membicarakan tentang bencana, tapi juga terkait mitigasi, pengurangan resiko bencana sampai dengan solusi alternatif yang dapat ditempuh,”tambahnya. Usulan ini dinamai dengan Ecobroadcasting, yakni penyiaran yang ramah terhadap lingkungan, termasuk mengangkat isu perubahan iklim dan cara lain yang dapat dilakukan dalam menyelamatkan lingkungan. 

Ubaidillah mengapresiasi inisiatif KPI Aceh menggelar simulasi EWS yang dihadiri berbagai elemen masyarakat termasuk siswa siswi dari sekolah yang ada di Banda Aceh. Menurutnya, tragedi tsunami di Aceh pada tahun 2004 silam, juga menjadi sebuah momentum hadirnya jurnalisme model baru yakni jurnalisme lingkungan dan juga jurnalisme warga (citizen journalism). Harian Kompas mencatat, munculnya jurnalisme warga dimulai sejak bencana tsunami Aceh. “Yakni ketika masyarakat memvideokan bencana tersebut dan membagikannya di sosial media dan juga lembaga penyiaran,” ujarnya. 

Menurut Ketua KPI Aceh, Faisal Ilyas, EWS ini merupakan ikhtiar untuk menghadirkan alternatif teknologi yang membantu masyarakat membangun kesiapsiagaan dalam rangka pengurangan resiko bencana. Pada kegiatan simulasi ini, siswa dan guru mendapatkan literasi peringatan dini tentang siaran digital dengan tiga status, yakni waspada, siaga dan awas, ujarnya. Para siswa juga diedukasi tentang langkah yang harus ditempuh saat peringatan muncul di layar televisi, pada masing-masing status. 

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria turut hadir dalam simulasi di Museum Tsunami Aceh. Dia berpendapat, dengan adanya sistem informasi ini melalui peringatan dini EWS yang disiarkan di seluruh saluran perangkat komunikasi, sangat berguna untuk memberi informasi pada publik, sehingga masyarakat jadi tanggap tentang bencana dan tahu apa yang akan dilakukan. "Kalau sistem informasinya baik, kemungkinan korban jiwanya tidak akan banyak," tambahnya.

Nezar mengungkapkan jika dikaji dari kejadian bencana alam 19 tahun lalu di Aceh, banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa akan terjadi bencana tsunami yang akan menggulung setelah goncangan gempa. Kata dia, masyarakat hanya mengetahui tentang adanya gempa gempa bumi dan mereka bingung hendak evakuasi kemana.

Lebih jauh, Ketua KPI Pusat berharap, simulasi EWS ini dapat menjadi percontohan untuk daerah lain. Harapannya, ujar Ubaidillah, terjadi peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal mitigasi bencana lewat sebaran informasi dan konten edukasi dari lembaga penyiaran. (Foto: Dokumentasi KPI Aceh)

 

 

Jakarta - Perpustakaan Nasional melakukan kegiatan pemantauan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris KPI Pusat Umri menyampaikan, hingga saat ini KPI masih menerbitkan buku atau monograf terkait isu-isu penyiaran yang aktual. Sebagian besar buku-buku tersebut merupakan kolaborasi dengan kalangan akademisi di 12 perguruan tinggi di 12 kota besar di Indonesia yang menjadi pelaksanan kegiatan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV). Selain itu, KPI juga punya Newsletter yang terbit berkala setiap dua bulan. Newsletter Penyiaran Kita merupakan produk kehumasan KPI yang juga menjadi bentuk pertanggungjawaban KPI kepada publik. Hal ini disampaikan Umri saat menerima kehadiran Perpustakaan Nasional di kantor KPI Pusat, (24/10). 

Catur Fitri Widyawati selaku Pengelola Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Perpustakaan Nasional menyampaikan, berdasarkan undang-undang, karya rekam dan karya cetak yang dimiliki kementerian dan lembaga harus diserahkan pada Perpustakaan Nasional sebanyak dua eksemplar. Peruntukannya adalah satu eksemplar untuk bagian layanan publik di gedung yang ada di Merdeka Selatan. Sedangkan yang satu lagi disimpan di gedung yang ada di Salemba. Koleksi ini sendiri, ujar Catur, diperlakukan secara khusus. “Tidak dapat diakses langsung oleh publik,” ujarnya. Berbeda dengan koleksi cetak yang biasa, koleksi dari serah simpan karya cetak ini hanya dapat diakses oleh pemustaka. Jika tidak ditemukan di Perpustakaan Nasional yang ada di Merdeka Selatan, baru bisa diakses lewat koleksi yang ada di Salemba. 

Pada prinsipnya, ujar Catur, Perpustakaan Nasional memiliki semangat melestarikan karya anak bangsa. Untuk itu, pemantauan yang dilakukan sekarang untuk menjaga dan melestarikan semua karya cetak dan karya rekam yang sudah diterbitkan, baik cetak ataupun digital. 

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Mauludi Rachman selaku Sub Koordinator Humas dan Kerja Sama KPI Pusat yang menjadi penanggungjawab dalam setiap karya cetak. Pada pertemuan tersebut, Mauludi menyampaikan pula bahwa KPI memiliki saluran media sosial yang menyiarkan video dan juga liputan langsung kegiatan KPI. “Apakah konten tersebut juga terkena kewajiban untuk diserahkan karya rekamnya pada Perpustakaan Nasional?” tanya Mauludi. 

Menjawab pertanyaan tersebut, Maria Nurmala Sari selaku Pustakawan Ahli Pertama mengungkap Perpustakaan Nasional sudah memiliki meta data dari akun media sosial yang memuat video dan juga siaran langsung dari kementerian dan lembaga. “Dengan demikian, sudah tidak ada kewajiban bagi KPI untuk menyerahkan rekaman videonya,” ujar Maria. 

Lebih jauh Maria menjelaskan, untuk karya rekam seperti film dokumenter yang juga dapat diakses oleh publik, harus diserahkan kopi siarnya pada Perpustakaan Nasional. Dalam kesempatan tersebut, dilakukan pula simulasi penggunaan aplikasi e-deposit untuk karya rekam dan karya siar yang berbentuk digital. 

Maria juga menyampaikan, penyerahan karya rekam merupakan kewajiban dari lembaga yang memproduksi. Karenanya, terkait dengan pemantauan langsung yang dilakukan KPI, maka kewajiban serah simpan ada di lembaga penyiaran. Namun, tambah Maria, jika KPI melakukan kemas ulang atas konten-konten pemantauan yang kemudian dapat diakses pada publik, maka karya rekam tersebut harus diserahkan pada Perpustakaan Nasional. Hal ini disampaikannya merespon rencana KPI yang disampaikan Umri untuk melakukan kemas ulang informasi berdasarkan rekaman pemantauan yang dimiliki KPI.  

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.