Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus bisa tegas pada lembaga-lembaga penyiaran yang melanggar regulasi dengan memberikan sanksi berefek jera. Posisi KPI ini seharusnya bisa seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang powerfull  dan berwibawa. Sebagai sebuah lembaga ad hoc, KPK yang diberikan kewenangan melakukan pencegahan, justru mampu lakukan penindakan yang tegas. Harusnya KPI dapat bersikap sama, sekalipun berakibatkan sepinya pemberitaan di media televisi. Hal tersebut disampaikan Chandra Tirta, anggota Komisi I DPR-RI, dalam acara Uji Kepatutan dan Kelayakan calon anggota KPI Pusat periode 2013-2016 di DPR, hari pertama (2/7).

Dalam kesempatan hari pertama itu, sebanyak sepuluh orang calon anggota KPI Pusat menyampaikan visi dan misinya yang dibagi dalam dua sesi. Mereka adalah, Agatha Lily, Anom Surya Putra, Amiruddin, Azimah Subagijo dan Bekti Nugroho pada sesi pertama. Selanjutnya, Dadang Rahmat Hidayat, Danang Sangga Buwana, Effy Zalfiana Rusfian, Ezki Tri Rezeki, Fajar Arifianto di sesi kedua.

Secara umum pada hari pertama, anggota Komisi I meminta komitmen anggota KPI terpilih nanti, untuk tegas atas segala bentuk pelanggaran aturan. Baik itu berupa pelanggaran atas isi siaran, perpindahan kepemilikan ataupun pemanfaatan penyiaran untuk kepentingan politik pemiliknya.   Selain itu, Tantowi Yahya dari Fraksi Golkar menyampaikan realitas dari lembaga negara bernama KPI ini. Di mata Tantowi, KPI adalah lembaga dengan otoritas yang minim, namun yang diatur oleh KPI adalah institusi yang sangat powerfull baik secara finansial, kekuasaan ataupun politik. Kenyataan inilah yang menjadikan anggota KPI terpilih nanti harus berjuang mengangkat marwah lembaga ini, dan untuk itu dibutuhkan komisioner yang berintegritas tinggi.

Diamputasinya otoritas KPI juga menjadi bahasan yang ditanyakan oleh anggota Komisi I DPR. Secara umum, calon anggota KPI meminta kewenangan pemberian izin siaran pada lembaga penyiaran diberikan pada KPI. Sedangkan penyediaan frekuensi tetap menjadi kewenangan negara. Pengembalian kewenangan KPI ini menjadi penting, agar wibawa KPI di hadapan lembaga penyiaran tetap terjaga.

Ketua Komisi I DPR-RI, Mahafudz Siddiq memberikan pertanyaan singkat tentang wajah penyiaran di Indonesia saat ini. Menurut calon anggota KPI, wajah penyiaran saat ini masih mengkhawatirkan, karena eksploitasi seksual, kekerasan, intimidasi dan hiburan yang tidak sehat masih mendominasi. Hal ini berdampak pada buruknya wajah Indonesia di mata negara-negara lain di dunia.

 

 

Jakarta – Usai melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 27 calon Anggota KPI Pusat periode 2013-2016 selama dua hari berturut-turut. Komisi I DPR RI langsung memilih dan memutuskan 9 (Sembilan) Anggota KPI Pusat baru, Rabu malam, 3 Juli 2013. Proses pemilihan kesembilan Anggota KPI Pusat tersebut dilakukan secara voting diikuti semua Anggota Komisi I DPR RI yang berjumlah 53 orang anggota serta dipimpin langsung Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq. 

Berikut sembilan komisioner terpilih untuk masa bakti 2013-2016:
1. Bekti Nugroho, 47 suara
2. Judhariksawan, 46 suara
3. Agatha Lily, 44 suara
4. Azimah Subagijo, 39 suara
5. Idy Muzayyad, 31 suara
6. Amirudin, 29 suara
7. Sujarwanto Rahmat, 29 suara
8. Danang Sangga Buana, 27 suara
9. Fajar Arifianto Isnugroho, 27 suara

Sedangkan yang menjadi cadangan adalah:
1. Iswandi Syahputra , 26 suara
2. Ezki Tri Rezeki Widianti, 25 suara
3. Nina Mutmainnah Armando, 21 suara

Tiga anggota lama yang terpilih kembali adalah Idy Muzayyad, Judhariksawan, dan Azimah Subagijo. Dalam kesempatan itu, Mahfudz berharap, komisioner yang baru ini independen dan bisa bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Red

Jakarta – DPR sudah mengeluarkan jadwal fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan bagi 27 calon Anggota KPI Pusat periode 2013 – 2016 tanggal 2 dan 3 Juli 2013. Berikut adalah nama-nama peserta sekaligus waktu dan tanggal keikutsertaan:

Tanggal 2 Juli 2013,

Pukul 13.00-13.30: Rapat Intern Komisi I DPR RI (Persiapan pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan)

Sesi I Pukul 13.30 – 16.00 WIB (Penyampaian Visi dan Misi serta Tanya jawab):
1.    Agatha Lily
2.    Amirudin
3.    Anom Surya Putra
4.    Azimah Subagijo
5.    Bekti Nugroho

Sesi II Pukul 16.00 – 18.30 WIB (Penyampaian Visi dan Misi serta Tanya Jawab):
1.    Dadang Rahmat Hidayat
2.    Danang Sangga Buana
3.    Effy Zalfiana Rusfian
4.    Ezki Tri Rezeki Widianti
5.    Fajar Arifianto Isnugroho

Tanggal 3 Juli 2013,

Sesi III Pukul 10.00 – 12.30 WIB (Penyampaian Visi dan Misi serta Tanya Jawab):
1.    Fakhri Wardhani
2.    Freddy Melmambessy
3.    Idy Muzayyad
4.    Irvan Senjaya
5.    Iswandi Syahputra

Sesi IV Pukul 13.30 – 16.00 WIB (Penyampaian Visi dan Misi serta Tanya Jawab):
1.    Iwan Kesumajaya
2.    Judhariksawan
3.    Komang Suarsana
4.    Nina Mutmainnah Armando
5.    Muhammad Zein Al Faqih
6.    Muhibuddin

Sesi V Pukul 16.00 – 18.30 WIB (Penyampaian Visi dan Misi serta Tanya Jawab):
1.    Mutiara Dara Utama Mauboi
2.    Ririt Yuniar
3.    Romi Fibri Hardianto
4.    Rusdin Tompo
5.    Samsul Rani
6.    Sujarwanto Rahmat

Usai pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan yang terakhir, Komisi I DPR RI langsung mengadakan rapat intern guna menetapkan Anggota KPI Pusat Periode 2013-2016). Diharapkan kepada nama-nama yang disebutkan di atas untuk hadir tepat waktu (minimal satu jam sebelum pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan). Red

Jakarta - 10 calon Anggota KPI Pusat untuk masa jabatan 2013-2016 telah menjalani fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi I DPR RI, Selasa, 2 Juli 2013. Sesi ini dibagi menjadi 2 (dua). Sesi pertama pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.30 WIB. Sesi kedua pukul 16.30 WIB hingga pukul 19.00 WIB.

Ke 10 calon Anggota KPI Pusat yang ikut dalam proses uji kelayakan dan kepatutan antara lain, Agatha Lily, Amirudin, Anom Surya Putra, Azimah Soebagijo, dan Bekti Nugroho (Sesi I). Kemudian di sesi II calon yang ikut yakni Dadang Rahmat Hidayat, Danang Sangga Buana, Effy Zalfiana Rusfian, Ezki Tri Rezeki Widianti dan Fajar Arifianto Isnugroho.

Masing-masing calon diminta oleh pimpinan Komisi I DPR RI menyampaikan presentasi visi dan misinya kurang dari 10 menit. Usai penyampaian materi presentasi, setiap perwakilan fraksi maupun individu anggota Komisi I memberikan pertanyaan kepada masing-masing calon untuk dijawab dengan tenggang waktu tertentu. Beberapa pertanyaan yang mencuat antara lain mengenai langkah dan komitmen setiap calon jika terpilih menjadi komisioner, pelaksanaan digitalisasi, dan isi siaran.

Salah satu Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Mac Sopacua, menyempatkan diri menanyakan bagaimana sikap dan komitmen dari masing-masing calon terkait konglomerasi media.

Besok hari, Rabu, 3 Juli 2013, Komisi I DPR RI kembali akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada 17 calon Anggota KPI Pusat. Uji akan dibagi dalam tiga sesi yang dimulai pukul 10.00 WIB pagi.

Sebelumnya, Senin, 1 Juli 2013, calon Anggota KPI Pusat menandatangani pakta integritas, yang diajukan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Dalam pakta tersebut diharapkan dalam dunia penyiaran bisa lebih baik lagi ke depannya.
 
IJTI menganggap bahwa KPI merupakan mitra dalam dunia penyiaran yang syarat tidak ada kepentingan. hal ini juga pakta integritas tersebut merupakan bentukan kawalan bagi komisioner KPI, periode 2013 hingga 2016, dalam menjalankan tugasnya dan tanggung jawab.

“Dalam Fakta Integritas ini bisa membantu juga bapak-bapak calon komisioner yang akan fit and proper test di Komisi I DPR, artinya bapak-bapak ini memiliki komitmen yang teruji," kata Ketua Umum IJTI Yadi, di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin lalu.

Kemudian, lanjut Yadi, ke depannya KPI adalah mitra strategis, karena untuk dunia penyiaran yang sehat, mau tidak mau melakukan koalisi yang positif khususnya di dunia penyiaran.

Menurutnya, dengan adanya pakta tersebut bisa memperkecil persoalan yang menimpa penyiaran Indonesia, diharapkan, komisioner terpilih dapat merubah penyiaran lebih baik. "Banyak sekali problem (masalah) yang dihadapi dunia penyiaran, kami terpanggil untuk mengawal kawan-kawan," tuturnya
 
Berikut ini 10 fakta integritas:
 
1. Bersama ini menyatakan janji sesuai dengan tugas saya, jika terpilih menjadi komisioner KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) akan melakukan hal-hal sebagai berikut:

2. Tidak akan melakukan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

3. Tidak akan meminta atau menerima suatu pemberian baik secara langsung atau tidak langsung berupa suap, hadiah, bantuan atau bentuk lainnya yang dia tahu atau patut dapat mengira, bahwa pemberi, atau yang akan memberi mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin berkaitan dengan jabatan saya atau pekerjaan saya.

4. Tidak akan memberia atau menjanjikan akan memberi secara langsung atau tidak langsung atau tidak langsung berupa suap, hadiah, bantuan, atau bentuk lainnya yang dia tahu atau patut dapat mengira, bahwa yang meminta, atau yang akan diberi mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin berkaitan dengan jabatan saya atau pekerjaan saya.

5. Saya memegang teguh komitmen, bahwa transparansi akan diterapkan diseluruh kegiatan yang diperbolehkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilaksanakan di bawah wewenang saya.

6. Saya akan menjaga integritas, netralitas dan independensi saya sesuai dengan jabatan saya.

7. Saya bersedia memberikan keterangan, baik lisan maupun tertulis kepada pengurus Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, apabila ada pengaduan yang menyangkut diri saya ataupun lembaga di bawah tanggung jawab saya.

8. Saya bersedia dengan kemampuan saya untuk memberikan bantuan/dukungan kepada pengungkapkan/sanksi yang menyangkut dengan pengungkapan adanya praktek suap, KKN ataupun yang sejenis di bawah wewenang saya.

9. Jika terpilih jadi anggota KPI, saya dengan sungguh-sungguh akan melaksanakan tugas saya sebagai anggota komisi penyiaran indonesia (KPI), berdasarkan undang-undang
yang berlaku.

10. Saya dengan kemampuan dan kewenangan yang saya miliki akan melaksanakan sanksi dan insentif/disinsentif bagi pengungkap suap/KKN atau pelanggar pakta integritas di bawah wewenang saya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Red

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) didorong supaya mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah untuk membentuk lembaga rating alternatif dengan pendanaan berasal dari APBN. Selain memberi opini berbeda terhadap data rating di tanah air, adanya lembaga lain akan menimbulkan persaingan sehat bagi semua pihak termasuk industri penyiaran.

Pendapat dan keinginan tersebut mengemuka dalam diskusi publik yang diselenggarakan KPI Pusat dengan tema “Quo Vadis Rating dalam Dunia Pertelevisian Indonesia” di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kamis, 27 Juni 2013.

Saat ini, satu-satunya lembaga rating yang ada di Indonesia hanyalah Nielsen. Dalam industri pertelevisian di tanah air, rating  dari Nielsen terkait acara televisi menjadi patokan sebuah program acara apakah sukses atau tidak tanpa menilai kualitas isinya. Karena tidak adanya lembaga rating lain, rating Nielsen menjadi satu-satunya dewa bagi televisi.

Amir Effendi Siregar, pengamat media penyiaran, salah satu narasumber diskusi, mengatakan rating menyebabkan keberagaman isi siaran menjadi hilang. Lihat kondisi yang tergambar dilayar kaca, hampir semua isi televisi seragam dengan porsi hiburan yang dominan. “Kita ini perlunya keanekaragaman,” kata Amir yang diawal presentasinya menjelaskan bagaimana survey yang dilakukan Nielsen sangat bias Jakarta dan bias urban sangat tidak merefresentasikan semua masyarakat Indonesia.

Kondisi yang terjadi ini, menurut Amir,  harus diperbaiki mulai dari sistem penyiarannya. Sistem penyiaran yang dianut negara ini berikut sistem ratingnya dinilai absurd. Perubahan UU Penyiaran No.32 tahun 2002 yang sedang diproses harus memberi kepastian sistem tersebut. “Lembaga rating harus ditambah,” tegasnya di depan puluhan peserta yang sebagian besar datang dari industri penyiaran.

Hal senada dengan Amir turut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nina Mutmainnah. Menurutnya, sistem rating yang ada sekarang sangat tidak peduli dengan keberadaan pasar lokal. Sistem yang ada sekarang lebih pro pasar nasional.

Seharusnya, lembaga rating membuat sistem yang lebih mewakili Indonesia dan lebih merata samplenya. Rating yang jadi acuan utama sekarang sama sekali tidak berhubungan dengan kualitas program. “Kami melihat bahwa sistem rating sekarang sangat tidak peduli local. Seandainya sistem siaran jaringan berjalan, kita akan leboh berharap lembaga rating alternatif akan tumbuh. Sehingga banyak terbuka lembaga rating di daerah,” kata Nina yang juga menjadi narasumber di acara tersebut.

Sayangnya, kata Nina, rating bukan menjadi kewenangan KPI di UU Penyiaran. Bahkan di draft revisi UU Penyiaran itu tidak ada demikian juga dengan hasil draft dari Baleg. Sekarang, yang penting dibicarakan apakah rating ini valid dan reliable. “Publik perlu diyakinkan karena pemainnya tunggal. Jadi yang diperlukan adalah transparansi,” jelasnya.

Meskipun demikian, lanjut  pengajar di Universitas Indonesia (UI) ini, KPI dapat mendorong dibentuknya audit rating yang pelaksanaannya dibiayai oleh industri penyiaran, pemasang iklan, agensi periklanan, dan lembag riset. Hal ini sudah dilakukan di Amerika. “Ada media rating council. Ini bisa tumbuh jadi asosiasi, seperti yang sudah ada pada lembaga polling. Kalau ini jalan maka kita akan dapatkan sistem penyiaran yang leibh baik,” paparnya penuh harap.

Sebelumnya, perwakilan Nielsen, Ardiansyah, dan Host Hitam Putih, Deddy Corbuzier, memaparkan presentasi dan pendapatnya. Menurut Deddy, jika pelaksanaan survey tidak mewakili lebih dari 51% dari penduduk, rating yang ada tidak bisa disebut mewakili semua orang. Selain itu, rating seharusnya menjadi sarana pendidikan.

Diawal diskusi, Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, memberikan sambutan dan pandangannya. Dikatakannya, rating selama ini jadi salah satu faktor yang dilihat oleh lembaga penyiaran dan menjadi dewa. Dan, program yang ditegur oleh KPI setelah dicek, rating-nya ternyata tinggi. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.