Jakarta – Selang satu hari dari pertemuan di Bawaslu, KPI dan Bawaslu kembali bertemu terkait pembentukan Desk Penyiaran Pemilu 2013. Pertemuan yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Rabu, 4 September 2013, membahas anggota dalam desk penyiaran Pemilu tersebut.
Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad mengatakan, pertemuan ini akan lebih memfokuskan kepada penunjukan orang-orang yang terlibat dalam desk penyiaran Pemilu 2013. Nantinya, desk penyiaran ini akan memiliki tugas sesuai dengan fungsi kelembagaan masing-masing. “Bawaslu untuk penanganan kepada peserta Pemilu. Sedangkan KPI menangani lembaga penyiaran,” katanya yang disaksikan Anggota Bawaslu bidang Pengawasan, Daniel Zuchron.
Selain soal desk penyiaran, Idy meminta adanya kesamaan persepsi mengenai turunan dari Peraturan KPU yang saat ini dalam pembahasan dan pengesahan Kementerian Hukum dan HAM. Kemungkinan, PKPU tersebut akan selesai pekan ini. “Turunan dari PKPU harus kita tafsirkan bersama dan job desk pekerjaannya harus jelas,” tambahnya yang disaksikan Komisioner KPI Pusat, Fajar Arifianto Isnugroho. Agatha Lily dan Sujarwanto Rahmat.
Dalam kesempatan itu, Daniel Zuchron menyempatkan menyampaikan perihal kebijakan lembaganya yang melakukan penindakan pada perserta Pemilu terkait iklan dari peserta Pemilu tersebut.
Rencananya, Bawaslu dan KPI akan lebih mengintesifkan pertemuan dengan kegiatan FGD yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Upaya ini mempercepat proses pembentukan desk penyiaran dan penyamaan persepsi diantara dua lembaga ini. Red
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta proses pelaksanaan digitalisasi penyiaran mengikutsertakan seluruh pemangku kepentingan. Karenanya, pelaksanaan digitalisasi yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika seharusnya ditunda, hingga dicapai kesepakatan dari semua pihak tentang implementasi digitalisasi yang terbaik.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Panitia Kerja (Panja) Digitalisasi-PLIK/MPLIK Komisi I DPR-RI dengan KPI Pusat dan kalangan industri (3/9) yang dipimpin Tantowi Yahya sebagai Ketua Panja, terungkap pula bahwa Komisi I sebenarnya sudah meminta Kemenkominfo untuk menunda pelaksanaan digitalisasi. Bahkan alokasi anggaran untuk digitalisasi, oleh Komisi I diputuskan untuk ditunda.
Bagi KPI Pusat, pelaksanaan digitalisasi ini memang sebuah kemestian. Namun proses pelaksanaannya harus memikirkan kemaslahatan bagi seluruh pihak, terutama masyarakat. Menurut Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, migrasi digital bukanlah tanggung jawab atau kesalahan publik, karenanya segala akibat dari migrasi ini seharusnya tidak boleh membebani publik. Untuk itu pemerintah harusmenyiapkan anggaran, baik dalam bentuk subsidi langsung untuk pengadaan set top box bagi masyarakat ataupun produksi televisi digital yang terjangkau.
Selain masyarakat luas, pihak lain yang harus dipikirkan kepentingannya adalah industri penyiaran. Menurut Judha, salah satu konsekuensi digitalisasi penyiaran versi Kemenkominfo adalah adanya pembagian antara lembaga penyelenggara infrastruktur (network provider) dan penyelenggara program siaran (service provider).Dengan demikian seluruh lembaga penyiaran swasta yang saat ini telah memiliki penyelenggaraan penyiaran, tidak hanya wajib melakukan migrasi dari analog ke digital, tetapi juga akan berubah menjadi sebatas penyelenggara program siaran. Keadaan ini menunjukkan adanya potensi kerugian finansial bagi lembaga penyiaran dalam pelaksanaan digitalisasi. Bagi KPI sendiri, adanya pembagian antara lembaga penyelenggara infrastruktur dan penyelenggara program siaran merupakan bentuk pelanggaran undang-undang penyiaran. Menurut Judha, dalam regulasi penyiaran saat ini tidak dikenal pembagian tersebut. Dalam undang-undang penyiaran hanya menyebutkan empat jenis lembaga, yakni lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran berlangganan dan lembaga penyiaran komunitas. Ini juga yang menjadi salah satu alasan KPI untuk meminta digitalisasi dilaksanakan setelah ada payung hukum setingkat undang-undang.
Dikatakan Judha, pada banyak negara menunjukkan kesuksesan migrasi ditunjang partisipasi aktif dan koordinasi yang baik antar semua pemangku kepentingan. Komponen yang harus terlibat aktif tersebut adalah pemerintah, regulator, penyelenggara program, penyedia konten,penyalur program, penyelenggara multipleks lainnya, pabrikan peralatan dan juga konsumen. Harapan Judha, dengan partisipasi aktif dan koordinasi yang baik tersebut, tujuan digitalisasi penyiaran yang memberikan manfaat besar bagi publik dapat tercapai.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meneruskan surat aduan dari masyarakat terkait rencana penyiaran ajang Miss Wolrd 2013 oleh stasiun televisi RCTI, Selasa, 3 September 2013. Dalam suratnya, KPI meminta RCTI agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh aduan dari masyarakat tersebut. Aduan masyarakat ke KPI didasarkan pada pandangan atas keberagaman budaya dan nilai-nilai yang ada di masyarakat tentang penyelenggaraan dan rencana penyiaran ajang tersebut.
Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam suratnya mengatakan, penerusan aduan ini dilandasi ketentuan Pasal 8 ayat 3 huruf e dalam UU Penyiaran tahun 2002. “KPI berkewajiban untuk menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran,” katanya.
Tidak lupa, dalam surat itu, KPI meminta RCTI untu menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 20012 sebagai acuan utama dalam penayangan setiap program siaran. Red
Jakarta – Komisi I DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPI, ATVSI dan ATVLI terkait permintaan masukan Panja Digitalisasi Komisi I mengenai proses digitalisasi serta revisi UU Penyiaran, Selasa, 3 September 2013, di ruang rapat Komisi I DPR RI. Ketua Panja Digitalisasi, Tantowi Yahya mengatakan, masukan ketiganya akan menjadi bahan pertimbangan dalam UU Penyiaran yang baru nanti.
Perubahan atau pembuatan UU Penyiaran yang baru ini termasuk paling sulit karena menyangkut banyak unsur seperti teknologi, politik, hukum dan lainnya. Masukan dari KPI, ATVSI dan ATVLI akan dibahas dalam rangka penyusunan UU Penyiaran yang baru. “Karena itu kami perlu mengajak bicara pemangku kepentingan agar UU ini tidak ketinggalam zaman. UU ini harus bersifat futuristik, agar teknologi yang muncul belakangan bisa tercover oleh UU baru ini,” katanya.
Diawal rapat, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menegaskan jika revisi UU Penyiaran sangat patut diformatkan secara digital. Judha juga menyampaikan soal dampak migrasi analog ke digital terhadap perlindungan publik. Menurutnya, migrasi digital bukan merupakan tanggungjawab atau kesalahan publik, sehingga akibat adanya migrasi tidak boleh membebankan publik. “Karena itu, harus ditempuh upaya untuk memberikan subsidi kepada publik sebagaimana dilakukan di negara lain dalam hal pengadaan set top box atau produksi televisi digital murah,” jelasnya.
Penting juga melakukan sosialisasi yang memadai dan massiv terutama memberikan informasi yang jelas kepada kepada calon pembeli televisi seperti yang dilakkan Jepang dan AS. Untuk menjamin diversity of conten, maka harus diatur komposisi format siaran dan segmentasi pda setiap kanal program. “Misalnya, dari 12 kanal program yang tersedia ditetapkan 3 kanal untuk progam berita, 3 kanal untuk program hiburan, 2 kanal untuk program film dan musik, 2 program untuk program anak, dan 2 kanal untuk pendidikan dan budaya,” papar Judha dalam presentasinya.
Sementara itu, Ketua ATVLI, Imawan Mashuri mengkritisi permen soal digital dan meminta pelaksanaan migrasi tidak merugikan keberadaan televisi lokal. Menurutnya, UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran memberikan ruang luas bagi televisi lokal untuk berdiri dan berkembang. Karena itu, televisi lokal yang sudah ada dan memiliki izin berhenti hanya karena migrasi ini. “Menurut UU Penyiaran, izin televisi hanya bisa dihentikan oleh pengadilan bukan switch off,” katanya.
Saat ini, jumlah anggota ATVLI (Asosiasai Televisi Lokal Indonesia) ada 64 anggota. Jika ditotal dengan yang belum masuk jadi anggota ada sekitar 161 televisi lokal di Indonesia, sebagian besar dari televise lokal tersebut sudah mengantongo izin prinsip maupun tetap.
Anggota KPI Pusat bidang Perizinan, Azimah Subagijo, menyoroti soal lamanya proses perizinan penyiaran. Dia juga menyampaikan bahwa saat ini masih banyak perizinan analog yang masih dalam proses perizinan menunggu izin keluar. Menurutnya, ini harus mendapatkan perhatian karena ini menyangkut banyak kepentingan.
Dalam rapat tersebut, turut hadir Anggota KPI Pusat, Amirudin, Agatha Lily, Fajar Arifianto, Sujarwanto Rahmat, dan Danang Sangga Buana. Red
Jakarta – KPI dan Bawaslu segera membuat keputusan bersama mengenai SOP tentang Desk Penyiaran Pemilu 2014. Hal itu disepakati dalam pertemuan lanjutan antara KPI dan Bawaslu di kantor Bawaslu Pusat, Senin, 2 September 2013. Selain itu, hasil pertemuan tersebut mendesak agar pembentukan task force 4 lembaga dipercepat.
Dalam pertemuan tersebut, KPI dihadiri langsung Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, Anggota KPI Pusat, Agatha Lily dan Fajar Arifianto Isnugroho.
Diawal pertemuan, Idy Muzayyad menegaskan bahwa MoU antara KPI dan Bawaslu memandatkan beberapa hal seperti pembentukan desk bersama dan penyamaan persepsi tentang batasan kampanye. Terkait persepsi kampanye ini, Judhariksawan meminta agar semua pihak bisa sama. “Ini sangat penting dalam desk penyiaran. Pasalnya, definisi siaran kampanye belum jelas,” katanya.
Anggota Bawaslu bidang Pengawasan, Daniel Zuchron menyampaikan beberapa masalah seperti pelanggaran pada iklan peserta pemilu. Pertemuan antara lembaga akan dilakukan kembali dalam waktu dekat. Red
Pada program Acara komedi BTS yang tayang hari minggu, 15 Mei 2022 di Trans7. Pada menit 1:05 Ditemukan adanya adegan pelanggaran, dimana pemeran orangtua nya Wendi bertutur kata kepada Ayu dengan berbunyi"lu cinta dengan anak vampir begini" hal itu mengandung unsur SARA atau rasis. Hal itu berkaitan dengan uu p3sps
1. UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, Pasal 36 ayat (6), melarang “memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.” Pelanggaran pasal ini diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar (Pasal 57).
2. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), Pasal 24 ayat (1), menyatakan: “Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan.” Pelanggaran atas pasal ini diancam sanksi penghentian sementara (Pasal 80), dan bila tidak patuh, dapat diancam sanksi lebih keras: denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (Pasal 75 ayat 2).
Selanjutnya pelanggaran yang kedua, terdapat pada menit 6:43 ketika adegan si ayu menonjok wendi. Muatan tersebut tidak layak ditayangkan karena dapat berdampak negatif terhadap khalayak penonton, Ditambah lagi, tayangan tersebut dikategorikan sebagai tontonan remaja yang ditayangkan pada jam anak-anak masih beraktivitas. Mereka dapat menganggap hal seperti itu sebagai perilaku wajar dan normal dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hal tersebut dinilai tidak pantas dan dapat berpotensi melanggar UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 pasal 36 (5) melarang isi siaran yang menonjolkan kekerasan. Kualifikasi kekerasan tersebut diatur secara rinci dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Adapun kualifikasi program yang menonjolkan kekerasan adalah program tayangan yang menampilkan 1) tindakan verbal dan/atau non-verbal yang bisa menimbulkan rasa sakit secara fisik dan/atau psikis dan/atau sosial bagi korban, serta berpotensi melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 pasal 9 tentang pedoman perilaku penyiaran yaitu Lembaga penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat, Pasal 15 Ayat 1 tentang standar program siaran yaitu Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak- anak dan/atau remaja, dan Pasal 37 Ayat 4 tentang standar program siaran yaitu Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: (a.) muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya pelanggaran di program komedi ada beberapa poin yang mengandung kekerasan verbal. Alangkah lebih baik jika program yang ditayangkan khususnya program komedi bukan merupakan tayangan yang bermuatan kekerasan, terutama kekerasan verbal, terlebih lagi sampai membeberkan mengolok orang dengan sebutan lain kepada publik. Perlu diingat bahwa setiap stasiun televisi memiliki tanggung jawab sosial pada pemirsa lewat tayangan yang dihadirkan.
Pojok Apresiasi
Galih Dimas Aryoso
Acaranya Bagus! sangat menghibur serta mendidik namun tolong adegan yang disensor dikurangi serta acara sejenis ini ditambah lagi jumlahnya