- Detail
- Dilihat: 4801
Ambon - Revisi undang-undang penyiaran harus memberikan penguatan kewenangan yang substantif kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengatur segala hal tentang penyiaran. Salah satunya dengan menjadikan undang-undang penyiaran sebagai undang-undang yang Lex Specialis, sehingga penyelesaian segala masalah yang muncul dalam dunia penyiaran selalu merujuk pada undang-undang tersebut. Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Maluku, Edwin A Huwae, dalam dialog khusus “Revisi Undang-Undang Penyiaran: Undang-Undang Penyiaran Sebagai Aturan yang Lex Specialis”, di TVRI Ambon (5/3). Dalam dialog tersebut hadir pula Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Akademisi IAIN Ambon Abu Bakar Kabakoran, dan Ketua KPID Maluku Aziz Tunny.
Menurut Edwin, dengan memberikan kewenangan yang substantif kepada KPI, akan menguatkan lembaga ini dalam menjaga muatan siaran televisi dan radio di tengah masyarakat. “Selama ini kita melihatnya tugas itu belum maksimal berjalan, padahal kepentingan kita di penyiaran sangat besar. Karena kalau muatan siaran baik, maka masyarakat juga baik,” ujarnya.
Dalam pandangannya, selama ini muatan di televisi hanya sekedar lolos gunting sensor pornografi di LSF. Namun mengenai hitungan edukasi dalam program-program televisi, tidak ada sensornya sama sekali. Untuk itu dirinya berharap KPI dan KPID Maluku juga tegas menindaklanjuti tayangan-tayangan yang tidak mendidik di penyiaran. “Edukasi penting dilakukan, selain kepada masyarakat yang mengonsumsi tayangan, juga kepada lembaga penyiaran agar hanya siarkan program berkualitas,” tegasnya.
“Saya berharap masyarkat aman dari polusi penyiaran”, tambah anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini. Bagaimanapun juga masyarakat punya hak mendapatkan informasi yang berkualitas dan sesuai kebutuhannya. Selain itu, jam-jam- utama (prime time) sudah seharusnya hanya diisi dengan muatan yang mendidik, pungkas Edwin.