- Detail
- Dilihat: 9931
Banda Aceh - Evaluasi Uji Coba Siaran dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, KPI Daerah dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Aceh (11-13/9) pada beberapa lembaga penyiaran, diantaranya Lembaga Penyiaran Publik Lokal dan salah satu lembaga penyiaran televisi swasta yang bersiaran nasional. Dalam EUCS tersebut, Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo meminta muatan lokal yang diamanatkan dalam regulasi penyiaran dipenuhi dengan baik.
Azimah berharap lembaga penyiaran mengeluarkan seluruh kreativitasnya untuk dapat memenuhi tuntutan regulasi tersebut. Muatan lokal untuk masyarakat di Aceh, hendaknya tidak semata pada sinetron religi, ujar Azimah. Apalagi sinetron tersebut justru merupakan sinetron yang mendapatkan banyak sorotan dari masyarakat selama ini.
Kebutuhan masyarakat di Aceh, menurut Azimah, lebih dari sekedar sinetron religi dan kumandang adzan lima waktu seperti yang ditawarkan lembaga penyiaran swasta ini. Misalnya isu-isu lokal terkini yang terjadi di tengah masyarakat Aceh, sehingga media menjadi lebih dekat dengan masyarakatnya, dan masyarakat pun turut merasa memiliki media, tambahnya.
Hal lain yang diingatkan Azimah tentang muatan siaran Jakarta yang mendominasi dalam program siaran lembaga penyiaran ini. “Harus diingat bahwa Aceh adalah daerah otonomi khusus, sehingga siaran yang tampil di layar kaca harus memenuhi kekhususan di provinsi ini”, ujar komisioner bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan KPI Pusat ini. Untuk itu Azimah berharap ada quality control dan internal sensorship yang khusus pada lembaga penyiaran ini, yang menyesuaikan dengan adat dan regulasi. Setidaknya, tambah Azimah, orang-orang yang memegang kendali quality control adalah mereka yang paham akan syariat dan adat setempat.
Sementara itu menurut anggota KPID Aceh, Said Firdaus, sejak awal pihaknya sudah menjadikan tayangan kumandang adzan lima waktu sebagai salah satu syarat untuk lembaga penyiaran mengajukan izin bersiaran di Aceh. Hal ini untuk menghormati kearifan lokal dan keberadaan provinsi Aceh sebagai serambi mekkah, ujar Said. Kumandang adzan lima waktu pada waktu setempat ini, menurut Said, tidak ditemui pada televise berjaringan yang mengudara di provinsi lain.