- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 13492
Menyongsong Siaran Digital
(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)
Oleh: Hardly Stefano Fenelon Pariela
Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan
International Telecommunication Union (ITU), dalam konferensi yang diadakan pada 16 Juni 2006 telah menghasilkan kesepakatan dimulainya proses migrasi siaran dari modulasi analog menjadi modulasi digital. Proses tersebut diharapkan dapat tuntas dilakukan oleh negara – negara anggota ITU pada 17 Juni 2015 dengan menghentikan seluruh aktivitas siaran analog (Analog Swicth Off / ASO) dan sepenuhnya menggunakan modulasi siaran digital. ITU adalah salah satu badan khusus Perserikatan Bangsa – Bangsa yang bertanggung jawab terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, dimana Indonesia merupakan salah satu anggota.
Digitalisasi penyiaran merupakan suatu keniscayaan karena spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk untuk memancarkan siaran televisi dan radio merupakan sumber daya alam yang terbatas. Frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dapat menjadi medium penghantar suara dan gambar dari pengirim pesan melalui perangkat transmitter untuk diterima oleh perangkat receiver. Penggunaannya selama ini adalah untuk kebutuhan penyiaran radio dan televisi, radio amatir, Sambungan Telepon Jarak Jauh, telegraf, navigasi, teknologi militer, dan lain-lain. Kebutuhan penggunaan frekuensi radio semakin meningkat seiring dengan kebutuhan manusia untuk berkomunikasi melalui internet dan telepon seluler, yang dari waktu ke waktu semakin massif. Di era digital, frekuensi radio juga merupakan medium penghantar data digital dalam satuan bit yang di dalamnya dapat berisi suara, gambar, maupun tulisan. Proses transmisi data digital tersebut kemudian disebut unggah (upload) dan unduh (download). Semakin besar ukuran, frekuensi maupun lalu lintas data digital yang ditransmisikan, semakin besar pula kebutuhan atas penggunaan frekuensi radio.
Konsep Teknis Siaran Digital
Pada penyiaran dengan modulasi analog, setiap pemancaran siaran televisi terrestrial membutuhkan lebar pita frekuensi radio sebesar 8 Mhz. Dengan menggunakan modulasi digital, pita frekuensi 8 Mhz dapat digunakan untuk memancarkan beberapa siaran sekaligus dengan menggunakan teknologi multipleksing. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 6 Tahun 2019 telah menyebutkan spesifikasi teknis penyelenggaraan siaran digital. Teknologi yang akan digunakan adalah Digital Video Broadcasting – Terrestrial Second Generation (DVB-T2), dengan lebar pita frekuensi 8 Mhz akan memiliki kapasitas payload multiplexer minimal 33 Mbps. Sedangkan parameter teknis bitrate konten siaran dengan kualitas gambar Standard Definition (SD) maksimal 2,5 Mbps, sementara untuk kualitas gambar High Definition (HD) bitrate maksimalnya adalah sebesar 6 Mbps. Dari spesifikasi teknis tersebut, maka untuk frekuensi sebesar 8 Mhz akan mampu memancarkan secara bersamaan 5 saluran siaran yang semuanya menggunakan kualitas HD atau 13 saluran siaran yang semuanya berkualitas SD. Sehingga perbandingan penggunaan frekuensi pada siaran analog dengan siaran digital minimal 1:5 dan maksimal 1:13.
Gambar Ilustrasi saluran / kanal Mux dengan playload 33Mbps
Peralihan modulasi siaran televisi dari analog menjadi digital akan mengubah proses pemancaran siaran. Pada siaran dengan modulasi analog setiap lembaga penyiaran adalah penyedia konten sekaligus yang memancarkan konten kepada khalayak. Oleh sebab itu setiap lembaga penyiaran harus melakukan investasi dengan membangun infrastruktur berupa antena pemancar / transmitter, sesuai dengan wilayah siaran. Sedangkan siaran dengan menggunakan modulasi digital, konsepnya adalah memancarkan siaran lima sampai tiga belas saluran siaran televisi pada satu pita frekuensi, dengan menggunakan teknologi multiplexing. Dalam siaran digital yang memancarkan konten melalui spektrum frekuensi adalah Penyelenggara Multipleksing (Mux), sedangkan lembaga penyiaran sebagai penyedia konten. Penyelenggara mux yang melakukan investasi membangun antena pemancar, sedangkan lembaga penyiaran akan menyewa saluran / kanal siaran dari penyelenggara mux agar konten siarannya dapat dipancarkan. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan Lembaga Penyiaran juga sekaligus menjadi penyelenggara mux.
Dengan konsep penyiaran multipleksing, maka biaya investasi (capital expenditure / capex) infrastruktur penyiaran pada dasarnya ditanggung bersama (cost sharing) oleh beberapa lembaga penyiaran melalui pembayaran sewa saluran / kanal siaran. Melalui model cost sharing, penyelenggara mux memiliki potensi membangun antena pemancar siaran secara massif sehingga dapat mengurangi area yang tidak mendapat siaran televisi (blankspot).
Manfaat Siaran Digital
Beberapa kelebihan siaran televisi digital menurut Oktariza et al (2015) adalah sebagai berikut: 1).Kualitas siaran yang lebih stabil dan tahan terhadap gangguan (interferensi, suara dan/atau gambar rusak, berbayang, dsb.), dimana dalam siaran televisi digital hanya dapat diperoleh kemungkinan “gambar bagus” atau “tidak ada gambar sama sekali”; 2).Memungkinkan untuk siaran dengan resolusi tinggi berkualitas HDTV secara lebih efisien; 3).Kemampuan penyiaran multi-channel dan multiprogram dengan pemakaian kanal frekuensi yang lebih efisien; 4). Kemampuan transmisi audio, video, serta data sekaligus. Memungkinkan untuk fitur Electronic Program Guide (EPG).
Migrasi siaran televisi dari analog menjadi digital akan memberi manfaat kepada masyarakat, industri penyiaran, maupun pemerintah. Masyarakat akan mendapat manfaat berupa kualitas gambar dengan resolusi tinggi dan suara yang lebih jernih, selain itu juga akan lebih banyak pilihan saluran televisi yang bisa dinikmati. Semua manfaat tersebut akan dinikmati masyarakat secara gratis, karena proses digitalisasi penyiaran ini dilakukan pada penyiaran tetap tidak berbayar (free to air / FTA).
Bagi industri penyiaran, siaran digital akan membuka peluang bisnis baru. Baik sebagai lembaga penyiaran maupun lembaga penyelenggara multipleksing. Lembaga penyiaran baru, termasuk lembaga penyiaran lokal akan bermunculan seiring dengan meningkatnya jumlah ketersediaan saluran siaran. Biaya Investasi (Capex) lembaga penyiaran di era digital akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan saat siaran dilakukan dengan modulasi analog. Lembaga penyiaran tidak perlu lagi melakukan investasi untuk membangun infrastruktur pemancar, karena hal tersebut akan dilakukan oleh penyelenggara multipleksing. Lembaga penyiaran dapat fokus pada proses produksi konten siaran. Dengan semakin banyaknya saluran siaran, maka kompetisi yang akan terjadi diantara lembaga penyiaran adalah kompetisi konten. Lembaga penyiaran televisi lokal juga memiliki peluang berkembang dengan memproduksi konten siaran yang sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat, sekaligus memenuhi kebutuhan informasi di daerah. Khazanah kebudayaan serta kearifan lokal, termasuk berbagai informasi tentang potensi maupun dinamika masyarakat yang terjadi di daerah, dapat menjadi materi program siaran bagi lembaga penyiaran lokal.
Jika proses migrasi siaran televisi dari modulasi analog menjadi digital telah tuntas dilakukan, akan terjadi efisiensi penggunaan spektrum frekuensi yang disebut digital deviden. Seluruh frekuensi yang selama ini dikelola oleh lembaga penyiaran swasta untuk siaran analog akan dikembalikan pada pemerintah. Sebagian dari frekuensi tersebut akan dialokasikan untuk penyelenggaraan multipleksing siaran digital, namun akan ada digital deviden sebagai hasil efisiensi penggunaan frekuensi, sejumlah 112 Mhz. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) akan memanfaatkan digital deviden ini untuk mengoptimalkan layanan seluler internet 4G, sekaligus dapat menfasilitasi pengembangan internet dengan menggunakan teknologi 5G.
Dalam forum Industry Summit, Promoting Digital Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta, 6 Februari 2020, Julian Gorman (Head of APAC GSMA) menyampaikan bahwa penggunaan digital deviden oleh operator seluler pada pita frekuensi yang selama ini digunakan oleh siaran televisi analog, akan memberikan keuntungan yang besar bagi perekonomian Indonesia. Dengan perkiraan pemasukan hingga 10,5 miliar dollar AS selama periode 2020 – 2030. Pendapat ini dikutip dan dipublikasikan oleh beberapa media nasional. GSMA atau Global System for Mobile Communications Association adalah asosiasi yang mewadahi kepentingan operator telekomunikasi di seluruh dunia, khususnya operator telekomunikasi yang bergerak di bidang teknologi Global System for Mobile (GSM). Bersambung
Link: