Jakarta – Melalui kuasa hukumnya, Afdal Zikri, artis Marshanda atau yang biasa disapa Caca, melaporkan sejumlah tayangan infotainment ke KPI Pusat, Rabu, 23 Juli 2014. Tayangan tersebut dinilai membuat tidak nyaman kliennya dengan pemberitaan yang mengkaitkan keputusannya membuka jilbab dengan beberapa hal seperti perceraian, hak asuh anak, perselingkuhan, dan gangguan kejiawaan yang membuatnya tidak nyaman.
Menurut Afdal, pemberitaan tersebut sangat mengganggu kliennya apalagi ditambah adanya tayangan atau kutipan tentang komentar menghujat oleh orang-orang di media sosial dan tidak pantas yang ditayangkan di beberapa infotainmen.
“Kami mengadukan pemberitaan infotainmen dalam satu dua hari ini. Keputusan membuka jilbab adalah hal yang sangat pribadi dan merupakan hak asasi setiap orang,” katanya.
Sementara itu, Ketua bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin , yang menerima langsung laporan pengaduan menyatakan pihaknya akan segera melakukan analisis terhadap tayangan yang diadukan. “Jika ternyata terdapat pelanggaran dalam tayangan itu, KPI Pusat akan melakukan tindakan secepatnya,” kata Rahmat yang diamini Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily.
Rencananya, siang ini Marshanda akan datang langsung ke KPI Pusat untuk menyampaikan pengaduan. Sayangnya, karena hal yang mendesak Marshanda urung datang dan pengaduannya diwakilkan ke kuasa hukumnya. Red
Jakarta - Lima hari menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai masih terdapat sejumlah tayangan tidak pantas di lacar kaca. Muatan-muatan tak pantas bukan hanya di program rutin, tapi juga pada program yang dikhususkan tayang pada bulan Ramadhan. KPI menyayangkan masih ada makian, kata-kata kasar dan candaan tidak pantas yang diperankan oleh anak-anak dan orang dewasa, eksploitasi dan objektivikasi wanita, serta pria berpakaian dan berperilaku wanita.
Kekerasan non verbal yang nampak jelas pada program-program variety show seperti melumuri mulut orang dengan balsam, mengoleskan deodoran ke wajah, melumuri tinta hitam ke wajah, mengoleskan tepung ke wajah, menakut-nakuti orang dengan hewan liar, goyangan pinggul erotis serta perbincangan yang berkonotasi seksual. Sedangkan dalam program sinetron muncul adegan kekerasan pada anak dan perempuan, perselingkuhan, menganjurkan untuk mengugurkan kandungan, mendiskreditkan anak-anak yang berkebutuhan khusus, bunuh diri dan menyetrum. Muatan-muatan tersebut tentunya mengganggu ketenangan dan mengurangi kekhusyukan dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Jauh hari sebelum Ramadhan, KPI bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengingatkan kepada lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam mempersiapkan tayangan Ramadhan agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Namun demikian, hingga hari ini KPI masih melihat maraknya tayangan dengan muatan yang tidak pantas.
Berikut adalah program Ramadhan di televisi yang masih menampilkan muatan-muatan tidak pantas di layar kaca:
Sedangkan program rutin yang juga sarat dengan pelanggaran P3 & SPS dan muncul di sepanjang bulan Ramadhan 2014 adalah:
6. Show Imah (Trans TV) 7. Gentara (MNC TV) 8. Di sini Ada Tuyul (MNC TV) 9. Catatan Hati Seorang Istri (RCTI)
Di samping program-program yang dinilai tidak pantas, KPI secara khusus melakukan kajian terhadap program-program berkualitas selama bulan Ramadhan. KPI dengan meminta pertimbangan MUI akan memberikan apresiasi pada sejumlah lembaga penyiaran yang telah berupaya dengan keras menyajikan program Ramadhan yang berkualitas dan menginspirasi masyarakat. Kami berharap, apresiasi atas program-program Ramadhan dapat memacu lembaga penyiaran untuk meningkatkan kualitas tayangannya agar lebih baik di Ramadhan tahun depan.
Bogor - Animo pemerintah daerah dalam mendirikan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) kini terus meningkat. Bahkan ada satu kabupaten yang mengusulkan membuat dua Perda untuk pendirian dua LPPL. Semangat ini perlu direspon sebagai bagian dari perhatian daerah terhadap arti penting penyiaran sebagai entitas yang strategis di daerah.
Hal ini terungkap pada pelaksanaan Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dengan Kemenkominfo RI di Hotel Salak, Bogor. (17/7). Pada kesempatan itu komisioner KPI Pusat Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Amirudin mengatakan, "maraknya kehadiran media penyiaran komersial saat ini di daerah perlu diimbangi dengan kehadiran LPPL sebagai penyeimbang yang berfungsi sebagai perekat yang menghubungkan kepentingan publik dan pemerintah. Di dalam Peraturan Penyiaran, LPPL diarahkan sebagai media yang memiliki fungsi informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta pelestari budaya bangsa dengan senantiasa berorientasi kepada kepentingan seluruh lapisan masyarakat," ujar Amirudin.
Amir menambahkan, "masalahnya adalah, semangat ini tidak diimbangi dengan distribusi pembagian kanal frekuensi atas alokasi dari angka 20 persen di setiap wilayah layanan yang sebelumnya diperuntukan untuk LPP (RRI dan LPPL). Kebanyakan dari alokasi kanal itu sudah diplot LPP-RRI untuk pengembangan stasiun relai. Padahal untuk kepentingan pengembangan sistem dan fungsi penyiaran di era desentralisasi, LPP-RRI sebagai bagian dari LPP sebenarnya bisa memanfaatkan LPPL untuk bekerjasama program siaran maupun relai siaran. Oleh sebab itu, perlu segera dilakukan koordinasi terkait pemanfaatan alokasi frekuensi itu sebelum FRB berikutnya yang didalamnya membahas permohonan izin LPPL dilaksanakan, yakni koordinasi antara Direktorat Telekomunikasi Khusus (Telsus) Ditjen PPI, Ditjen SDPPI, KPI, dan RRI, ” tambahnya.
Menurut Amirudin, pihaknya juga merasa perlu untuk segera mendapatkan gambaran dari LPP-RRI tentang rencana induk pengembangan stasiun relai yang selama ini telah disusun dan menjadi dasar rencana kerja mereka sehingga dapat menjadi pijakan bagaimana sebaiknya mengembangkan kemungkinan pola hubungan dan kerjasama siaran dengan LPPL di suatu daerah Kabupaten/Kota.
FRB antara KPI dan Kemenkominfo RI diikuti oleh KPID provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah ini berlangsung lancar. (Int)
Bogor - KPI menyambut baik Menteri Komunikasi dan Informatika RI akan segera mengeluarkan revisi master plan untuk TV dan Radio, mengingat antusiasme masyarakat cukup besar untuk mengajukan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), demikian disampaikan Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Azimah Subagijo pada Forum Rapat Bersama (FRB) dengan tim FRB dari Kemenkominfo RI dan perwakilan KPID provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah, di Hotel Salak, Bogor. (17/7)
Menurut Azimah, banyak keuntungan dan kemudahan yang diperoleh masyarakat atau pemohon dan KPID dengan hadirnya revisi rencana induk untuk penyiaran TV dan Radio ini. Pertama, akan memudahkan masyarakat untuk memutuskan mengajukan IPP atau tidak. “Bila memang dari revisi tersebut dinyatakan dibuka kanal frekuensinya, maka mereka dapat segera mengajukan. Namun jika ternyata sudah tidak dibuka, tentu mereka tidak perlu mengajukan IPP," imbuh azimah.
Kedua, revisi tersebut ditunggu-tunggu karena pada saat pengumuman peluang usaha radio beberapa waktu lalu dirasa terlalu singkat, yaitu tiga bulan bagi masyarakat untuk ajukan permohonan. Sehingga banyak yang belum sempat mengajukan, namun sudah tertutup peluang usahanya. Dan ketiga, pengumuman revisi master plan ini pun nantinya akan memudahkan pelayanan perizinan yang dilakukan KPID. Mengingat semua pelayanan proses perizinan penyiaran melalui KPID. Sehingga adanya pengumuman revisi dapat menjadi panduan bagi KPI untuk menerima permohonan IPP dari pemohon (masyarakat) untuk selanjutnya mengeluarkan Rekomendsi Kelayakan (RK) atau tidak.
Dalam kesempatan terpisah, Bidang Penataan Alokasi Dinas Penyiaran, Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo RI, Sugeng Budi Prasetyo menjelaskan, “Ini merupakan rencana kerja kami sejak tahun 2013, karena memang salah satu tugas pokok dan fungsi kami adalah untuk selalu menyempurnakan master plan penyiaran, baik itu master plan penyiaran radio AM, FM maupun penyiaran TV. Penyempurnaan rencana induk ini membutuhkan kehati-hatian, mengingat master plan merupakan pedoman pengkanalan frekuensi radio bagi industri penyiaran. Oleh karenanya penyusunan master plan membutuhkan waktu yang relatif lama. Harapannya master plan ini cepat selesai sesuai niat kami,” jelas Sugeng.
Menurut sumber lain dari SDPPI, Peraturan Menteri Kemenkominfo RI yang berlaku saat ini dan tengah berproses direvisi adalah Permen Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 15 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation).
Kemudian revisi pada Keputusan Menteri (Kepmen) Perhubungan, rencana induk frekuensi radio yang: Kepmen Nomor: Km. 76 Tahun 2003 Tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF) dan Kepmen Nomor: Km. 15 Tahun 2003 Tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation). Kedua Kepmen ini berisi pengaturan pengkanalan frekuensi radio agar tertib, efektif dan efisien bagi TV siaran analog pada pita UHF, dan meningkatkan kualitas penerimaan pancaran siaran radio bagi radio siaran FM. Sehingga akan proporsional di setiap wilayah sesuai dengan ketentuan Internasional. (Int)
Jakarta - Dalam dialog Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan Lembaga Penyiaran Publik – Radio Republik Indonesia (LPP – RRI) Direktur Utama Lembaga RRI Rosarita Niken Widiastuti mengatakan hasil quick count lembaganya sebatas potret kondisi lapangan. Menurut Niken, hasil perhitungan bisa akurat dan tidak.
“Namanya saja potret lapangan, hasilnya bisa akurat dan tidak. Hasil resmi tetap menunggu pengumuman dari KPU,” kata Niken dalam dialog di Ruang Rapat KPI, Senin, 14 Juli 2014. Meski begitu, menurut Niken, data hasil quick count Pilpres 2014 yang dilakukan RRI banyak digunakan oleh berbagai kalangan yang seolah-olah untuk mendukung salah satu pasangan calon.
“Kami menyayangkan data hasil quick count RRI dimanfaatkan sebagai legitimasi politik oleh pihak-pihak tertentu,” ujar Niken. Lebih lanjut Niken menjelaskan, adanya pemanfaatan data hasil quick count itu membuat lembaganya menyurati pihak-pihak terkait pada 10 Juli agar tidak menggunakan datanya “Bahkan ada beberapa pihak yang saya telpon berulang kali, agar tidak menggunakan bahan RRI sebagai bahan legitimasi.”
Menurut Niken, penggunaan data RRI oleh pihak-pihak tertentu seperti ingin membawa RRI ke pusaran politik. Padahal menurutnya, RRI adalah lembaga penyiaran publik yang harus netral. Tidak hanya sebatas saat melakukan quick count, juga dalam siarannya untuk menjaga netralitas dan independensi.
Dalam salah satu pemberitaan capres, menurut Niken, harus seimbang, baik dari segi waktu, durasi hingga konten. Dia mencontohkan, jika ada pemberitaan Capres Nomor 1 akan sebuah isu, berarti dalam masa tayang yang sama juga harus menyertakan berita tentang pasangan Nomor 2. Hal ini juga berlaku sama dengan pemasangan iklan kampanye Capres.
“Saya pernah menegur Kepala program, karena berita analisa tentang Capres nomor urut 1 menggunakan pengamat tingkat nasional. Sedangkan Capres nomor urut 2 pengamat di daerah. Itu tidak imbang, kalau mau imbang pengamatnya harus selevel,” kata Niken.
Mendengar semua penjelasan dari RRI, Komisioner KPI Pusat Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan, mengapreasi seluruh penjelasan RRI tentang quick count dan informasi di balik redaksi serta upaya netralitas yang telah dilakukan. Menurut Rahmat RRI sebagai lembaga penyiaran publik sudah seharusnya netral dan tidak memihak kepada pihak tertentu.
“Prinsip lembaga penyiaran publik adalah menjadi lembaga penyiaran untuk semua warga negara, harus merefleksikan keberagaman, menegakkan independensi dan netralitas, menjadi flag carriet dari bangsa Indonesia, mencerminkan identitas bangsa, perekat dan pemersatu bangsa,” ujar Rahmat.
Adanya perang opini di lembaga penyiaran, membuat KPI menghimbau seluruh lembaga penyiaran agar menghentikan penyiaran tentang quick count, ucapan selamat, dan klaim kemenangan. Menurut Rahmat, hal ini dilakukan akibat pemberitaan hasil quick count dari masing-masing pendukung calon bisa membuat kondisi di masyarakat menjadi terbelah dan mengancam integritas bangsa.
Sambil menunggu pengumuman hasil perhitungan resmi dari KPU, 22 Juli nanti, Rahmat meminta kepada RRI membuat dan menyiarkan iklan layanan masyarakat berisi himbauan agar masyarakat sabar menunggu rekapitulasi resmi dari KPU. “Sambil menunggu KPU, RRI bisa membuat iklan layanan masyarakat untuk menenangkan kondisi sebelumnya, agar masyarakat tetap menjaga kedamaian dan kerukunan setelah pelaksanaan Pilpres,” papar Rahmat.
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan: bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 tahun. Selain itu, dramatisasi poligami tokoh pria (39 tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melamhhar UU perlindungan anak yakni terkait pedofilia diatur dalam UU nlmor 23 tahun 2002. Oleh karena itu, program/tontonan ini tidak layak ditayangkan di salah satu saluran tv nasional.
Pojok Apresiasi
Laili Amanda
Sinetron ini mengajarkan kita untuk mencintai orang tua, khususnya Ibu