Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan sanksi teguran tertulis kepada program siaran INBOX yang ditayangkan SCTV, (14/8). Sanksi tersebut dijatuhkan karena ditemukan tayangan sekelompok penari yang melakukan goyang gojigo dengan mengenakan seragam pramuka yang dimodifikasi secara tidak pantas.
KPI menilai tayangan ini sangat tidak layak untuk ditayangkan karena melecehkan organisasi gerakan pramuka. Menurut KPI, pelanggaran pada tayangan ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan, perlindungan anak dan remaja serta perilaku tidak pantas. Untuk itu, rapat pleno KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (2), Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.
Sanksi ini merupakan kali kedua bagi Inbox, setelah pada 28 Mei 2015 mendapatkan teguran tertulis pertama. KPI mengingatkan, jika terjadi pelanggaran lagi pada program ini, maka akan ada peningkatan sanksi sesuai dengan pasal 75 SPS KPI tahun 2012.
Secara khusus KPI meminta pihak SCTV melakukan evaluasi internal agar kesalahan seperti ini tidak berulang. Untuk tayangan INBOX yang tayang di hari ultang tahun gerakan pramuka ini, KPI menerima aduan dari masyarakat yang keberatan dengan tayangan tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk pelecehan terhadap gerakan pramuka.
Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anis Baswedan mengusulkan adanya satu kanal atau siaran TV yang aman untuk publik. Selain aman, keberadaan kanal atau televisi ini memberikan alternatif bagi publik itu sendiri. Hal itu disampaikannya pada saat pertemuan dengan Ketua dan Anggota KPI Pusat di kantor Kemendikbud di bilangan jalan Sudirman, Senayan, Kamis, 20 Agustus 2015.
Menurut Anis, kanal aman tersebut dapat dijadikan tameng terhadap tontonan-tontonan yang berdampak buruk untuk masyarakat khususnya anak-anak. “Saya pikir Indonesia perlu memilikinya,” katanya. Anis mencontohkan bagaimana Amerika Serikat dengan PBS-nya (Public Broadcasting Service) mampu melindungi publiknya terutama anak-anak ketika informasi serangan terhadap WTC menjadi tayangan utama di semua televisi. “PBS sama sekali tidak menyiarkan informasi tersebut. Mereka tetap kosisten menyiarkan tayangan untuk anak-anak dan program acara edukatif lainnya,” jelas Anis.
Public Broadcasting Service (PBS) adalah jaringan televisi penyiaran publik yang beranggotakan 345 stasiun televisi di 50 negara bagian Amerika Serikat, Puerto Riko, Kepulauan Virgin, Guam, dan Samoa Amerika. Sebagian di antara stasiun televisi tersebut dapat disaksikan pemirsa televisi lokal dan televisi kabel di Kanada. Walaupun, istilah broadcasting (penyiaran) juga meliputi penyiaran radio, PBS hanya menangani siaran televisi. Siaran radio penyiaran publik ditangani National Public Radio dan penyedia materi siaran seperti American Public Media dan Public Radio International.
PBS didirikan tahun 1969 untuk mengambil alih fungsi dari lembaga pendahulunya, National Educational Television (NET) yang merger dengan WNDT (Newark, New Jersey) menjadi WNET. PBS mulai mengudara hari Senin, 5 Oktober 1970. Pada tahun 1973, PBS merger dengan Educational Television Stations (divisi dari National Association of Educational Broadcasters).
PBS adalah perseroan terbatas nirlaba yang dimiliki secara kolektif oleh stasiun televisi anggota. Walaupun demikian, sebagian besar kegiatan PBS dibiayai Corporation for Public Broadcasting, sebuah lembaga terpisah yang didanai pemerintah federal Amerika Serikat. Kantor pusat PBS berada di Arlington, Virginia.
Selain mengusulkan dibuat satu kanal aman, Anis juga mengimbau setiap orangtua untuk berani memencet tombol merah di remote TV pada saat jam belajar anak. Tindakan ini dinilainya sebagai langkah baik bagi anak dan orangtua untuk fokus belajar tanpa gangguan siaran televisi. “Harus ada kebiasaan seperti itu. Makanya, saya sangat setuju adanya peraturan daerah yang melarang menonton televisi pada saat jam belajar,” katanya.
Untuk mewujudkan kebiasaan ini, Anis mendorong perlunya sebuah gerakan nasional malu menonton televisi saat anak-anak sedang belajar. Gerakan ini diharapkan dapat merubah kebijakan stasiun televisi dalam memproduksi program acara. “Saya harap ini mematik kesadaran moral pemilik televisi untuk ikut bertanggungjawab memperbaiki kualitas isi siaran televisi,” pintanya yang langsung direspon positif Ketua dan Anggota KPI Pusat yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Sebelumnya, di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan pelaksanaan program literasi media yang sudah dilakukan KPI. Menurut Judha, media literasi terhadap anak-anak usia sekolah dapat membentuk pelindung dalam diri mereka dari tayangan yang berdampak buruk. “Media literasi bagi mereka akan membuat mereka paham akan media dan menimbulkan rasa kritis mereka terhadap tontonannya. Jangan sekedar mereka hanya menonton saja,” katanya kepada Mendikbud.
Judha juga mengusulkan kepada menteri agar program literasi media dapat masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Jika masuk, penerapan ini dinilai akan sangat efektif dan langsung sasaran. “Jikapun tidak dapat, masuk dalam buku pelajaran saja sudah bagus,” tambahnya.
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Komisioner KPI Pusat lainnya antara lain Bekti Nugroho, Danang Sangga Buana, dan Fajar Arifianto Isnugroho. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan proses Evaluasi Dengar Pendapat atau EDP bagi dua lembaga penyiaran berlangganan yakni PT Sarana Media Vision dan PT Media Televisi Kabel Indonesia (ICTA TV), Rabu, 19 Agustus 2015, di kantor KPI Pusat, Jakarta. Kedua LPB ini rencananya akan melakukan siaran secara nasional.
Azimah Subagijo, Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran sekaligus Komisioner KPI Pusat mengatakan, proses EDP dilakukan langsung oleh KPI Pusat karena kedua LPB tersebut berencana bersiaran secara nasional. “Namun begitu, kami tetap mengundang semua KPID untuk ikut dalam proses EDP ini,” katanya ketika membuka acara EDP tersebut.
Menurut Azimah, proses EDP adalah salah satu rangkaian perizinan yang harus dilalui oleh pemohon cq lembaga penyiaran sebelum memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran atau IPP tetap. Setiap pemohon harus menyampaikan proposal mereka untuk dinilai oleh KPI sebagai wakil publik dan juga narasumber yang terlibat dalam EDP.
Hal yang sama juga disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Danang Sangga Buana. Menurutnya, setiap pemohon izin penyiaran harus menyampaikan proposal perizinannya kepada KPI sebagai wakil publik untuk dinilai apakah layak mendapatkan rekomendasi untuk diproses ketahap berikutnya. Dalam tahap ini KPI juga mengundang narasumber yang terkait seperti dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan KPID.
“Kami ingin mendengarkan secara langsung maksud dan tujuan dari pemohon. Jadi, setiap pemohon kami beri kesempatan untuk menyampaikan proposalnya. Setelah itu, kami akan bertanya,” tambahnya kepada dua pemohon tersebut.
Usai penyampaian presentasi masing-masing proposal dari pemohon, Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Agatha Lily bertanya bagaimana strategi masing pemohon di tengah persaingan antar LPB yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Selain itu, Lily meminta setiap LPB memiliki internal sensorship terhadap program. “Sensor internal ini sangat penting untuk mencegah tayangan-tayangan yang buruk dan berpotensi melanggar aturan,” tegasnya.
Lily juga mengingatkan kedua pemohon agar proposional mengakomodir ketersediaan program lokal dan program asing. “Jangan sampai program asing lebih dominan ketimbang siaran lokal maupun nasional,” katanya.
Pendapat tersebut langsung diamini oleh Amirudin, Komisioner KPI Pusat lainnya. Menurut Amir, identitas budaya melalui program lokal maupun nasional sangat penting untuk menjaga keutuhan dan kelestariannya. “Dampak yang terjadi terhadap masyarakat harus dipikirkan,” tambahnya.
LPB pun harus ikut berpartisipasi mengedukasi publik seperti menyediakan informasi bagaimana penanganan terhadap bencana, pengaktifan parental lock, informasi bagaimana melakukan pengaduan ke KPI dan lain sebagainya. “Setiap LPB yang bersiaran nasional harus memiliki kantor perwakilan di setiap daerah,” timpal Azimah.
Sementara itu, pimpinan PT Sarana Media Vision menyatakan siap menjalankan aturan yang dibuat KPI seperti penyediaan internal sensorship, parental lock dan lainnya. “Kami pun akan berusaha menyediakan program lokal lebih banyak. Kami juga siap bekerjasama dengan TV lokal dan menyediakan space untuk itu. KPID pun akan menjadi patner kami untuk pemilihan programnya,” katanya.
Di akhir acara, pimpinan EDP, Danang Sangga Buana menegaskan jika isi proposal yang diajukan ke KPI harus sama pada saat nanti mulai bersiaran. Dia mengingatkan jika pelaksanaannya berbeda dengan isi proposal, ini akan menjadi salah satu bahan penilaian.
Dalam EDP itu, hadir Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho dan sejumlah KPID antara lain KPID Riau, KPID Aceh, KPID Sumatera Selatan, KPID Jawa Barat, KPID Lampung, KPID DKI Jakarta, KPID Kepulauan Riau, dan KPID Sulawesi Tenggara. ***
Jakarta - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mendukung penguatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Undang-Undang Penyiaran yang tengah disusun oleh DPR RI. Hal itu disampaikan oleh Fadli saat menerima kehadiran komisioner KPI Pusat di ruang kerjanya, di Gedung DPR/ MPR, (12/8).
Pada pertemuan tersebut, Ketua KPI Pusat Judhariksawan juga menyampaikan isu-isu strategis untuk dibahas dalam revisi Undang-Undang Penyiaran, diantaranya digitalisasi, pengawasan penyiaran pemilu, serta penguatan KPI secara kelembagaan. Judha menyampaikan, jika posisi KPI berada di bawah kementerian akan menimbulkan perubahan yang sangat mendasar dari semangat reformasi yang menjadi ruh dari undang-undang penyiaran yang ada sekarang. “KPI dibentuk sebagai perwakilan publik dalam mengurus hal-hal terkait penyiaran, “ ujar Judha.
Menanggapi hal tersebut, Fadli Zon secara tegas menyampaikan bahwa jangan sampai KPI berada di bawah kementerian. “KPI harus independen!,” ujar Fadli. Sikap ini tentu juga sejalan dengan harapan KPI agar independensi lembaga ini tidak diganggu gugat dalam regulasi penyiaran yang baru.
Terkait digitalisasi, Fadli menjelaskan bahwa kita tidak dapat membendung laju teknologi . Untuk itu dirinya juga melihat undang-undang penyiaran yang baru nanti harus mengakomodir perubahan teknologi penyiaran tersebut. Fadli berharap, Undang-Undang Penyiaran yang tengah disusun Komisi I ini dapat selesai pada tahun ini. “Kita sedang mengejar target legislasi tahun ini,” ujarnya. Diharapkan dalam dua masa sidang, pembahasan revisi undang-undang penyiaran dapat selesai.
Hadir dalam audiensi tersebut Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Amiruddin dan Danang Sangga Buwana, serta Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Rahmat Arifin. Pada kesempatan tersebut, Fajar Arifianto juga menyampaikan agenda KPI yakni survey indeks kualitas program siaran yang tengah berlangsung di 9 kota besar di Indonesia. Hal ini dilakukan KPI untuk memberikan potret pandangan masyarakat tentang kualitas program televisi. Fajar berharap, lewat survey ini televisi dapat terpacu dalam meningkatkan kualitas siarannya.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan penyempurnaan draft revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI sebelum disahkan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Jakarta pada 1 sampai 4 September 2015. Proses penyempurnaan draft ini melibatkan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dan berlangsung di kantor KPI Pusat, Rabu, 19 Agustus 2015.
Sebelum proses penyempurnaan, KPI Pusat telah melakukan dua kali uji publik terhadap draft revisi guna mendapatkan masukan sebanyak-banyak dari lembaga penyiaran, perguruan tinggi, LSM, ormas, dan instansi terkait. Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad mengatakan, forum ini sangat penting dalam konteks peninjauan kembali terhadap P3SPS. Harapan KPI Pusat, penyempurnaan ini merupakan hasil ramuan dari KPID dan masukan-masukan dari luar. “Hasil penyempurnaan ini akan kita bawa ke Rapim nanti di Jakarta untuk sisahkan,” katanya di depan peserta forum tersebut.
Forum ini, lanjut Idy Muzayyad, dapat menjadi jembatan atau mengakomodir yang berlaku umum termasuk yang ada di daerah.
Dalam forum ini, turut hadir Komisioner KPI Pusat lain yakni Agatha Lily, Sujarwanto Rahmat Arifin serta Komisioner KPID dari Aceh, Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Papua. ***
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan: Bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 Tahun. Selain itu dramatisasi poligami tokoh pria (39 Tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni terkait Pedofilia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. Oleh karena itu, program/tontonan ini TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL.
Pojok Apresiasi
Laili Amanda
Sinetron ini mengajarkan kita untuk mencintai orang tua, khususnya Ibu