- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 1482
Aceh Besar - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan ikut mengawasi konten-konten di platform media sosial yang ditengarai sarat dengan muatan negatif. Usulan ini didasarkan pada kewenangan KPI saat ini yang mengawasi konten di televisi dan radio. Harapannya, dalam regulasi ke depan, pengawasan konten di media sosial dilakukan oleh KPI juga. Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Literasi Media yang digelar KPI Aceh di Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Nahdlatul Ulama Dayah Mahyal Ulum Sibreh, Aceh Besar, (9/9).
Menanggapi usulan yang berkembang dalam forum tersebut, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Amin Shabana mengatakan hingga saat ini undang-undang penyiaran belum memberikan kewenangan bagi KPI untuk mengawasi konten-konten di media sosial. Namun demikian, Amin sangat memahami kekhawatiran banyak pihak dengan fenomena konten media sosial yang tidak terkontrol. Untuk itu, dia mengajak mengajak masyarakat termasuk mahasiswa untuk mendorong DPR segera mengesahkan revisi undang-undang penyiaran, termasuk mengatur mekanisme pengawasan konten-konten di media sosial.
Turut hadir pula dalam literasi media ini, Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar Raniry, Prof Dr Ridwan Nurdin yang membahas tentang kewajiban perspektif syariah untuk menghadirkan konten-konten siaran yang mencerdaskan. Sedangkan Amin Shabana membahas menyampaikan materi tentang “Literasi Media dalam Ekosistem Penyiaran”.
Jika menilik aturan terkait konten dalam undang-undang penyiaran, menurut Amin, semuanya memiliki dalil-dalil dari perspektif syari’ah. Larangan adegan kekerasan sejalan dengan Alquran surah An Nisa ayat 148, surah al-Maidah ayat 32 dan termasuk surah al-Hujurat ayat 10. Sementara larangan asusila terdapat dalam surah Al A’raf ayat 80 dan surah Al-Isra 32. Begitu juga larangan alkohol, rokok, Napza dan sebagainya yang diatur dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Amin menyampaikan peran strategis yang dapat diambil mahasiswa dalam pengawasan program siaran kepemiluan sehubungan dengan tahun politik. Menurutnya, mahasiswa harus pro aktif mencari informasi yang akurat di TV maupun Radio dan menjadi agent of change dalam mewujudkan pemilu yang bermartabat melalui pengawasan siaran kepemiluan. “Saya juga berharap mahasiswa tidak ikut terprovokasi informasi HOAX, informasi yang menyesatkan dan menghasut, dan tidak ikut terlibat dalam menyebarluaskan black campaign, “ tegasnya.
Amin juga mengajak mahasiswa untuk dalam memantau siaran kepemiluan baik di televisi atau pun radio. KPI menyediakan saluran pengaduan bagi masyarakat yang menemukan potensi pelanggaran, termasuk terkait netralitas lembaga penyiaran dalam pesta demokrasi saat ini. Tak hanya itu, Amin mendorong produksi konten positif dari Pesantren, yang dapat hadir sebagai penjernih berbagai isu, termasuk isu keagamaan dan sosial masyarakat lokal.
Menurutnya, salah satu konten positif produksi content creator lokal yang dapat dirujuk adalah Layar SMONG. Film ini, ungkap Amin, mengangkat cerita kearifan lokal (local wisdom) yang diwariskan turun temurun di masyarakat Pulau Simeuleu dalam menghadapi bencana alam. Budaya SMONG juga yang menyelamatkan warga Simeuleu dari bencana dahsyat Tsunami tahun 2004, silam. Amin mengajak stasiun televisi yang bersiaran di Aceh, baik lokal ataupun jaringan, untuk menayangkan film Layar SMONG. “Harapannya, dapat menjadi contoh peran serta lembaga penyiaran dalam isu kebencanaan di daerah perbatasan,” pungkasnya. (Foto: KPI Aceh)