Jakarta – Rapat bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan Rakornis KPI 2013 memutuskan tiga keputusan dalam rekomendasi berkaitan dengan pelaksanaan sistem stasiun jaringan (SSJ). KPI Pusat dan KPID secara serentak akan mengirimkan surat kepada seluruh stasiun televisi yang berjaringan untuk menyiarkan kontent lokal sebesar 10% soal tanggalnya akan ditentukan dalam RAKORNAS KPI di Bali akhir bulan ini.
Keputusan rekomendasi kedua yakni dalam waktu 3 bulan setelah surat dikeluarkan, KPID dan KPI Pusat akan melakukan evaluasi pelaksanaan 10% kontent lokal tersebut.
Ketiga, pelaksanaan kontent lokal 10% diharapkan sudah terlaksana di seluruh Indonesia paling lama dalam waktu 1 tahun sejak dikeluarkannya surat pemberitahuan oleh KPID dan KPI Pusat kepada seluruh stasiun televisi yang berjaringan
Dalam rekomendasi soal SSJ tersebut dijelaskan definisi mengenai program lokal. Program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual, dan program siaran nonfactual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat. Red
Jakarta - Rapat bidang Isi Siaran Rakornis KPI menghasilkan sejumlah rekomendasi selain pembentukan Tim oleh KPI Pusat mengenai pengaturan penyiaran LPB. Rekomendasi tersebut yakni terkait koordinasi antara KPID dan KPI Pusat mengenai penjatuhan sanksi. Selain itu, direkomendasikan kepada bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan untuk membuat keputusan tentang keberadaan konten provider pada lembaga penyiaran.
Demikian keputusan rapat bidang Isi Siaran dalam Rakornis KPI 2013 di Hotel Grans Mercure Hayam Wuruk, Jumat, 15 Maret 2013.
Dalam rapat yang berlangsung alot tersebut, sejumlah KPID menyampaikan pendapatnya terkait penjatuhan saksi tersebut. Menurut pendapat mereka, koordinasi penjatuhan sanksi diperlukan guna menghindari adanya overlaping sanksi antara KPI Pusat maupun KPID. Selain itu, rapat membahas mengenai format sanksinya.
Sebelumnya, rapat yang dipimpin Komisioner KPI Pusat, Nina Mutmainnah, membahas secara intensif pengaturan konten LPB. Mencuat pembahasan soal perbedaan pandangan mengenai iklan serta slot iklan yang dijual di LPB dan komposisi siaran asing, lokal dan nasional di televisi berbayar.
Sementara itu, sampai dengan berita ini diturunkan, sidang pada dua bidang KPI yakni kelembagaan dan infrastruktur penyiaran dan perizinan, masih berlangsung. Bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan, ketika kpi.go.id masuk ke dalam ruangan rapat, sedang membahas pengaturan LPB dalam setiap aspek. Red
(Jakarta) - Masyarakat seharusnya tidak membandingkan TVRI dengan televisi swasta lain, karena keduanya tidak sepadan untuk dibandingkan. Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, TVRI mengemban misi “merah putih” dalam setiap program siaran. Hal tersebut disampaikan oleh Erina Tobing, Direktur Teknis TVRI dalam acara audiensi yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan jajaran direksi TVRI di kantor TVRI Pusat (14/3).
Saat ini, TVRI mempunya 30 stasiun regional yang masing-masingnya harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Berbeda dengan televisi swasta yang sebagian besar memiliki satu stasiun lengkap dan terpusat di Jakarta. Selain itu, TVRI pun memiliki batasan dari regulasi yang ada di negara ini dalam pengelolaan anggarannya. “Tidak fair jadinya, membandingkan TVRI dengan TV swasta lainnya”, tegas Erina.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Ketua KPI Pusat Mochamad Riyanto, komisioner KPI Pusat lainnya Azimah SUbagijo, Idy Muzayyad, serta Direktur Utama TVRI Farhat Syukri, Erina mengakui adanya tuntutan yang tinggi dari masyarakat untuk kualitas siaran TVRI. Namun demikian Erina juga meminta masyarakat memahami bahwa jangkauan layanan siaran TVRI bukan sekedar daerah Jakarta ataupun pulau Jawa. Masih banyak masyarakat yang butuh siaran edukasi tentang cara menggemukkan tomat dan cabe, atau cara menjaring ikan di laut dalam jumlah yang banyak, ujar Erina.
Hal-hal sederhana itu, ujar Erina, memang tidak dirasa penting untuk masyarakat Jakarta ataupun pulau Jawa. Namun berbeda responnya bagi masyarakat Indonesia di pulau-pulau terpencil seperti Saumlaki-Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Talaud, ataupun di wilayah yang tidak terjangkau siaran televisi swasta.
Sementara itu bagi KPI, TVRI sebenarnya merupakan penyeimbang di masyakat di antara beragamnya televisi swasta dengan segala muatannya. Menurut Riyanto, KPI mendukung eksistensi TVRI dalam menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia melalui penyiaran. Belum lagi, untuk wilayah perbatasan, TVRI memiliki peran yang sangat strategis untuk keutuhan bangsa. “Memang TVRI memiliki beban dalam merawat bangsa ini”, ujar Riyanto. Sudah sangat wajar jika negara pun memberikan perhatian yang lebih kepada TVRI yang sekarang memiliki 388 pemancar yang 116 diantaranya dalam kondisi rusak. Padahal, bagaimanapun juga TVRI lah stasiun televisi yang paling dekat dengan publik, masyarakat Indonesia, pungkas Riyanto.
Jakarta – Rakernis KPI bidang Isi Siaran sepakat membentuk tim kecil pembentukan aturan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). Tim kecil ini akan dibentuk oleh KPI Pusat dengan anggota Tim berasal dari KPID. Hal itu disampaikan dalam rapat bidang Isi Siaran Rakernis KPI 2013 di Hotel Grand Mercure Jakarta, Jumat, 15 Maret 2013.
Nantinya, Tim kecil akan menginventarisir daftar masalah yang disampaikan KPID dalam Rakernis. Sejumlah masalah yang banyak disampaikan KPID antara lain soal mekanisme bisnisnya, klasifikasi program, etika, legal distribusi, dan sejumlah masalah terkait.
Tim kecil bentukan KPI Pusat akan bekerja sebelum berlangsungnya Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2013 di Bali, akhir Maret sampai awal April. Pembahasan dalam tim kecil bukan keputusan akhir dari pembentukan aturan tersebut. Rencananya, apa yang dirumuskan Tim kecil akan dibahas dalam Rakornas di Bali.
Sementara itu, Rusdin Tompo, Anggota KPID Sulawesi Selatan (Sulsel), menyampaikan persoalan etika bisnis dalam industri televisi berlangganan. Menurutnya, jika KPI membuat ini harus diingat jika persoalan penentuan tarif bukanlah wilayah KPI. “Ini merupakan mekanisme pasar. Namun ini juga tidak bisa memberikan keuntungan. Harus ada rujukan mengenai mekanismenya,” katanya.
Terkait persoalan etika, Rusdin berpendapat mestinya LPB yang buat standarisasi tersebut. Adapun KPI mendorong hal ini. Sampai dengan berita ini diturunkan, Rapat bidang Isi Siaran masih berlangsung dengan pokok bahasan lain terkait persoalan pemberian sanksi. Red
Jakarta – Usai dibuka Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Rapat Koordinasi Teknis (Rakernis) KPI 2013 bidang Isi Siaran KPI mulai tancap gas membahas pengaturan konten lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Pembahasan ini kelanjutan dari FGD soal pengaturan konten LPB satu hari sebelumnya di kantor KPI Pusat yang mengudang sejumlah stakeholder LPB.
Adapun pembahasan yang mengemuka yakni mengenai parental lock, klasifikasi acara, siaran iklan, in house production, hak siar atau cipta, legal distibusinya serta provider.
Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto mengatakan, pengaturan ini juga diminta kalangan industi dan lembaga yang diminta untuk mengatur itu adaah KPI. Bahkan, pengaturan ini tidak sebatas konten tapi juga bisnisnya. Sejumlah perwakilan KPID menyampaikan pendapat serta persoalan berkaitan dengan televisi berlangganan di wilayahnya. Iwan, Anggota KPID Riau, mengusulkan soal pengawasan LPB dimulai sejak proses evaluasi dengar pendapat (EDP).
“Persoalannya ada dalam program proposal yang disampaikan dalam EDP. Tidak pernah kita tahu jika mereka akan menambah kanal. Ini harus kita tegaskan dalam EDP. Posisi EDP sangat penting dalam pengawasan tersebut. Harus ada pelaporan jika ada penambahan. Ini ruang kosong dalam pengawasan kita,” kata Iwan.
Menyoal sensor internal, Iwan melihat memang jarang dilakukan LPB. Menurutnya, KPI perlu mendorong referensi soal sensor internal. Mengenai parental lock ini menjadi membingungkan ketika ada perbedaan teknologi. “Soal ini, sebaiknya ada kewajiban dari LPB untuk mensosialisasikan pentingnya hal ini kepada pelanggan,” katanya di ruang Opal Hotel Grand Mercure Jakarta, Kamis, 14 Maret 2013.
Sampai dengan berita ini ditulis, pembahasan di bidang isi siaran masih berlangsung. Red
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan: bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 tahun. Selain itu, dramatisasi poligami tokoh pria (39 Tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni terkait Pedofilia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 Oleh karena itu, program/tontonan ini TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL