Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan imbauan untuk lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan iklan dengan muatan dewasa sebelum masuk waktu atau jam tayang dewasa yakni antara pukul 22.00 hingga 03.00 waktu setempat. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat imbauan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan ditujukan kepada seluruh pimpinan lembaga penyiaran, Senin, 18 April 2016.
Berdasarkan hasil pemantauan dan aduan masyarakat yang KPI Pusat terima, terdapat beberapa versi iklan di media televisi terkait sosialisasi program Keluarga Berencana (KB) antara lain iklan “PilihanKu” dengan muatan yang mempromosikan jenis-jenis alat kontrasepsi dan iklan “SKATA” yang isinya memperkenalkan kepada masyarakat sebuah aplikasi untuk mendapatkan informasi terkait program KB. KPI Pusat menilai iklan-iklan tersebut memuat konten yang ditujukan bagi khalayak dewasa.
Mempertimbangkan adanya muatan untuk khalayak dewasa serta mengacu pada aturan P3SPS, KPI Pusat mewajibkan siaran iklan tersebut ditayangkan pada jam tayang dewasa yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
Selain itu, lembaga penyiaran juga wajib memperhatikan muatan iklan, seperti narasi, percakapan, ataupun adegan, yang disiarkan agar tidak bertentangan dengan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 serta Etika Pariwara Indonesia (EPI). ***
Menarik mengikuti informasi pada layar tevisi akhir-akhir ini. Beberapa waktu lalu sebelum kegaduhan penghinaan artis terhadap Lambang Negara , layar televisi kita dihiasi berita soal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Tranjender). Bahkan hal ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sampai mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor 203 /K/KPI/02/2016 untuk mengatur pembawa acara (host) , talent atau pengisi acara baik pemeran utama maupun pendukung agar tidak tampil dengan gaya pakaian kewanitaan , make-up kewanitaan , bahasa tubuh kewanitaan , gaya bicara kewanitaan , promosi pembenaran pria berperilaku kewanitaan , menampilkan sapaan pria dengan kewanitaan , maupun istilah khas yang digunakan kalangan pria kewanitaan.
Surat Edaran ini sempat menjadi polemik dan kontroversi antara yang pro dan kontra karena dianggap diskriminatif. Namun kenyataannya surat edaran tersebut mendapat dukungan positif para pengelola televisi sehingga berdampak positif dengan berkurangnya tayangan para pengisi acara televisi yang berperilaku kewanitaan.
Perlu digaris bawahi bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bukan lembaga seperti Departemen Penerangan pada Era dahulu atau wasit dari persaingan antar stasiun televisi , namun KPI lebih menjadi mitra dari para pemangku kepentingan dunia penyiaran Indonesia. Sehingga kalau KPI sampai mengeluarkan surat teguran atau edaran kepada stasiun televisi di Indoensia, hal ini bentuk dari tanggung jawab moral sebagai lembaga kepada masyarakat.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan komisi yang diberi amanat tinggi oleh Undang-Undang No.32 Tahun 2002 sebagai Lembaga Independen yang mengatur regulasi penyiaran televisi baik secara konten sampai ijin penyelenggaraannya. Maka bisa dikatakan KPI merupakan salah satu lembaga strategis milik negara dengan kewajiban mengawal, moral, budaya dan etika bangsa dari pengaruh buruk tayangan televisi , sesuai tags line KPI yaitu memberikan “tayangan sehat untuk rakyat”.
Soal LGBT mereda , keluar lagi kasus penghinaan Lambang Negara oleh artis di layar televisi kita. Sehingga hampir semua program infotaimen mengulang-ulang kasus tersebut dari pagi , siang bahkan malam. KPI pun sudah mengeluarkan teguran keras kepada Program Acara tersebut, meski sebatas delik aduan masyarakat dan hanya pada ranah konten acara , karena dianggap menyimpang dari P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). Penghinaan terhadap lambang dan simbol negara tidak dapat ditolerir, karena simbol dan lambang negara harus ditempatkan pada posisi terhormat kalau negara ini tetap ingin di hormati oleh negara lain.
Posisi KPI memang tidak bisa sebagai pengadil pada ranah pidana, namun KPI seharusnya dengan kewenangannya dapat memberikan sangsi yang lebih nyata, sehingga dapat memberikan efek jera baik bagi pelaku maupun para penyelenggara siaran televisi, bukan hanya berupa teguran keras. Tayangan tidak sehat dan kurang mendidik harus mulai di tinggalkan agar negara ini lebih baik dikemudian hari. Penyederhanaan masalah akan menjadikan sebuah masalah menjadi biasa. Jika masalah tidak baik sudah dianggap biasa, maka nanti akan menjadi sebuah karakter bahkan identitas dari sebuah bangsa.
Penonton televisi berbeda dengan penonton bioskop. Seseorang menonton bioskop secara sengaja datang ke gedung bioskop dan membayar, sehingga secara psikologis lebih dapat menerima sebuah tontonan yang kurang baik sekalipun. Sementara penonton televisi mendapatkan tontotan kadang tanpa sengaja, karena tayangan televisi hadir di rumah seperti tamu tidak diundang, maka secara psikologis penonton televise akan berbeda dalam merespon sebuah tontonan, maka hal ini juga merupakan salah satu alasan kenapa KPI ada sekarang.
Kondisi Saat ini
Berdasar pengamatan riil saat menjadi siswa P3SPS beberapa waktu lalu, KPI sebagai Lembaga Independen tidak seutuhnya merdeka. Misalkan KPI pusat, untuk operasional finansial masih melalui persetujuan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Untuk operasional kerjanya masih menempati salah satu gedung milik Kementrian tertentu. Hal ini berbeda dengan komisi sejenis milik pemerintah seperti Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK), yang sudah memiliki gedung permanen. Padahal seperti disebutkan diatas , KPI merupakan salah satu palang pintu menjaga moralitas bangsa dari pengaruh buruk tayangan televisi.
Dengan keterbatasan operasional saat ini, KPI masih bisa menjalankan tugas dengan baik, seperti memberikan pelatihan kepada para insan televisi berupa Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), dimana sudah memasuki Angkatan ke VII, meskipun lembaga ini berdiri lebih dari sepuluh tahun. Pelatihan produksi tayangan sehat alangkah baiknya juga diberikan kepada para pembawa acara, artis atau kalau perlu KPI berjuang untuk bisa dimasukkan ke kurikulum sekolah konvensional, agar anak bangsa ini bisa memproteksi budaya luar yang kurang baik lewat serangan tayangan televisi baik berlangganan maupun online.
Disamping masalah operasional, KPI saat ini juga masih kurang harmonis dengan Lembaga Sensor Film (LSF). untuk standar aturan yang digunakan dalam menilai kelayakan tayangan televisi. Pada sisi praktisi penyiaran televisi, misalkan nomor Lolos sensor dari LSF kadang tidak sesuai dengan standar P3SPS dari KPI.
Tantangan Ke Depan
Perkembangan media televisi yang pesat tidak bisa dihindari. Menonton tayangan televisi bisa melalui berbagai media, seperti terrestrial, satellite, on line , gadget , baik berupa pay tv (TV berbayar) maupun free to air (TV tidak berbayar), sehingga KPI cukup berat tantangan ke depannya Maka sewajarnya sebagai salah satu lembaga independen strategis milik negara, sudah sepantasnya mulai berbenah mengatasi segala kemungkinan, baik perundangan atau standar panduan konten acara sebagai rambu-rambu bagi para penyelenggara penyiaran seperti Lembaga Penyiaran Publik , Swasta , Berlangganan dan Komunitas.
Dari sisi operasional, KPI sudah saatnya mandiri secara financial, sehingga mampu meningkatkan sistem pemantauan tayangan lebih modern dan terintegrated dari sisi teknologi, bukan pencatatan secara manual seperti saat ini. Dari sisi panduan P3SPS yang KPI gunakan, sudah saatnya disesuaikan perkembangan jaman, lebih terukur lagi dan diselaraskan dengan perundangan Negara serta pedoman dari Lembaga lain seperti LSF (Lembaga Sensor Film).
Sehingga kalau Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah mandiri serta mampu menjawab tantangan jaman, maka sebagai penjaga moral bangsa melalui layar televisi Komisi Penyiaran Televsi akan lebih berwibawa lagi.
Oleh Ciptono Setyobudi
Penulis adalah Ka. Penelitian Akademi Televisi Indonesia, Pratikisi Penyiaran & Alumni P3SPS VI
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengadakan peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-83 yang dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas), di Mataram, Nusa Tenggara Barat (1-3 April). Dengan tema “Mewujudkan Dunia Penyiaran yang Sehat dan Berkualitas dalam menghadapi Era Konvergensi”, KPI mengagendakan Peringatan Harsiarnas dan Rakornas KPI ini akan diawali dengan seminar internasional tentang Digitalisasi.
Ketua Panitia Rakornas KPI 2016, Bekti Nugroho menyampaikan, dalam seminar internasional yang akan membahas tentang Migrasi Digital Televisi Terresterial dengan menghadirkan pembicara regulator media dari Turki, Australia dan Thailand. “Migrasi digital di dunia penyiaran ini adalah sebuah kemestian yang akan dihadapi bangsa Indonesia,” ujar Bekti. Karenanya, belajar dari proses migrasi yang sudah dilakukan negara-negara lain, seharusnya migrasi penyiaran digital di Indonesia dapat berlangsung lebih baik.
KPI sendiri, sebagai regulator media dalam menghadapi digitalisasi penyiaran ini tentulah harus didukung dengan kelembagaan dan kewenangan yang kuat. “Masyarakat akan mempunyai banyak sekali pilihan televisi, karena jumlahnya semakin berlipat dari yang ada sekarang”, papar Bekti.
Karenanya, selain kemampuan literasi media di masyarakat harus ditingkatkan, kewenangan regulator dalam mengawasi konten siaran di era digital ataupuin konvergen juga harus diperkuat. Sehingga, muatan penyiaran yang diterima masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan hak asasi. Selain itu, ujar Bekti, KPI berharap, pemerintah dan DPR dapat membuat kebijakan yang menguntungkan kepentingan publik sekaligus menjamin kelangsungan industri penyiaran, khususnya TV lokal.
Rakornas adalah perhelatan tahunan yang mempertemukan Komisioner KPI Pusat dan KPI Daerah se-Indonesia ini. Pada kesempatan kali ini agenda yang akan dibahas secara internal adalah: 1. Masukan KPI kepada Komisi I DPR RI tentang Revisi Undang-Undang Penyiaran. 2. Usulan Penerapan Sanksi Denda atas Pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran; 3. Pengaturan Siaran Pengobatan Alternatif di TV dan Radio; 4. Siaran Bersama Program Lokal; 5. Kodifikasi Peraturan terkait Tata Cara Pelayanan Perizinan.
Bekti berharap, Rakornas 2016 dapat menghasilkan putusan-putusan yang melindungi kepentingan masyarakat terhadap dunia penyiaran. Sehingga, dalam menyongsong era konvergensi ini, dunia penyiaran dapat hadir dengan muatan yang sehat dan berkualitas.
A. Keputusan Bidang Kelembagaan Rakornas KPI Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Melakukan sinergi antara KPI Pusat dan KPI Daerah dengan membentuk Panitia Kerja yang terdiri dari KPI Pusat dan perwakilan seluruh KPI Daerah dengan biaya masing-masing sehubungan dengan pembahasan perubahan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002; 2. Mengusulkan kepada Menteri Dalam Negari RI untuk segera melakukan perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.19 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, dengan tetap memperhatikan sekretariat KPI Daerah berbentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berdiri sendiri yang diselaraskan dengan UU no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran; 3. Membentuk tim khusus yang melibatkan KPI Pusat dan perwakilan seluruh KPI Daerah dengan biaya masing-masing untuk merevisi peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No.1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan dan mengusulkan hasil revisi sebagai bahan usulan menjadi Kepres atau Perpres; 4. Penyelenggaraan Rakornas KPI Tahun 2017 dan Peringatan Hari Penyiaran Nasional ke 84 diusulkan di Provinsi : 1. Papua Barat, 2. Bengkulu 3. Kalimantan Barat 4. Kalimantan Tengah 5. Sumatera Barat Dan selanjutnya,tempat penyelenggaraan Rakornas 2017 dan Peringatan Hari Penyiaran Nasional ke 84 akan diputuskan di rapat pleno KPI Pusat dengan mempertimbangkan proposal dan kesiapan KPI Daerah yang didukung dengan surat kesediaan dari Gubernur masing-masing daerah.
B. Keputusan Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Rakornas KPI Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Mengkodifikasi regulasi di bidang PS2P dalam bentuk 1 (satu) Peraturan KPI dengan ruang lingkup: a. Panduan survei MKK Publik berkenaan program siaran lembaga penyiaran b. Tata cara dan persyaratan EDP c. Penerbitan RKPP d. Parameter dan bobot penilaian aspek program siaran untuk penerbitan RKPP e. Penilaian persyaratan program siaran dalam seleksi dan EUCS 2. Meningkatkan bentuk regulasi di bidang PS2P menjadi Peraturan KPI yakni: a. Keputusan KPI Pusat tentang Penayangan Pada Waktu Yang Sama Program Siaran Lokal Bagi LPS Stasiun Penyiaran Lokal Berjaringan 3. Menambahkan substansi/klausul dalam ketentuan Peraturan KPI sebagai berikut: a. Asal anggaran EDP beserta persyaratannya b. Monitoring pelaksanaan SSJ oleh KPI Pusat/Daerah per 3 (tiga) bulan sekali c. Melibatkan KPID (LPS Anggota Jaringan SSJ) dalam EDP Perpanjangan Izin LPS Induk Jaringan SSJ 4. Membentuk Tim Finalisasi Regulasi Bidang PS2P dengan anggota KPI Pusat dan Daerah 5. KPI mendorong adanya klausul dalam Revisi UU Penyiaran sebagai berikut: a. Klausul yang menjamin Negara menguasai frekuensi dengan pilihan single multiplex dalam penyelenggaraan penyiaran era digital b. Klausul peningkatan pendapatan negara/daerah dari penyelenggaraan penyiaran, antara lain dari: BHP Frekuensi, Sanksi Administratif Denda Pelanggaraan Penyiaran 6. Mendorong Kemenkominfo menerbitkan peluang penyelenggaraan penyiaran LPB Terestrial dan LPS Radio 7. KPI berkoordinasi dengan Pemda dalam: a. Upaya penataan infrastruktur pasif LPB Kabel b. Menata susduk LPPL dalam administrasi pemda untuk menjamin keberlangsungan operasional penyelenggaraan LPPL
C. Keputusan Bidang Pengawasan Isi Siaran Rakornas KPI Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Terkait perubahan UU Penyiaran KPI mengusulkan: a. Sanksi denda administratif terhadap Lembaga Penyiaran. b. Pengisi acara dapat dikenakan sanksi denda administratif dan pelarangan tampil. c. Hukum acara penjatuhan sanksi administratif d. Peradilan Administrasi Khusus Penyiaran. 2. Terkait perubahan P3 dan SPS mengusulkan: a. Pemberian sanksi minimal penghentian sementara bagi program siaran yang melanggar aturan tentang bahasa, bendera dan lambang negara dan lagu kebangsaan. b. Tata cara penjatuhan sanksi. 3. Penegakan aturan dan pemberian sanksi terkait kewajiban LPS TV Berjaringan untuk memenuhi konten lokal minimal 10%. 4. KPI Pusat bersama KPID melakukan pemetaan rekap sanksi yang sudah diberikan kepada lembaga penyiaran. 5. Terkait perpanjangan izin LPS TV Berjaringan harus mempertimbangkan masukan dari KPID dalam bentuk rekapitulasi sanksi, evaluasi pemenuhan minimal 10 % konten lokal, dan hasil verifikasi faktual. 6. Terkait Penyiaran Pemilu atau Pemilukada: a. KPI perlu meningkatkan koordinasi dengan KPU terkait perubahan peraturan perundangan yang berhubungan penyiaran pemilu atau pemilukada, dengan memperhatikan masukan dari KPID. b. Merevisi Pasal 71 dalam P3SPS yang terkait dengan siaran politik baik dalam fase pra tahapan pemilu dan tahapan pemilu. c. KPI Pusat mengusulkan alokasi APBN tahun 2017 terkait bantaun fasilitasi KPID untuk pelaksanaan pengawasan penyiaran pilkada serentak. 7. Penyiaran terkait dengan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan tradisional perlu dibuat aturan khusus yang berkeadilan dan mengusulkan peninjauan kembali Pasal 67, 69 PP No 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional karena bertentangan dengan Pasal 8 ayat 3 UU Penyiaran No 32 Tahun 2002. 8. KPI Pusat perlu berkoordinasi dengan Kominfo terkait aturan tentang program siaran yang diproduksi dan disiarkan sendiri oleh LPB. 9. Perlu dilakukan rapat koordinasi bidang isi siaran secara reguler minimal tiga bulan sekali.
Lombok - Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-83 dilaksanakan di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat (01/04/2016) siang. Dalam acara yang dirangkaikan dengan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2016 ini Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengungkapkan, perkembangan dunia penyiaran tanah air ke depan akan mengahdapi semakin banyak tantangan, khususnya ketika sudah memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
“Semoga peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-83 ini bisa memberikan semangat baru, sprit baru, menjadikan penyiaran yang memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta membina generasi muda sebagai generasi-generasi unggul,” kata Judhariksawan.
Ia melanjutkan, untuk mewujudkan harapan itu, komisioner KPI Pusat bersama KPI Daerah seluruh Indonesia akan membahas langkah dan kebijakan strategis untuk mengatur dunia penyiaran.
Senada dengan hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI Rudiantara berharap, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dapat berjalan lancar dan akan melahirkan kebijakan yang berkontribusi bagi peningkatan kualitas penyiaran tanah air.
“Rakornas KPI merupakan forum tertinggi yang menetapkan kebijakan menyangkut penyiaran Indonesia,” jelasnya. Selain itu, ia berharap penyiaran tidak hanya menghadirkan tontonan, tetapi juga akan lebih banyak berisi tuntunan. “Yang senantiasa memiliki nilai tambah bagi kehidupan kita,” ujarnya.
Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi yang juga memberikan sambutannya mengaku berterima kasih dipilihnya NTB sebagai tempat pelaksanaan peringatan Harsiarnas dan Rakornas KPI tahun ini.
Ia berharap, perhelatan ini akan memberi nilai tambah bagi wilayahnya, sekaligus meminta KPI dan KPID seluruh Indonesia untuk menjadikan penyiaran lebih baik dan memberikan kontribusi yang baik bagi bangsa ini.
“KPI dan KPI Daerah dengan kewenangan dan atribusi yang diberikan Undang-Undang, termasuk KPID NTB, mari berkontribusi yang baik untuk bangsa,” pintanya.
Dalam peringatan Harsiarnas kali ini, juga diberikan penghargaan untuk pihak-pihak yang telah berperan dalam dunia penyiaran. Ada tiga penghargaan, di antaranya, penghargaan untuk tokoh peduli anak yang aktif mendukung penyiaran indonesia diberikan kepada Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil Kak Seto.
Kemudian penghargaan untuk lembaga yang aktif mendukung terciptanya program siaran yang lebih berkualitas dianugerahkan kepada Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi (ISKI). Selain itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat juga menerima penghargaan sebagai pemerintah provinsi yang proaktif mendukung pelaksanaan literasi media dan penyiaran sehat, penghargaan diterima oleh Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi.
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak (di bawah 18 tahun) yang dilakukan secara paksa. Hal tersebut melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan yaitu "bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 tahun." Dramatisasi poligami tokoh pria dengan umur 39 tahun dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni mengenai Pedofilia yang diatur pada UU Nomor 23 Tahun 2002. berdasarkan yang saya sampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa tontonan tersebut TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL apalagi tayangan tersebut berada di jam-jam ramai orang menonton Tv.