Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah meminta televisi dan radio kedepankan pemulihan korban saat peliputan bencana banjir. Diketahui, beberapa daerah di Jabodetabek dan sejumlah daerah di kota lain di tanah air terdampak bencana banjir.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada televisi dan radio yang sudah berjibaku menginformasikan kepada publik terkait banjir yang belakangan ini terjadi,” katanya di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
“Dalam menginformasikan kepada publik, tetap gunakan rambu-rambu regulasi agar informasi yang disampaikan tidak menimbulkan kepanikan sosial. Sekaligus bisa mendorong upaya pemulihan warga terdampak,” lanjutnya.
Selain itu, Gus Ubaid sapaan akrabnya, juga meminta agar televisi dan radio yang bekerja di sekitar bencana banjir tidak mengganggu proses evakuasi yang dilakukan timpekerja tanggap darurat dan relawan.
“Tidak mengganggu proses pekerjaan tim tanggap darurat, sehingga proses evakuasi berlangsung kondusif, pemulihan warga terdampak dan keluarga segera dan lekas ditangani,” imbuhnya.
Selain itu, KPI juga mengingatkan agar peliputan bencana mengedepankan rasa empati dan tidak menimbulkan trauma terhadap warga terdampak. Menurutnya, penggunaan gambar tidak untuk dieksplorasi secara berlebihan.
“Tidak diperbolehkan mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber dalam peliputan bencana, tidak menampilkan gambar luka berat, tidak menampilkan gambar korban secara detail dengan close up,” sambung Ubaidillah.
Gus Ubaid berharap melalui peliputan bencana yang arif dan sesuai kepentingan publik, bisa dengan cepat melakukan proses pemulihan. “Harapannya agar banjir segera surut, lalu warga terdampak bisa segera beraktivitas kembali seperti sediakala,” pungkas Ubaid.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk dua program siaran di Garuda TV. Dua program siaran tersebut yakni Program Siaran “Music Trending” dan Program Siaran Jurnalistik “Kriminal +62”. Kedua program ini dinilai melanggar ketentuan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
Demikian dituliskan KPI Pusat dalam surat teguran untuk dua program tersebut yang telah dilayangkan ke pihak Garuda TV, beberapa waktu lalu.
Dalam surat teguran untuk Program Siaran “Music Trending” dijelaskan bahwa program ini melakukan pelanggaran pada tayangan “Music Trending” tanggal 13 Februari 2025 pukul 09.38 WIB. Dalam tayangan itu, ditampilkan video klip lagu berjudul “Anak Lanang” yang memuat adegan seorang pria sedang mengonsumsi atau menghisap rokok. Ditemukan pula muatan serupa setelahnya, tepatnya di pukul 09.50 WIB.
Pada PKPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS) Pasal 37 ayat (4) huruf a, program siaran dengan klasifikasi R (remaja) dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan rapat penjatuhan sanksi KPI Pusat, adegan konsumsi rokok tersebut melanggar 8 (delapan) pasal dalam P3SPS.
“Kami minta kepada Garuda TV untuk lebih berhati-hati dan teliti sebelum penayangan. Peran Tim produksi, termasuk quality control (QC) internal masing-masing lembaga penyiaran sangat besar untuk memastikan tayangan tersebut aman sebelum penayangan,” jelas Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso.
Sementara untuk Program Siaran Jurnalistik “Kriminal +62” Garuda TV, KPI Pusat menemukan pelanggarannya pada tanggal 10 Februari 2025 pukul 11.58 WIB. Dalam program bertajuk berita ini ditampilkan identitas (wajah) ibu dari korban pelecehan seksual.
“Dalam PKPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang SPS Pasal 43 huruf f, program siaran bermuatan kekerasan dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik wajib mengikuti ketentuan menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. Jadi penyamaran itu diharuskan sesuai dengan aturan ini,” ujar Aliyah. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Lembaga Penyiaran (LP) TV dan Radio dalam rangka sosialisasi Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan, Jumat (28/02/2025). Sosialisasi ini sebagai arahan bagi lembaga penyiaran untuk menghormati dan ambil bagian dalam menegakkan nilai-nilai Ramadan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama, menjaga, dan meningkatkan moralitas.
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyampaikan harapannya apa yang disiarkan oleh lembaga penyiaran bisa meningkatkan iman dan takwa, serta kualitas lembaga penyiaran itu sendiri. Ia menekankan pentingnya menghadirkan konten yang mengandung semangat kebangsaan, edukatif, serta bisa meningkatkan nilai ibadah bagi anak-anak dan remaja.
“Negara kita mayoritas muslim dengan banyak aliran, ada potensi perbedaan awal Ramadan atau hari raya, maka bagaimana kita bisa menerima perbedaan. Diharapkan lembaga penyiaran menyiakan program yang menarik bagi pemirsa dan pendengar,” katanya di depan perwakilan lembaga penyiaran yang hadir dalam sosialisasi tersebut.
Meski pada dasarnya tidak ada perbedaan dengan tahun sebelumnya, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso, menyebut ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi, misalnya pentingnya pemilihan narasumber dalam program siaran. “Jangan sampai perbedaan melahirkan pertentangan berujung pada kata kasar, saling memaki. Itu yang harus dihindari,” terang Komisioner KPI Pusat ini.
Tulus juga meminta lembaga penyiaran lebih kreatif dalam menyajikan program siaran di bulan Ramadan, sehingga program siaran tersebut nyaman disaksikan baik bagi muslim maupun bagi umat beragama lainnya.
Dalam regulasi yang ada, sejak tahun 2002 hingga sekarang, prinsip utama dalam penyiaran selama bulan Ramadan tetap mengedepankan nilai-nilai keislaman, keberagaman, dan kualitas siaran. Namun, tentu ada beberapa penyesuaian sesuai dengan dinamika zaman dan kebutuhan masyarakat.
Terkait hal ini, lanjut Tulus, hal yang perlu dipahami bersama adalah bagaimana menafsirkan dan menerapkan aturan ini dalam praktik penyiaran. Misalnya, bagaimana memastikan bahwa siaran tetap sesuai dengan prinsip yang diamanatkan, tanpa menimbulkan kesalahpahaman atau mengabaikan keberagaman pemahaman di masyarakat.
Sementara itu, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah, menambahkan tentang perlunya lembaga penyiaran menambahkan informasi azan Maghrib untuk zona waktu yang berbeda dengan Jakarta.
“Karena temen-temen SSJ patokannya daerah Jakarta, mudah-mudahan penanda waktu ada untuk WIT dan WITA,” katanya.
Merujuk pada program siaran periode Ramadan sebelumnya (SauRans di Net TV), Aliyah juga mengingatkan lembaga penyiaran untuk lebih memperhatikan tayangan yang melibatkan anak.
Pernyataan ini juga dikuatkan komentar Komisioner Bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, yang menyebut korelasinya dengan pemenuhan hak anak. Sementara itu, Komisioner Bidang Kelembagaan, Amin Sabhana, menyampaikan harapannya bagaimana agar tayangan bisa menimbulkan kesalehan sosial di antara masyarakat.
KPI Pusat juga menghadirkan Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Mabroer MS, sebagai narasumber pada kegiatan tersebut. Dia menyatakan bahwa secara umum, substansi ketentuan siaran Ramadan antara KPI dan MUI hampir sama.
Dia menegaskan, Lembaga Penyiaran diwajibkan menghormati kegiatan yang berhubungan dengan puasa, mematuhi ketentuan UU Penyiaran, P3SPS, dan SE Nomor 1 Tahun 2025, bertanggungjawab dalam menyeleksi isi siaran yang berkualitas dan berperan sebagai institusi penguat peradaban. Selain itu, lembaga penyiaran juga harus berdedikasi demi tayangan yang mengedukasi dan mengandung muatan dakwah, berkomitmen menumbuhkembangkan nilai penting dan daya tahan keluarga, serta bersedia bersama-sama menciptakan arus informasi ruang publik yang berdampak positif bagi masyarakat.
“Kenapa ada seabreg aturan, dari KPI ada P3SPS, ada SE, kalau MUI ada tausiyah, semua untuk menjaga marwah, martabat, dan harkat lembaga penyiaran sebagai satu-satunya standar kebenaran yang berada di ruang publik,” kata Mabroer.
Secara normatif, KPI dan MUI bertujuan memberi panduan bagi lembaga penyiaran, baik publik, komersial, komunitas, maupun berlangganan sesuai dengan ajaran Islam termasuk yang dijabarkan dalam fatwa MUI. Kedua, menjadi bahan pertimbangan KPI dalam pemantauan selama Ramadan. Ketiga, menjadi rujukan bagi MUI di daerah dalam mendukung penyiaran di daerah masing-masing.
Mabroer MS juga menyampaikan terkait rencana kegiatan pemantauan siaran di televisi dan media sosial yang akan dilaksanakan oleh MUI. Secara teknis, kegiatan ini akan melibatkan banyak pihak, misalnya kampus.
“Kami sifatnya memantau, jadi pasif, bukan mengawasi (bersifat aktif), tapi seluruh catatan pemantauannya bisa dipertanggungjawabkan, secara akademis dan metodologis, kita publish setiap tahun. Beberapa (hasil pemantauan) di-followup KPI dan ini merupakan sinergi yang bagus,” paparnya.
Terkait pertanyaan salah satu lembaga penyiaran mengenai SE yang dikeluarkan oleh KPID, Tulus Santoso menyampaikan bahwa hal tersebut sebagai panduan sehingga (penerapannya) pasti akan berbeda di tiap-tiap daerah. Wewenang KPID sebatas memberikan rekomendasi, namun yang melakukan tindak lanjut adalah KPI Pusat, sehingga lebih memberikan kepastian hukum bagi lembaga penyiaran yang beroperasi. Anggita/Foto: Syahrullah
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan 2025/1446 H. Terdapat 15 poin dalam edaran yang harus diperhatikan lembaga penyiaran yakni sebagai berikut:
a. Mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, maka Lembaga Penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dalam setiap program yang disiarkan;
b. Lembaga Penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan serta lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham agama dan politik tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat;
c. Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan serta wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja dalam rangka penghormatan nilai-nilai bulan suci Ramadan;
d. Menambah durasi dan frekuensi program siaran bermuatan dakwah selama bulan Ramadan;
e. Program siaran wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek siaran dengan tidak mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang serta tidak menampilkan muatan yang melecehkan orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu;
f. Tidak menampilkan dan mengeksploitasi pengonsumsian makanan dan/atau minuman secara berlebihan (close up atau detail) yang dapat mengurangi kekhusyukan berpuasa;
g. Memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, kost, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan nilai- nilai bulan suci Ramadan;
h. Tidak menampilkan muatan bincang-bincang seks, gerakan tubuh dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain serta tidak melakukan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara, baik yang disiarkan secara live (langsungJ maupun taping (rekaman);
i. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan dan/atau menampilkan muatan yang mempromosikan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT);
j. Program siaran dilarang menampilkan muatan mistik, horor, dan supranatural yang menimbulkan ketakutan dan kengerian khalayak;
k. Dilarang menampilkan materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti ungkapan kasar dan makian, seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik, praktik hipnotis atau sejenisnya;
l. Mengutamakan penggunaan pendakwah/dai/daiyah yang kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai- nilai Pancasila dan ke-Indonesia-an.
m. Menayangkan/menyiarkan azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing;
n. Azan sebagai tanda waktu salat dilarang disisipi dan/atau ditempeli (built in) iklan atau dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu;
o. Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kepatutan dan kepantasan dalam penayangan program siaran pada hari raya Idulfitri agar selaras dengan nilai-nilai agama. ***
Jakarta – Dalam rangka pengawasan konten siaran sekaligus pengembangan isi siaran di lembaga penyiaran radio, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang sejumlah radio yang bersiaran jaringan dan PRSSNI untuk mengikuti kegiatan pembinaan. KPI menilai keberadaan siaran radio masih sangat penting, khususnya dalam menyajikan Informasi dan hiburan yang berkualitas, aman, dan terjangkau.
Harapan ini mengemuka dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Jumat (21/02/2025) kemarin. Salah satu yang ditekankan yakni pentingnya perhatian dari pemerintah untuk memberi dukungan positif pada eksistensi radio. Pasalnya, ini sejalan dengan upaya bersama semua pihak untuk meminimalisasi dampak buruk dari keberadaan media baru atau media on demand.
Komisioner KPI Pusat, Tulus Santoso menyampaikan, pihaknya (KPI) memiliki perhatian besar terhadap isu keberlanjutan radio. Menurutnya, keberadaan radio harus dipertahankan dan dikembangkan sesuai zamannya.
“Kami perlu mendapatkan masukan untuk menyusun kebijakan yang nantinya diharapkan akan menguatkan keberadaan lembaga penyiaran radio, baik dari sisi bisnis maupun isi siarannya. Oleh karenanya, kami perlu mendapat masukan dari teman-teman radio soal ini,” kata Tulus saat memimpin pembinaan tersebut.
Hadir dalam acara pembinaan antara lain perwakilan I Radio, Elshinta, Sonora, Pass FM, Global Radio, MNC Trijaya, Radio RDI, serta pengurus PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia).
“Saat ini kondisi radio tidak sedang baik-baik saja, padahal eksistensinya penting sebagai media mainstream, kami menyajikan berita aktual dan terpercaya. Sementara itu kita tahu bagaimana AI (artificial intelligence) dan media sosial menyebar berita, arus disruption media terlalu kuat”, demikian disampaikan Wakil Pemimpin Redaksi Elshinta, Krisanti.
Di saat yang bersamaan dia mengakui beratnya persaingan dengan media on demand, seperti Spotify dan Joox, menekan kondisi finansial industri ini. Krisanti meminta dukungan yang serupa dari pemerintah, merujuk pada momen saat terjadinya pandemi.
Station Manager Sonora FM, Vivi Lesmana, menyampaikan kondisinya tidak jauh berbeda dengan yang dialami Radio Elshinta. Berdasarkan data Nielsen, pendengar radio mengalami penurunan dan diduga mereka beralih ke platform lain dan hal ini berpengaruh pada revenue yang diperoleh secara keseluruhan. Dengan adanya efisiensi, dia justru merasakan nihilnya dukungan dari pemerintah.
“Data dari Komdigi, 56 radio dihentikan karena 6 bulan off siaran, lalu frekuensi diambil negara. Apakah masih bisa survive? Saya berharap KPI bisa beraudiensi dengan presiden, kementerian atau lembaga untuk bersama membantu media konvensional yang sudah membantu membangun Indonesia. Aturan kebijakan harusnya bisa mempermudah mengakomodir radio, yang juga bisa menjangkau pelosok, misalnya campaign ‘Indonesia Cerah’”, ujarnya.
Lembaga penyiaran radio lain turut menyampaikan upaya yang sudah dilakukan untuk bisa mempertahankan keberlangsungan mereka, namun, fakta bahwa hakikat radio adalah media murah, dan model bisnisnya melalui iklan dari pemerintah dan merk, keberadaan influencer dan KOL (Key Opinion Leader) pada media on demand, disrupsi internet, persaingan dengan media audio visual, serta perbedaan pengenaan biaya ijin siar menjadi hal yang juga penting untuk diperhatikan.
“Pasar radio ada 2, yaitu pendengar dan pengiklan. 20 hingga 10 tahun lalu, kita bikin program bagus, promosikan, dapat pendengar (berdasarkan Data Nielsen), dibawa ke pengiklan, beres. Namun setelah Meta dan Google masuk handphone, bubar”, ujar perwakilan PRSSNI, Aditya.
Dia juga menyebutkan tentang klasifikasi penetapan pembayaran royalti yang ditetapkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang dianggap kurang sesuai dengan profil penyiaran.
Atas masukan terkait permasalahan yang dialami radio, Tulus Santoso menyatakan akan mendiskusikan dengan pemangku kebijakan lain.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan radio juga menyampaikan alasan sulitnya bersaing dengan para pemilik channel podcast. “Tantangannya kalo podcast lebih ke personal branding. Jika orang di balik layar dibenturkan dengan orang yang personal brandingnya kuat, maka ketika membicarakan topik yang sama pasti orang lebih mendengar yang sudah punya personal branding”, ujar perwakilan RDI.
Selain soal dinamika radio, Tulus Santoso juga mengingatkan pengelola radio untuk lebih berhati-hati dalam menyiarkan lagu yang mengandung lirik tidak pantas.
“Kami meminta temen-temen radio mewaspadai substansi lirik bermuatan kekerasan, seksual, dan sebagainya. Ini Saya ingatkan agar ada kewaspadaan untuk seluruh radio,” ucap Tulus.
Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, ditemukan beberapa potensi pelanggaran pada beberapa lirik lagu yang bermuatan kata kasar, seks, cabul, dan/atau mengesankan aktivitas seks. ***/Anggita/Foto: Agung R
Muatan dalam acara tersebut diduga melanggar Pasal 17 Standar Program Siaran. Ketika Maria Simorangkir (bintang tamu) dan Ivan Gunawan (pembawa acara) hendak bernyanyi seakan-akan mereka adalah rival dalam sebuah kompetisi, Ivan Gunawan mengatakan bahwa mereka adalah finalis pada babak “dua besar” kompetisi tersebut. Mendengar istilah "dua besar", Ruben Onsu (pembawa acara) pun tertawa. Kemudian, Ivan Gunawan mengatakan bahwa dirinya dan Maria Simorangkir disebut "dua besar" pada kompetisi tersebut, “bukan dari (segi) prestasi, tapi dari (segi) bentuk (tubuh)”.