- Detail
- Dilihat: 7622
Jakarta - “Pers harus menjalankan fungsi kontrol sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik, diantaranya diantaranya akurasi, independensi dan cover both side. Karena prinsip-prinsip itulah yang membedakan media dengan pihak lain dalam memerankan fungsi kontrol”. Hal itu disampaikan Imam Wahyudi, anggota Dewan Pers, dalam acara dialog dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama TV One terkait aduan dari masyarakat atas program siaran jurnalistik Kabar Petang dan Apa Kabar Indonesia, (3/2). Sebelumnya KPI menerima aduan melalui kuasa hukum H. Ahmad Parwez terkait dua program siaran jurnalistik yang tayang di TV One tersebut, mengenai perdagangan manusia.
Pada diskusi tersebut, Komisioner KPI Pusat yang hadir adalah Bekti Nugroho, Rahmat Arifin, Agatha Lily, Azimah Subagijo dan Danang Sangga Buwana. Sedangkan perwakilan dari TV One adalah Ecep S Yasa, Raldy Doy dan Deny Hafiz.
Aduan yang diterima KPI dari kuasa hukum H. Ahmad Parvez tentang pemberitaan yang disiarkan oleh TV One melalui program KAbar Petang (2/12) berjudul perdagangan manusia, dengan isi berita “Korban bernama Dorce berasal dari Nusa Tenggara Timur dan mengaku sudah 2 (dua tahun disekap di rumah tersebut”. Serta tayangan Apa Kabar Indonesia (3/12)berjudul perdagangan manusia, dengan isi berita “Sebelum Kepolisian Resort Kota Medan juga sudah menggeledah rumah dari Kakak Tersangka atas nama Kaka, di sana pun ditemukan 1 (satu) orang pembantu rumah tangga yang sudah bekerja kurang lebih 2 (dua) tahun tanpa digaji”. Dalam surat pengaduan tersebut, dinyatakan berita itu adalah bohong dan fitnah, disertai penjelasan bagian mana saja yang tidak benar.
Dalam acara yang dipimpin Rahmat Arifin, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Imam Wahyudi menyampaikan beberapa pertanyaan terkait penegakan prinsip jurnalistik oleh redaksi TV One atas tayangan ini. Diantara pertanyaan Imam adalah sampai sejauh mana usaha yang dilakukan redaksi untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak yang menjadi tersangka pada kasus ini? Serta, bagaimana proses yang dilakukan redaksi dan effort yang sudah dikeluarkan untuk menemukan keberimbangan?
Kepada forum dialog tersebut, Ecep S Yassa sebagai GM News Gathering TV One menjelaskan mengenai usaha konfirmasi yang dilakukan agar berita yang ditayangkan memenuhi azas cover both side. Namun demikian, sampai beberapa sejak peristiwa terjadi, pihak yang menjadi tersangka menolak untuk diwawancra. “Kami terus berusaha melakukan konfirmasi bertingkat setiap hari”, ujar Ecep. Baru pada pekan selanjutnya sejak kasus ini muncul, pihak pengacara bersedia dihubungi dan dapat dihadirkan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan live dari Medan, Sumatera Utara.
Koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat, Bekti Nugroho mengingatkan bahwa jurnalistik televisi harus lebih berhati-hati dalam menayangkan kasus kejahatan, apalagi isunya soal human trafficking. “Konfirmasi atau cover both side itu harus ada dalam setiap berita”, ujar Bekti. Lebih jauh Bekti juga menjelaskan kalau memang redaksi kesulitan mendapatkan konfirmasi, maka publik harus terinformasikan kesulitan tersebut. “Kalau tidak mendapatkan narasumber, stand up di depan kamera, di lokasi rumahnya untuk menunjukkan ke publik bahwa narasumber tidak bersedia diwawancara”, ujarnya.
Usai pertemuan diskusi ini, KPI melanjutkan pembahasan aduan bersama Dewan Pers. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara KPI dan Dewan Pers dalam mengatasi adanya aduan atau dugaan pelanggaran terhadap program siaran jurnalistik.