REKOMENDASI RAPAT KOORDINASI PEYIARAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
1. Revisi Undang - Undang Penyiaran harus mampu mengakomodir perkembangan teknologi dan mengatasi permasalahan yang terjadi saat ini, serta menata Penyiaran Indonesia menjadi lebih baik untuk menjaga kultur bangsa yang menjangkau seluruh wilayah Republik Indonesia, terutama bagi daerah terpencil, terdepan, terluar; 2. Proses perizinan dan perpanjangan izin 10 TV Swasta Sistem Stasiun Jaringan menjadi momentum untuk melakukan koreksi terhadap isi siaran yang tidak hanya hiburan atau kepentingan bisnis semata serta persoalan kepemilikan; 3. Memperjelas penyiaran dalam urusan pemerintahan agar terjadi keselarasan fasilitasi dan dukungan pemerintah daerah terhadap Komisi Penyiaran Indonesia Daerah sebagai fungsi layanan (cost effective); 4. Memperkuat posisi dan peran Komisi Penyiaran Indonesia baik pusat maupun daerah, melalui revisi Undang – undang Penyiaran dan harmonisasi peraturan tentang Pemerintah Daerah, Undang – Undang Perfilman, Undang – Undang Pers dan Undang – Undang yang terkait lainnya; 5. Mendesak Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan regulasi/ kebijakan terkait dengan penganggaran KPI di Daerah yang dapat membiayai minimal 17 program berdasarkan Peraturan KPI, termasuk peraturan bentuk fasilitasi kepada Anggota KPI Daerah; 6. Pemerintah Daerah dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah mengawal pelaksanaan konten lokal 10% pada waktu produktif (05.00 – 22.00) pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan.
Jakarta – Perubahan UU Penyiaran memasuki babak-babak akhir untuk ditetapkan. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais, pihaknya berencana akan menyelesaikan perubahan UU tersebut menjadi UU Penyiaran baru di tahun ini, 2016. “DPR berupaya dapat mengesahkan revisi UU Penyiaran menjadi UU inisiatif pada masa sidang tahun 2016 ini, selanjutnya sah dibahas bersama pemerintah,” kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) pada diskusi “Quo Vadis Penyiaran Kita” bertajuk “Mengawal Revisi UU Penyiaran yang Memenuhi Harapan Publik” di ruang rapat Fraksi PAN, Gedung Nusantara I, Senayan, Kamis, 25 Februari 2016 .
Namun, sejumlah persoalan yang belum terakomodasi dalam draft revisi UU Penyiaran patut menjadi catatan salah satunya terkait perkembangan teknologi dan media massa yang begitu massif.
Pakar media Amir Effendi Siregar mengatakan, UU Penyiaran sekarang belum begitu dinamis mengatur hal-hal penyiaran yang sekarang ini berkembang begitu pesat. Pembahasan revisi UU Penyiaran harusnya ada bayangan mengenai kovergensi media. “Dunia ini bergerak begitu cepat. Antara telekomunikasi dan penyiaran saling berkaitan. Saya pikir sangat penting memasukan kata-kata mengenai konvergensi ini dalam UU Penyiaran nanti,” katanya saat dimintai masukan mengenai perubahan UU Penyiaran dalam diskusi tersebut.
Sekarang ini, kata Amir, sudah banyak negara yang mengubah aturan penyiaran menjadi lebih dinamis ketingkat konvergensi. Salah satu negara itu adalah Inggris. Menurut Direktur Eksekutif PR2Media ini, undang-undang konvergensi yang ditetapkan Inggris dapat menyatukan semuanya.
Narasumber diskusi dari kalangan akademisi, Pinckey Triputra menyatakan setuju dengan pemikiran Amir Effendi. Menurut Pinckey yang menjabat Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, persoalan konvergensi harus masuk dalam UU Penyiaran baru dengan maksud menyesuaikan dengan laju perkembangan teknologi dan penyiaran di masa mendatang. “Pemahaman soal broadcasting akan menjadi lebih luar biasa,” katanya.
Salah satu peserta diskusi dari Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI) mengungkapkan aturan dalam UU Penyiaran pengawasannya belum merambah siaran-siaran melalui jaringan internet atau streaming. Padahal, siaran melalui streaming yang pengelolaan ada di luar negeri dinilai sangat merugikan Indonesia, baik itu dari finasial maupun isi siaran. “Tidak ada aturan terhadap hal ini,” katanya.
Ke depan, harus ada aturan mengenai siaran melalui streaming. Pengaturan ini, menurut wakil ATVJI, meliputi kewajiban pajak, memiliki badan hukum Indonesia, dan hal terkait lainnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad mengharapkan UU Penyiaran mendatang harus benar-benar jelas dan tidak menimbulkan ketidakpastian. Bahkan, dalam presentasinya, Idy mengusulkan dalam UU Penyiaran baru memasukan perihal mengenai kewenangan pengaturan dan pengawasan TV streaming atau internet.
"Ini harus menjadi perhatian karena konvergensi media menjadi tantangan dalam regulasi penyiaran mendatang," kata Idy dalam presentasinya. ***
Bandung - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan bahwa penyelenggaraan penyiaran di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran berlandaskan prinsip desentralisasi penyiaran. Sejalan dengan itu, maka system stasiun jaringan yang menjadi implementasi dari desentralisasi penyiaran menjadi keharusan untuk ditegakkan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan saat memberi pengantar dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penyiaran antara KPI, KPID dan DPRD serta Pemerintah Daerah, (25/2).
Dalam kesempatan tersebut Judha menjelaskan potensi yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah melalui dunia penyiaran. Lewat system stasiun jaringan, sumber daya manusia (SDM) dari masyarakat daerah dapat dioptimalkan dalam penyelenggaran penyiaran. Mengingat penggunaan SDM lokal menjadi salah satu komponen yang tidak terpisahkan dalam pelaksaan system stasiun jaringan.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Judha, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang turut hadir, mengaku telah mengarahkan jajarannya untuk membuat televisi-televisi komunitas di pelosok daerah. Hal ini ujar Deddy, selain untuk menjadi sarana literasi media pada rakyat, juga untuk menahan dampak siaran yang negative dari televisi yang bersiaran nasional.
Rakor ini sendiri dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Gubernur dan Wakil Gubernur, pimpinan DPRD, serta KPID dan secretariat KPID se-Indonesia. Jajaran pemerintah daerah sangat antusias memberikan pendapat dan masukan dalam Rakor ini, mengingat penyiaran adalah sarana strategis yang harus dioptimalkan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
Di akhir acara, Rakor memberikan rekomendasi, salah satunya meminta Komisi I DPR RI mengakomodir perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat dalam revisi undang-undang penyiaran, yang disinergikan dengan kepentingan menjaga kultur bangsa Indonesia. Hadir dalam acara tersebut Komisioner KPI Pusat lainnya, Bekti Nugroho, Azimah Subagijo, Agatha Lily dan Fajar Arifianto Isnugroho.
Jakarta – Berbagai sanksi yang dijatuhkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada lembaga penyiaran atas pelanggaran aturan P3 dan SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) dinilai belum membuat lembaga penyiaran tersebut menjadi jera alias kapok. Karena itu, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPR RI mendorong penetapan aturan penjatuhan sanksi denda secara jelas di dalam UU Penyiaran yang baru nanti.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari F-PAN, Hanafi Rais mengatakan, pemberian sanksi denda kepada lembaga penyiaran akan memberi efek jera dan hal itu lebih relevan ketimbang hanya pemberian sanksi teguran.
“Spektrum pemberian sanksi lebih dipersempit lagi. Tidak perlu memberi sanksi teguran satu hingga teguran tiga jika hal itu justru disiasati lembaga penyiaran dengan mengganti nama programnya,” tegasnya di sela-sela diskusi dengan tema “Quo Vadis Penyiaran Kita? Mengawal Revisi UU Penyiaran yang Memenuhi Harapan Publik,” yang berlangsung di ruang rapat F-PAN, Gedung Nusantara I, Kamis, 25 Februari 2016.
Menurut Hanafi, jika denda diberikan dan nilai dendanya disamakan dengan nominal pemasukan iklan dalam program tersebut, hal ini akan membuat lembaga penyiaran berpikir ulang dan tidak akan mengulangi lagi pelanggaran tersebut.
Efek jera akibat pemberian sanksi denda dianggap Hanafi akan berbanding lurus dengan perbaikan konten tayangan. “Publik banyak yang resah dengan isi siaran. Karena itu, inti semangatnya adalah untuk menyehatkan isi siaran yang banyak dikeluhkan,” jelasnya kepada peserta diskusi antara lain perwakilan lembaga penyiaran, pemerhati media, perwakilan organisasi masyarakat, dan media massa.
F-PAN melihat isi konten televisi banyak dipengaruhi rating. Sayangnya, keberadaan lembaga rating yang ada sekarang tidak dikontrol semacam lembaga auditor. Karena itu, kata Hanafi Rais, pihaknya akan mendorong dibentuknya lembaga audit untuk lembaga rating. “KPI akan kita libatkan bersama-sama dengan elemen masyarakat,” tambahnya.
Di awal keterangannya, Hanafi menyatakan semangat dasar atas perubahan UU Penyiaran adalah pemanfaatan era digitalisasi. Menurutnya, pelaksanaan sistem digitalisasi akan mengubah tatanan kebiasaan penyiaran yang ada sekarang. Tapi yang paling utama adalah terciptanya atau berkembangnya dua hal pokok yang menjadi tujuan penyiaran yang demokratis yakni keberagaman konten dan keberagaman kepemilikan.
“Sekarang ini semangatnya adalah mengatur ulang regulasi atau re-regulasi. Ini juga untuk menjawab keresahan publik atas isi siaran,” katanya.
Hanafi juga menjelaskan bahwa revisi UU Penyiaran ini masih ada di tahap awal. Namun, ia mengharapkan dalam dua kali masa sidang hal ini akan sudah selesai pembahasannya dan dapat diberlakukan segera.
Sementara itu, di tempat yang sama, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad berharap DPR membuat undang-undang yang di dalamnya begitu jelas dan tegas mengenai hal yang prinsip. Salah satu kejelasan itu seperti siapa yang berwenang, KPI atau pemerintah.
“Perubahan Undang-undang Penyiaran ini merupakan momentum untuk menyelesaikan sengkarut penyiaran di tanah air. Momentun ini juga dapat meningkatkan kualitas isi siaran. Ini demi kebaikan penyiaran kita,” katanya.
Diskusi yang berlangsung hingga sore itu juga menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi Pinckey Triputra dan praktisi penyiaran Edy Kuscahyanto. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menegaskan tidak mengeluarkan kebijakan ataupun permintaan kepada lembaga penyiaran (stasiun televisi) melakukan pengebluran terhadap program animasi, kartun dan siaran Putri Indonesia. KPI juga menyatakan lembaganya bukanlah lembaga sensor. Demikian disampaikan KPI menanggapi pernyataan netizen di media sosial yang banyak beredar belakangan ini yang menyatakan KPI melakukan hal itu.
KPI juga tidak pernah mengeluarkan kebijakan atau aturan diluar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Aturan yang terdapat di P3SPS KPI sudah sangat jelas menyatakan apa yang boleh dan tidak boleh ditayangkan lembaga penyiaran seperti larangan penayangan adegan kekerasan dan pornografi.
Tetapi, peraturan KPI tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi kreativitas insan penyiaran. Pihak lembaga penyiaran dipersilahkan memperhatikan setiap program acaranya dengan cara pandang atau estetika yang memang layak dan pantas ditayangkan untuk publik.
Dalam kesempatan ini, KPI mempersilahkan pihak media mengklarifikasi kepada stasiun televisi mengenai pengebluran pada beberapa program sehingga informasi yang disampaikan berimbang dan komprehensif.
Yth. KPIP/KPID/KPAI/LSF/Kemkominfo...
Saya sebagai masyarakat Indonesia yang taat akan ajaran agama, sangat resah dengan banyaknya film/sinetron/webseries Indonesia yang banyak sekali memuat adegan² tak mendidik, terlebih lulus sensor PG13. Seperti kelicikan, balas dendam, perebutan harta warisan, memperlakukan wanita layaknya binatang, dan yang paling geram lagi, banyaknya adegan² tak senonoh yang menghiasi TV² di Indonesia (terutama milik Pak Sutanto, dkk.) itu ditayangkan di jam² umum (terlebih pemerannya masih dibawah umur). Sehingga banyak anak² yang menontonnya. Mau jadi apa bangsa ini, jika banyak stasiun TV yang isinya bagus, mendidik, menghibur itu dihilangkan di sebagian wilayah di Tanah Air karena masalah perizinan, legalitas, dan masalah pajak. Sedangkan tayangan yang tak mendidik malah dilegalkan dan diizinkan? Saya menghimbau untuk tidak meluluskan film² jenis apapun yang tak mendidik tersebut. Seharusnya film² jenis apapun yang bermuatan masalah orang dewasa harap tidak disiarkan sebelum pukul 21.15 dengan lulus sensor utk 17+. Berikut ini, inilah deretan dosa² terbesar dalam sinetron² yang menuai kontroversi dari tahun ke tahun (sebelum pandemi covid membanjiri negeri kita):
1. Tukang bubur naik haji (RCTI, 2012 - 2017) menampilkan kata² makian, adegan mayat penuh luka busuk. Status : Sudah buyar sejak Februari 2017 sebelum pindah ke SCTV.
2. Ayah mengapa aku berbeda (RCTI, 2014) menampilkan adegan bullying terhadap sesama pelajar. Status : hanya tayang selama 3 bln saja.
3. Pashmina Aisha (RCTI, 2014) menampilkan banyak adegan kekerasan, terutama memukul korban dengan tongkat baseball. Status : sama dengan ayah mengapa aku berbeda, hanya tayang selama 3 bulan.
4. Catatan harian seorang istri (RCTI, 2014) menampilkan adegan bunuh diri dengan menyayat tangannya sendiri. Status : Sudah berhenti sejak akhir 2014, adaptasi dari novel yg sama oleh Asma Nadia.
5. APJIL (RCTI, 2014 - 2015) menampilkan adegan ciuman lawan jenis dengan berpakaian seragam sekolah. Status : Hanya tayang selama ½ tahun, adaptasi dari novel Asma nadia .
6. 7 Manusia Harimau (RCTI, 2014 - 2015) menampilkan adegan kekerasan, perkelahian yang sadisme. Juga menampilkan aura horror. Status : berhenti tayang sejak 2015. Juga menjadi sinetron terakhir di MNCTV pada pertengahan 2016 sebelum SinemArt pindah ke SCTV
7. Anak Jalanan (RCTI, 2015 - 2016) menampilkan adegan kebut²an, kekerasan, perkelahian, ciuman, visualisasi night club, minum²an beralkohol yang dilakukan beberapa pelajar. Status : Film ini sudah tamat sejak 2017 sebelum SinemArt pindah ke SCTV. Terlebih lagi beberapa pemerannya tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Tayang ulang sejak Mei - Juni 2020 saat lebaran di RCTI.
8. Perempuan Pinggir Jalan (RCTI, 2015 - 2016) menampilkan adegan berkencan dengan PSK dan menampilkan visualisasi hiburan malam, ditambah pula menginjak² martabat wanita. Status : Setelah ditegur KPI, kini berubah judul menjadi "Kau Seputih Melati". Namun, tetap saja isinya sama. Tidak ada hal² positif dari film tersebut. Hanya tayang selama beberapa bulan saja.
9. Anugerah Cinta (RCTI, 2016) menampilkan adegan kejahatan berencana, penyiksaan terhadap seorang gadis secara berlebihan dan merebut harta warisan secara tidak halal. Status : Sudah berakhir sejak 2017 sebelum SinemArt pindah ke SCTV.
10. Anak Langit (SCTV, 2017 - 2020) menampilkan adegan perkelahian secara gamblang dan berulang², konsumsi minuman beralkohol, dan pengrusakan secara gamblang. Status : Beberapa pemeran, tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Berhenti tayang sejak Maret 2020 atau sejak pandemi covid masuk Indonesia.
11. Berkah Cinta (SCTV, 2017) sama seperti Anugerah Cinta, perkelahian secara gamblang dan berulang-ulang ditambah perlakuan seorang gadis seperti hewan, menguasai harta warisan secara tidak halal. Status : Hanya tayang selama beberapa bulan saja.
12. Mawar melati (SCTV, 2017) menampilkan adegan ciuman yang dilakukan lawan jenis. Sebenarnya sih dia itu sedang memberikan nafas buatan. Status : Hanya dibuat miniseri.
13. DIA (SCTV, 2017) menampilkan adegan seorang nenek memanggil sesosok makhluk halus. Status : hanya dibuat miniseri.
14. Siapa Takut Jatuh Cinta (SCTV, 2017 - 2018) menampilkan adegan ciuman dan ranjang, meski sudah menikah. Status : Mulai viral sejak awal September. Sebenarnya sih rencananya sudah tamat sejak pertengahan September 2018, karena ada sebagian netizen yang tak terima. Akhirnya diperpanjang hingga akhir Oktober 2018.
15. Cinta Misteri (SCTV, 2018) menampilkan visualisasi hantu yang mengerikan, air berubah menjadi darah, dan menampilkan adegan kesurupan pelajar yang menimbulkan kengerian. Status : Sudah tamat menjelang tahun baru 2019.
16. Cinta Suci (SCTV, 2018 - 2019) menampilkan adegan konflik rumah tangga yang berlebihan. Berdampak buruk pada anak dibawah umur. Terlebih lagi banyak kata² makian yang dilontarkan. Status : Hanya tayang selama beberapa bulan.
17. Cinta Karena Cinta (SCTV, 2019 - 2020) menampilkan adegan pengancaman dengan senjata tajam dan menginjak² martabat perempuan seperti binatang. Status : Hanya tayang selama beberapa bulan saja
18. Samudra Cinta (SCTV, 2020) menampilkan adegan saling tindih di ranjang meski keduanya telah menikah. Terlebih sinetron tersebut melumrahkan perebutan harta warisan secara tidak halal, menginjak² martabat kaum hawa. Status : Jauh² sebelum disemprit KPI. Sinetron ini sudah pindah jam tayang sejak Oktober 2020 dan digantikan oleh Anak Band. Lulus sensor utk 17+.
19. Buku Harian Seorang istri (SCTV, 2021) menampilkan adegan ciuman dan saling tindih diatas ranjang sebanyak berulangkali. Terlebih lagi adegan kekerasan rumah tangga yang berlebihan, menginjak-injak martabat istri, menguasai harta warisan yg bukan haknya. Status : masih tayang hingga sekarang.
Segera #Copotpaksutantocs
Sedangkan film bioskop remaja yang seharusnya tak layak tonton adalah:
1. Juara The Movie (MagMa Production, 2016) menampilkan adegan kekerasan sadistis dan mempertontonkan adegan berciuman sebanyak berulang kali.
2. Ada Cinta di SMA (StarVision Plus, 2016) menampilkan adegan berciuman sepasang kekasih ditempat pesta, pemeran dan tokohnya itupun masih dibawah umur.
3. Posesif (Palari Films, 2017) menampilkan adegan sepasang kekasih hampir berciuman di sudut kelas dan diatas tempat tidur. Menampilkan adegan kekerasan dalam pacaran. Juga mengeksploitasi aurat seorang gadis saat melakukan loncat indah.
4. One Fine Day (Screenplay, 2017) menampilkan banyak adegan setengah ketelanjangan dan berciuman di tempat umum. Juga banyak sekali adegan kekerasan dimana seorang pria memukuli temannya hingga berdarah².
5. Dear Nathan Hello Salma (Rapi Films, 2018) menampilkan adegan berciuman sepasang kekasih dalam waktu yang lama. Apalagi pemeran dan tokohnya masih dibawah umur
6. Something In Between (Screenplay, 2018) menampilkan adegan kecelakaan secara gamblang dan berulang² ditambah korban kecelakaan dalam film tersebut mati mengenaskan dengan penuh luka ditubuhnya (meski dibuat hitam putih)
7. Dilan 1991 (Max Pictures, 2019) menampilkan adegan tawuran pelajar secara terang-terangan dan berulang-ulang ditambah mengajarkan mendurhakai guru.
8. Dua Garis Biru (StarVision Plus, 2019) menampilkan adegan sepasang remaja melakukan persenggamaan dengan berganti posisi. Apalagi sampai kedengaran suaranya Bahkan pemerannya sampai menanggalkan bajunya.
9. Dignitate (MD Pictures, 2020), menampilkan adegan berciuman sepasang muda mudi di tempat umum yang tidak sepantasnya ditonton oleh anak dibawah umur.
10. 4ever holiday in Bali (MD Pictures, 2020) menampilkan adegan ciuman di pantai secara gamblang dalam waktu yang lama.
Mari, wujudkan penyiaran & perfilman yg sehat bebas dari 6S (No Sara, Saru, Sesat, Sadis, Serem, Sensual)
Pojok Apresiasi
Abdul Malik
Salut buat RTV! Semoga tetap jaya dan ratingnya naik! Tolong diperbaiki lagi translasinya, bila dirasa perlu, kami, para wibu, siap membantu!